Nerisha menyantap hidangan sarapan dengan lahap, sampai tidak ada satu butir nasi yang tersisa di piringnya. Dia menghapus noda makanan yang menempel di bagian tepi bibir dengan selembar tisu, setelah itu Nerisha meraih ransel yang ada di belakang kursi.
Gadis berseragam SMA di salah satu sekolah elit itu berpamitan dengan kedua orang tuanya dan Natasha melakukan hal yang sama dengan adiknya.
Natasha segera masuk mobil dan disusul Nerisha yang langsung duduk di tempatnya. Mesin mobil dinyalakan dan Natasha lah yang mengendalikan mobil tersebut.
Perjalanan menuju sekolah Nerisha memakan waktu sekitar 30 menit dengan kondisi jalan raya yang tidak macet.
***
"Dah, Kakak. Hati-hati di jalan, jangan mengebut," pesan Nerisha yang telah turun dari mobil.
"Baiklah. Kau juga, jaga dirimu baik-baik. Beritahu Kakak andai terjadi sesuatu. Mengerti?"
Dari balik jendela mobil, Natasha melambaikan tangan dan hal sama dilakukan Nerisha.
Natasha berpamitan dengan Nerisha sebelum akhirnya dia menyalakan mesin mobil dan pergi meninggalkan sekolah.
Nerisha yang telah ditinggal sendiri segera memasuki gerbang, berjalan santai sambil bersiul. Mandang langit cerah dan tak henti-hentinya megucap syukur. Sampai suara seseorang menyadarkannya dari lamunan.
"Nerisha!"
Suara yang sudah tidak asing di telinga. Nerisha berbalik badan dan mendapati Orion yang tengah berlari untuk bisa mendekati dirinya.
"Hai!"
Nerisha membalas sapaan akrab dari Orion. Senyuman terbaik pun ditunjukan gadis berponi itu sementara Orion telah berdiri beberapa meter dengan Nerisha.
"Bagaimana kabarmu? Apa Ibumu baik-baik saja? Kemarin, katamu Beliau sakit, apa kamu sudah memeriksakan kondisinya ke rumah sakit?"
Alis Nerisha naik turun. Kemarin dia berbohong pada Orion perihal Ibunya itu dan tanpa diduga pemuda itu benar-benar menganggap omongannya dengan serius.
"Hm? Kabar Ibu, dia baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Keadaannya sudah lebih baik dari sebelumnya, hanya masuk angin saja. Dia perlu istirahat dan minum obat. Jadi tidak ada yang perlu dicemaskan. "
Sekarang Orion yang menaikan satu alisnya, memandang Nerisha yang menggaruk satu pipinya dan menunjukkan ekspresi tanpa bersalah.
Gadis itu cengengesan sementara Orion tidak tahu arti dari senyuman tersebut. Dia berpikir andai Nerisha berbohong sekalipun pasti dia mengetahuinya.
"Oh, syukurlah jika memang dia baik-baik saja. Aku cukup terkejut ketika mendengar Ibumu sakit. Setahuku dia tidak pernah sakit secara mendadak seperti kemarin. Aku sangat khawatir kalau terjadi sesuatu kepadanya. Jika ceritanya demikian, syukurlah dia tidak sakit parah … Setidaknya tidak perlu dibawa ke rumah sakit untuk ditindak lanjuti penyakitnya. Iya, 'kan Nerisha?"
Nerisha menyimak dengan Santi, sambil bersiul dan melihat ke kiri dan kanan. Orion ikut memandang apa yang sedang Nerisha coba lihat. Namun, dia tidak tahu arti dari sikapnya itu.
Kemarin itu Nerisha pulang tanpa alasan jelas. Gadis berponi tebal itu hanya mengatakan alasannya dengan singkat, yaitu Ibunya sakit secara mendadak dan Orion memercayainya.
