Berlanjut.
Karena kabar besar yang baru saja diterima Raeni ini, membuat dia segera menghubungi Rihanna.
Mendapat telepon mendadak dari adiknya, memaksa Rihanna untuk bergegas pergi dari kampusnya menuju sekolah Raeni.
****
Mereka mengadakan pertemuan di kafe yang terletak tidak jauh dari sekolah Raeni.
Rihanna memasuki kafe tersebut, "Kakak di sini!" Dan disaat itu juga Raeni memanggil kakaknya.
Rihanna mendengar panggilan itu dan segera bergegas pergi menemui adiknya yang duduk di dekat jendela yang terletak di sana.
"Ada apa? Mengapa kamu ingin bertemu dengan kakak seperti ini? Saat ini kakak masih ada kelas di kampus."
Hal itu yang diutarakan Rihanna ketika berbincang pada Raeni.
"Sudahlah Kakak, biarkan saja. Sekarang ada yang lebih penting dari sekolah maupun kuliah, Kak."
Dia berbisik pada kakaknya. Wajahnya mendekat pada Rihanna, dan kakaknya juga turun mendekatkan wajahnya pada Raeni.
"Apa itu?" Rihanna membalasnya dengan berbisik pula.
"Misi kita telah selesai kakak," ujar Raeni demikian.
"Apa?" Reaksi Rihanna begitu terkejut. Bahkan dia sampai berteriak dengan suara keras, dan karena itu juga para pengunjung lain sampai memperhatikan mereka berdua.
"Its, kakak. Pelankan suara kakak! Apa kakak ingin yang lain mendengar pembicaraan kita? Lihat, mereka jadi memperhatikan kita, bukan?"
Benar yang Raeni katakan. Mereka menjadi pusat perhatian.
"Maafkan kami." Rihanna mengambil tindakan terlebih dahulu. Dia menunjukan senyum kecilnya pada setiap pengunjung yang ada.
"Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Apa maksudmu jika misi kita sudah berakhir?"
Pembicaraan kembali dilanjut. Dan kini tidak ada suara bising lagi, melainkan saling berbisik agar tidak menimbulkan kecurigaan dan keributan kembali.
"Iya, memang sudah berakhir. Ah, setidaknya aku merasa lega…."
Kini disaat kakaknya serius, Raeni malah menanggapinya dengan santai. Dia bahkan memilih untuk bersandar ke belakang.
Tentunya itu memantik rasa penasaran Rihanna semakin besar.
"Cepat katakan! Apa maksudmu dengan misi kita yang sudah berakhir itu? Jangan membuat kakak kesal, Raeni!"
Tak ada lagi berbisik. Perbincangan sekarang menggunakan suara yang standar biasa-biasa saja.
Raeni tampak santai, dia menggapai jus jeruk yang telah dipesan terlebih dahulu itu, lalu meminumnya dengan elegan. Tak lupa Raeni juga menatap ke arah luar jendela. Melihat pemandangan jalan raya yang terpantau ramai lancar itu.
"Raeni. Cepat katakan, atau kakak akan kembali ke kampus jika kamu tidak ingin mengatakannya…."
Kakaknya mulai kesal, "Eh, tunggu Kak!" Namun, Raeni menahan kakaknya untuk tidak pergi.
"Iya, baiklah. Aku akan mengatakannya. Tapi, kakak duduk kembali. Jika tidak, maka aku tidak akan berkata apa-apa."
Kini giliran Raeni yang merajuk. Pembicaraan ini tak kunjung usai jika diantara mereka masih ada yang bersikap seperti anak-anak.
"Baiklah, kakak mengalah. Tapi, cepat katakan apa yang ingin kamu sampaikan kepada kakak. Aku harus segera kembali ke kampus, karena aku masih memiliki satu kelas lagi, Raeni!"
Wajahnya cukup kesal, terlihat dari expresinya yang tak suka dibuat menunggu seperti ini.
"Berikan ini pada kakak!" Rihanna mengambil paksa jus yang memang masih berada di tangan Raeni.
"Kakak, itu milikku! Jika kakak mau maka pesanlah!"
Jusnya yang direbut, membuat Raeni kesal dibuatnya.
"Kakak!" Dia merengek karena semua jusnya dihabiskan oleh Rihanna, sampai tidak tersisa setetes pun jus dalam gelas tersebut.
"Iya, baiklah. Maafkan aku."
Rihanna meletakkan gelas yang sudah kosong itu, dan menghapus bekas jus yang masih tersisa di bibirnya, lalu tak lupa dia juga bersendawa.
"Ah, kakak. Aku tidak ingin berbicara lagi dengan kakak."
Kembali merajuk. Raeni menekuk wajahnya dan berpaling dari pandangan kakaknya.
