CINTA PENGANTIN MASA LALU
Chapter 19.
Berlanjut.
Nerisha sudah sampai di rumahnya, bahkan dia juga sudah masuk ke kamarnya dan mengganti pakaian juga. Pikirannya mencari kacau setelah kejadian di sekolah pagi ini.
"Nerisha!"
Tak berselang lama Natasha pun tiba di sana. Dia membuka pintu kamar itu dengan perasaan cemas dan gelisah. Mendengar kabar yang terjadi di sekolah adiknya, membuat Natasha cepat-cepat mengakhiri kuliahnya.
"Kamu baik-baik saja bukan, Nerisha? Kakak mendapat kamar dari Orion, jika kamu pingsan di sekolah tadi?"
Natasha tidak menutupi kecemasannya sama sekali. Dia berlari, sebelum akhirnya memeluk Nerisha begitu erat. Perlu waktu cukup lama, bagi Natasha untuk melepaskan pelukannya. Setelah itu dia memeriksa keadaan Nerisha yang terlihat memang sedang tidak baik itu.
Natasha mencoba mencari-cari, apakah adiknya itu terluka atau tidak? Setelah beberapa saat mencari di tubuh adiknya, dia tidak menemukan luka yang serius di tubuh adiknya tersebut.
"Sudahlah Kakak. Aku baik-baik saja. Untuk hal yang terjadi di sekolah, aku sudah merasa lebih baik. Kakak tidak usah mencemaskannya berlebihan seperti ini," tutur Nerisha memohon. Tampak wajahnya memelas, dan merendahkan tubuhnya.
Natasha tidak serta merta bisa tenang hanya dengan kata-kata saja. Dia belum bisa percaya, sebelum dirinya membuktikan sendiri jika Nerisha itu memang baik-baik saja. Dahinya mengerut, ketika melihat adiknya itu tampak tenang, tetapi agak sedikit kusam.
"Duduklah Kakak!" Nerisha memukul tempat tidur sisi kanan, menagajak Natasha untuk berunding bersama. Sejak kedatangannya, Nerisha merasa kakaknya terlalu bersikap berlebihan. Terutama, ketika memikirkan tentang keselamatannya.
Natasha sendiri menatap sendu adiknya itu. Dia benar-benar tidak bisa berpikir dengan baik ketika sedang panik. Keselamatan adiknya adalah yang nomor satu baginya.
Jika sedikit saja dia mendengar bahwa Nerisha pingsan dan dilarikan ke klinik, maka Natasha akan cemas. Sama seperti sekarang ini. Dia berusaha mengembalikan pikirannya agar lebih tenang lagi.
"Tenanglah kakak. Aku sudah lebih baik. Aku jatuh pingsan hanya karena syok saja," papar Nerisha menjelaskan kondisinya, sebelum jatuh pingsan.
Tidak ada yang Nerisha tutup-tutupi dari Kakaknya. Semua hal tentu tidak luput dari pandangan Natasha.
"Iya, kakak mendapat kabar dari Orion, jika ditemukan mayat seorang murid di ruang Sains, benar bukan?Apa, karena itu kamu menjadi pingsan?"
Natasha mengerutkan keningnya, ketika mengingat kembali perkataan Orion, sebelum dirinya sampai di rumah beberapa saat lalu.
"Benar Kakak. Aku jatuh pingsan karena melihat jasad seorang gadis di dalam ruangan sains sekolah."
"Namun, anehnya. Semula ruangan itu terkunci dan heran sekali petugas sekolah pun tidak bisa membuka pintu yang tergembok itu."
Nerisha menambahkan, kalau ruang sains tersebut sempat terkunci dan tidak ada satu pun, anak kunci yang dapat membuka gembok tersebut. Natasha mengerutkan keningnya, tidak percaya dengan cerita adiknya.
Nerisha terbangun dari duduknya, lalu berjalan untuk beberapa langkah ke depan, sembari berpikir keras. Mengingat-ingat kembali, apa yang telah terjadi di ruang sains, sedetail mungkin.
"Lalu, setelah itu bagaimana? Siapa yang sudah membuka gembok itu? Aku dengar kamu yang berhasil membukanya, benar itu, Nerisha?"
"Itu semua benar Kak, yang kakak dengar itu betul sekali. Aku yang sudah membuka pintu itu, dengan penjepit rambut milikku ini."
Nerisha
Raeni menunjukkannya. Dia memperlihatkan penjepit rambut miliknya kepada Rihanna. Dan apa reaksinya?
"Bagaimana bisa penjepit ini membuka pintu ruangan sains yang terkunci itu? Bukankah kamu mengatakan petugas sekolah itu tidak bisa membukanya dengan kunci biasa? Lalu, mengapa hanya dengan penjepit ini pintunya dapat terbuka."
Pembicaraan ini kian mendalam. Dan tentunya membuat heran pikiran Rihanna. Baik dirinya maupun Raeni tidak bisa menduga jika dengan sebuah penjepit rambut kecil ini bisa bisa membuka pintu yang tergembok itu. Sedangkan sudah banyak kunci yang gagal untuk membukanya.
"Entahlah kakak. Aku juga tidak tahu pasti bagaimana hanya penjepit rambut itu, pintu ruang Sains bisa terbuka? Padahal sebelumnya sudah banyak kunci untuk membuka gembok tersebut."
"Lalu, bagaimana bisa kamu berpikir jika dengan penjepit ini pintu itu akan terbuka?"