"Halo." Orion menegur sambil menepuk bahu Nerisha. Gadis itu terperanjat dan langsung berbicara apa adanya.
"Iya … Ibuku sudah baik-baik saja. Bahkan dia sudah sangat sehat, seperti tidak ada yang terjadi padanya ….," Nerisha mengakuinya demikian dan Orion menganggap itu serius.
"Oh, iya Orion. Omong-omong apa kamu sudah menyelesaikan pembagian kelompok untuk kelas kita? Kamukan ketuanya, jadi kamu harus membagi kelompok kelas kita untuk mengerjakan tugas yang diberikan Guru Sains?"
Nerisha segera mengalihkan pembicaraan yang dapat membongkar rahasianya dengan pembahasan lain. Terutama memang ada tugas sekolah yang harus Orion selesaikan selaku Ketua kelas sekaligus pemimpin kelompok yang ditunjuk langsung oleh Guru.
Orion menghentikan langkahnya, menepuk keningnya dan mengingat sesuatu yang telah dia lewatkan.
"Astaga, aku baru mengingatnya. Terima kasih, kamu sudah mau mengingatkan diriku andai kamu tidak mengingatkan tentang tugas kelompok itu ... Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasib kelas kita yang tidak mengerjakan tugas? Sekali lagi terima kasih, Ya, Nerisha."
Senyum Orion merekah, tatkala perbincangan antara teman itu semakin menarik dan asyik. Nerisha tersenyum tipis sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk berjalan kembali.
Beberapa hari yang lalu Guru Sains telah memberikan tugas pada kelas mereka dan Orion selaku Ketua kelas bertindak sebagai pemimpin yang menentukan jumlah orang dalam setiap kelompok.
Satu kelompok berjumlah lima sampai enam orang dan Orion harus berlaku adil dalam hal pembagian kelompok tersebut, agar nantinya tidak timbul kecemburuan sosial.
"Kamu tidak usah berterima kasih. Sudah sepatutnya aku mengingatkan dirimu agar tidak lupa… Bukankah itu sudah menjadi sifat alami dirimu yang pelupa? Sepertinya sudah sering aku mengingatkanmu, ini bukan yang pertama seingatku?"
Perbincangan mereka masih berlanjut, setelah Nerisha mengejeknya dan perkataan gadis manis itu sama sekali tidak menyinggung Orion. Bahkan pemuda yang bertugas sebagai ketua kelas tersebut menanggapinya dengan santai, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Hahaha … Kamu ini bisa saja. Perkataanmu memang selalu benar, Nerisha. Aku ini memang sering lupa, terutama sedang ada tugas. Seringkali aku melewatkannya, hahaha. Bagaimana bisa orang sepertiku menjadi pemimpin?"
Ikatan pertemanan terjalin erat. Nerisha dipertemukan dengan Orion ketika SMP. Sempat satu kelas sewaktu kelas tujuh, membuat Nerisha mengenal Orion dengan baik, terutama pemuda yang memiliki hobi membaca itu tidak pernah tertutup pada setiap teman, yang membuat Orion mudah dikenal banyak orang.
Nerisha terus mengumbar senyum dan begitu juga dengan Orion yang tidak henti-hentinya tertawa. Hal yang selalu menarik adalah bercerita tentang masa lalu di saat masih SMP.
Tidak ada kata bosan disetiap kenangan yang sudah tercipta. Keduanya berjalan bersejajaran menuju kelas. Ada banyak murid yang berpapasan dengan keduanya. Namun, sama sekali tidak membuat keakraban itu menjadi pecah.
Di sisi berbeda, seorang gadis sebaya dengan Nerisha tengah berdiri di belakang mereka. Baik Nerisha maupun Orion sama sekali tidak menyadari keberadaan gadis tersebut.
Dia berada di sana selama perbincangan berlangsung. Setiap obrolan yang terjadi antara Nerisha dan Orion, dia mendengarnya.