"Maaf… Maaf. Kakak haus. Lagipula kenapa kamu hanya memesan satu jus saja. Kakak juga mau, he…." Dia tertawa sedikit sembari merasa bersalah pada Raeni karena sudah menghabiskan jusnya.
"Sudah. Cepat katakan, atau kakak kembali ke kampus!"
Dia kembali pada topik pembahasannya. Raeni pun berbalik dan memandang wajah kakaknya.
"Gadis itu telah tiada, Kak," kata Raeni singkat.
"Gadis? Gadis yang mana, kakak tidak paham dengan maksudmu?"
"Ya, tentu gadis yang ada di gambar itu, kakak. Mengapa kakak tidak paham maksudku?"
Sembari menjelaskan, Raeni pun masih sedikit merajuk.
"Apa?"
Kali ini Rihanna tidak akan menahan suaranya lagi. Dia benar-benar terkejut, sampai terbangun dari tempat duduknya.
"Apa maksudmu Raeni? Dia… tewas? Itu tidak mungkin. Bagaimana bisa gadis itu tewas, Rae?"
Sebelum kata-katanya selesai, saat itu juga Rihanna melihat adiknya yang tiba-tiba kesakitan.
"Au!" Raeni tampak merintih sambil memegangi bagian dadanya.
"Raeni!" Sonak itu memantik kecemasan Rihanna. Dia duduk di sisi Raeni untuk menanyai kondisi adiknya itu.
"Kakak!" Raeni menggenggam tangan Rihanna dengan begitu kuat. Tampak dia begitu kesakitan, sampai kata-katanya pun sulit diucapkan.
"Apa jantungmu sakit, Raeni?"
"Iya kak. Rasanya sakit sekali kakak. Aku tidak bisa menahannya kakak!"
Rihanna yang berada di sampingnya tidak tau menau harus melakukan apa untuk adiknya itu.
"Apa sebaiknya kita keluar dari sini saja? Mungkin diluar kita akan bisa melihat surat itu?"
"Kakak benar. Ayo kita keluar…." Raeni menahan sakitnya. Jantungnya tidak akan berhenti berdegup kencang sebelum surat itu datang.
Jadi mereka harus keluar dari kafe itu untuk mencari keberadaan suratnya.
"Pelayan!" Rihanna memberikan bayaran atas jus yang telah mereka pesan itu.
Setelah membayar, Rihanna segera membantu memapah Raeni untuk bisa keluar dari sana.
Mereka pergi dengan meninggalkan bayaran di atas meja. Keduanya harus mencari tempat yang sepi dari kerumunan banyak orang untuk bisa mendapatkan surat yang diinginkan.
Mencari tempat yang sepi, Raeni dan Rihanna berada di gang sempit yang terletak tidak jauh dari kafe tadi.
"Disini! Berbaringlah!" Rihanna membantu Raeni untuk beristirahat sejenak. Dia meminta agar adiknya itu duduk terlebih dahulu di sana, dan bersandar pada dinding di salah satu bangunan.
Tak berselang waktu lama. Sebuah amplop coklat berpita emas pun datang menghampiri keduanya.
Amplop itu datang dengan cara terbang di udara layaknya kapas yang mengambang ringan.
Rihanna mengambilnya, dan ketika amplop tersebut sudah ada di tangannya ketika itu juga rasa sakit pada jantung Raeni hilang.
"Bagaimana, apa rasa sakitnya sudah menghilang?" Dia menanyakannya apakah rasa sakit itu sudah hilang?
"Sudah lebih baik, Kak. Rasa sakitnya sudah perlahan mulai menghilang kak."
"Syukurlah jika seperti itu, kakak lega mendengarnya."
Kini Raeni dibantu untuk bisa berdiri kembali. Rihanna begitu memperhatikan adiknya tersebut.
Disaat bersamaan pula tiba-tiba saja ponsel Rihanna berdering. Dia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang sudah menghubunginya, dan ternyata nomor kontaknya tidak terdaftar dalam daftar nama kontak Rihanna.
"Kakak, apa itu dari dia?" Raeni menduga jika itu adalah nomor yang tidak asing.
"Kakak akan mencoba mengangkatnya."
Walau sedikit takut, namun Rihanna harus menerima telepon itu. Apapun yang akan dibicarakan orang itu, dirinya serta Raeni harus mendengarkan.
Jari telunjuknya ingin menekan tombol itu, namun Rihanna cukup berat untuk menekan tombol terima.
Ditekan, "Iya, Halo!"
Apa yang akan terjadi?
Siapa yang sudah menghubungi Rihanna? Mungkinkah dia orang yang ada di balik pengiriman surat?
Penasaran?