"Aku melihatnya dalam mimpiku Kak."
"Mimpi katamu? Apa yang kamu mimpikan, hingga membuatmu melakukan hal tersebut?"
Pembicaraannya terus mendalam. Hingga pengakuan Raeni ini membuat Rihanna kian penasaran.
Dia mengajak Raeni untuk duduk kembali di atas ranjang tidur mereka.
"Ceritakan kepada kakak, apa yang sebenarnya terjadi? Apa mimpi itu, yang kamu mimpikan beberapa hari yang lalu? Jawablah, jika kamu berbohong seperti ini pada kakak, bagaimana bisa kakak membantumu, Raeni?"
Rihanna menggapai kedua tangan Raeni. Dia menggenggamnya dengan penuh keyakinan, jika Raeni akan mengatakan semua hal dengan jujur.
"Sebelumnya aku ingin mengatakan maaf pada kakak, karena aku telah berkata yang tidak jujur kepada kakak…."
Rihanna menyimaknya. Apa pun yang Raeni katakan nantinya, Rihanna tidak bisa seutuhnya menyalahkan Raeni. Dirinya harus menerima apa saja yang terucap di bibir Raeni nanti.
"Katakanlah. Kakak akan mendengarkan semuanya. Kamu harus mengatakannya dengan jujur, atau kakak akan marah kembali kepadamu."
Itulah pesan yang ingin Raeni ingat sampai kapan pun. Dia memiliki kakak yang akan siap berada di sisinya selalu.
"Yang kakak katakan beberapa waktu lalu tentang mimpiku itu adalah benar. Dugaan kakak jika aku bermimpi buruk itu adalah kebenaran, Kak."
Akhirnya Raeni mengakuinya juga. Jika kemarin malam memang dia bermimpi buruk.
"Lalu, apa yang sebenarnya terjadi di dalam mimpi itu? Apakah itu ada hubungannya dengan kejadian yang terjadi di ruang Sains?"
"Entahlah, Kak. Aku juga tidak dapat mengatakannya dengan pasti. Namun, firasatku mengatakan memang itu saling berhubungan."
"Saat kau bermimpi apakah kamu melihat siapa yang ada di dalam mimpimu itu? Dan apakah kamu melihat wajah jasad yang kamu temukan pagi ini di ruang sains sekolahmu, atau tidak? Apakah mereka itu sama?"
"Saat dimimpi, aku melihat gadis itu. Dia sedang berlari ketakutan karena ada sosok hitam yang mengejarnya di belakang."
"Lalu, apa yang terjadi selanjutnya dari mimpimu itu?"
"Gadis itu masuk ke ruang sains untuk bersembunyi di sana. Namun, sosok hitam itu berhasil mengejar gadis itu, Kak. Bahkan sosok itu sampai masuk ke ruang sains ketika gadis itu masuk ke sana."
"Jadi, kejadiannya itu di ruang Sains? Lalu, apa yang terjadi pada gadis itu? Sosok seperti apa yang kamu lihat dalam mimpimu itu?"
"Sosoknya memakai jaket hitam, lalu wajahnya aku tidak bisa melihat dengan jelas karena terhalang oleh topeng, kak. Dan iya, sosok itu juga membawa pisau daging dan gunting besar di tangan kanan serta tangan kirinya."
Ngeri-ngeri sedap ketika mendengarnya. Rihanna baru tahu jika adiknya bermimpi begitu buruk.
Sosok yang diceritakannya sangatlah menyeramkan untuk bisa dibayangkan.
"Lalu, apa yang tejadi lagi? Bagaiman dengan nasib gadis itu?"
"Gadis itu terbunuh di sana Kakak. Sosok itu yang telah melukainya… Aaa! Itu sangat menyeramnya jika diingat kembali."
Raeni menderit didetik-detik terakhir kisahnya. Dia tak mau lagi melanjutkan cerita mimpinya itu, karena itu sangat menyeramkan dan sulit dilupakan.
"Tenanglah, itu hanya sebuah mimpi saja. Dan mimpi hanya bersifat bunga tidur… Sudah tenanglah…."
Rihanna mendekapnya. Dia memeluk Raeni yang tampak ketakutan itu.
"Iya, kakak. Semoga saja itu memang benar hanya mimpi. Dan kejadian yang ada di ruang sains hanyalah kebetulan saja. Aku tidak mau mengingat itu kembali. Sangat mengerikan untuk diingat, Kakak."
"Iya, tenanglah. Itu hanya bunga tidur saja."
Rihanna mencoba membuat Raeni tenang dalam pelukannya. Sedangkan Raeni berusaha melupakan mimpi buruk itu.
Dia tidak akan mengingat itu lagi, dan akan membuang semua keburukan mimpinya jauh-jauh.
Mimpi hanyalah bunga tidur, dan akan tetap seperti itu.
Lalu, kejadian yang terjadi di ruang sains pagi ini tidak ada sangkut pautnya dengan mimpi yang dialami dirinya. Raeni mencoba menenangkan dirinya.
"Sudah, sudah. Kamu akan baik-baik saja. Tenanglah kakak ada di sini untukmu."
Lagi dan lagi dia mengatakan itu. Seorang kakak memang sepatutnya selalu ada untuk kakaknya. Sama halnya dengan Rihanna. Dia akan ada di sisi Raeni selalu.
Lalu, benarkah mimpi Raeni itu memiliki keterkaitan dengan kejadian di ruangan sains pagi ini?
Penasaran?