Hatinya terasa ditusuk-tusuk ratusan pisau tatkala melihat keakraban yang terjalin antara Orion dengan Nerisha. Setiap hari tidak ada momen yang membuat gadis bernama Nana itu sakit. Dia menyimpan dendam yang besar pada Nerisha karena Orion lebih memilih dekat dengan Nerisha daripada dia.
Posisinya tidak lah jauh dengan Orion. Namun, Orion tidak pernah melihat keberadaannya, bahkan tidak menyadari hal tersebut.
Nana mengepalkan kedua tangannya, memandang dingin Nerisha yang berjalan bersama Orion tanpa canggung.
"Astaga, kenapa setiap hari mereka semakin dekat saja? Itu membuatku kesal. Kesal! Kesal! Aku sangat kesal! Awas kamu, Nerisha, aku akan membuat perhitungan denganmu, tunggu saja tanggal mainnya!" umpatnya kesal, sebelum akhirnya dia mengikuti Orion dan Nerisha kembali meskipun sakit Nana berusaha menutupinya dan berjalan dengan anggun.
Kelas mereka berada di lantai dua. Nana satu kelas dengan Orion serta Nerisha, hal tersebut pula yang membuat Nana menaruh dendam pada gadis dengan IQ tinggi itu.
****
Jam pelajaran pertama telah dimulai. Seluruh murid berada di tempat masing-masing. Pak Guru dari pelajaran Sains sudah masuk kelas dan telah memulai pelajarannya dengan baik.
"Baik murid-murid karena kita ada tugas kelompok, hari ini Bapak ingin kalian belajar di ruangan Sains sekolah. Bagaimana menurut kalian?" ungkap Guru itu pada semua murid yang hadir.
"Yah, Bapak. Mengapa harus ke ruang Sains? Kenapa kita tidak belajar di dalam kelas saja? Ruang Sains 'kan sangat sepi dan pengap karena kita jarang memakainya. Jadi untuk apa kita belajar di sana, benar bukan temana-teman?" ujar salah satu murid yang langsung mengungkapkan pendapatnya.
"Benar itu, Bapak … Kita tidak pernah memakai ruang Sains itu lagi, mungkin saja tempat itu sudah sangat berdebu dan kotor. Apa mungkin kita harus belajar di sana? Kalau aku tidak pastinya karena itu sangat menjijikan … Benar bukan teman-teman?" keluh murid lainnya yang juga mengutarakan pendapat serupa.
Bukan hanya kedua murid itu saja yang mengutarakan penolakan. Namun, beberapa yang lainnya juga ikut menolak rencana dari Guru tersebut.
Ruangan Sains yang dimaksud sudah lama tidak dipakai untuk pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan beberapa tahun yang lalu terjadi insiden di ruangan tersebut, yang mengakibatkan beberapa murid terluka saat belajar di sana.
Sejak saat itu ruangan Sains tersebut tidak lagi terpakai. Namun, kali ini Guru berparas rupawan dan tinggi itu ingin semua muridnya belajar di ruangan Sains yang telah ditutup tersebut. Akan tetapi, pendapatnya ditolak oleh beberapa murid.
"Tenang! Coba tenang sebentar! Bapak ingin menjelaskannya kepada kalian. Bagaimana Bapak menjelaskannya jika kalian berisik seperti ini. Coba lebih tenang sedikit!"
Kelas pun menjadi gaduh. Pendapat mereka berbeda-beda, ada yang setuju untuk untuk belajar di sana. Namun, tidak sedikit pula yang menolaknya.
Pria yang sudah mengajar selama tiga tahun itu tidak bisa berbuat banyak untuk dapat menenangkan anak didiknya. Dia terus meminta agar semua pihak untuk bisa lebih tenang, tetapi mereka tidak menggubris perkataannya.
Sampai Nerisha yang sejak tadi diam saja akhirnya mengambil tindakan keras.
"Diam! Berhenti kalian semuanya!"
Nerisha berteriak dan memukul meja dengan begitu keras, bahkan sampai bangun dari duduknya. Tatapannya begitu dingin kesetiap murid. Tidak ada yang tidak dia lihat. Seluruh pasang mata menyaksikan betapa mengerikannya tatapan yang gadis itu berikan pada mereka.
Teriakannya berhasil mengembalikan suasana kelas menjadi hening kembali. Setidaknya tidak ada orang yang berani mengeluarkan suara atau mengutarakan pendapat mereka lagi.
"Semuanya sudah diam Pak. Bapak bisa melanjutkan pelajarannya kembali. Silahkan Pak!"
Tidak ada orang yang tidak bergetar ketika teriakan Nerisha serta tatapan matanya yang begitu mengerikan. Bahkan Pria yang bertindak sebagai pengajar itu tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya saat tatapan Nerisha jatuh pada dirinya dan punggungnya sampai berkeringat.
"Baiklah. Terima kasih atas perhatian kalian." Nerisha pun kembali duduk dengan perasaan yang masih kesal serta tatapan mata yang tidak henti-hentinya melihat kesemua murid.
Tindakannya membuat setiap orang menelan saliva dan mereka pun bernapas dengan perlahan. Tidak ingin Nerisha kembali marah seperti tadi.
"Baik. Bapak akan melanjutkan pembicaraan ini secara perlahan agar kalian tidak salah paham dengan Bapak. Bagaimana, kalian setuju bukan?"
Pria 27 tahun itu melanjutkan pelajaran yang sempat tertunda itu sementara Nerisha menunjukan raut wajah yang murung, seperti seseorang yang tidak enak badan.
"Nerisha, kamu tidak apa-apa?"
Orion yang duduk sebangku dengan Nerisha langsung menyadari perubahan sikap temannya itu.
Dia menepuk bahu Nerisha pelan dan gadis itu segera mengangkat wajahnya, memandang kedua manik pemuda tersebut.
"Iya, aku baik-baik saja. Semuanya tidak ada yang perlu dicemaskan," tutur Nerisha demikian.
"Sungguh, tetapi wajahmu terlihat pucat. Kau benar baik-baik saja?"
Orion melihanya, wajah cantik tanpa polesan bedak atau semacamnya itu terlihat lebih putih dari sebelumnya.
"Sungguh, aku baik-baik saja." Nerisha menunjukan senyum terbaiknya dan seolah ingin Orion tidak mencemaskan dirinya secara berlebihan.
"Tetapi?"
"Aku baik-baik saja. Tidak perlu memasang wajah seperti itu. Sebaiknya kau fokus saja dengan pelajaran dan satu hal lagi. Segera pikirkan pembagian kelompok yang sudah Gurur katakan padamu," seka Nerisha yang langsung mengubah topik pembicaraan.
Nerisha mengeluarkan buku yang ada di tas serta alat tulisnya, berusaha membuat dirinya sibuk agar Orion tidak terlalu fokus pada dirinya. Namun, Ketua kelas itu tidak serta-merta langsung memercayainya.
"Baiklah, tetapi jika terjadi sesuatu padamu, jangan sungkan untuk mengatakannya. Aku tidak ingin kamu sakit atau mengalami masalah yang berat, hanya karena kamu memendamnya sendiri. Paham?"
Nerisha pun menganggukkan kepalanya dan membuka mulutnya. Namun, tidak ada kata yang keluar.
Orion pun mengeluarkan buku serta alat tulisnya dan kembali fokus pada pelajaran yang tengah disampaikan Guru. Akan tetapi, dia juga tidak bisa berhenti memikirkan kondisi Nerisha sekarang.
Sesuatu telah mengganggu pikiran Nerisha yang membuat dia menjadi gelisah. Sejak Guru menggatakan ingin memakai ruangan Sains kembali, membuat Nerisha teringat dengan mimpinya kemarin malam.