Ha! Ha!
Seorang remaja putri berseragam SMA dan berlapis switer merah muda tampak tengah berlari di antara lorong-lorong sekolah yang gelap dan sunyi.
Terlihat jelas wajah gadis memakai rompi sekolah itu yang begitu pucat dan ketakutan. Sesekali dia melihat ke belakang untuk memastikan apa orang aneh yang sama sekali tidak dikenalnya masih mengejar atau tidak di belakang.
"Ingin lari kemana, kau! Jangan coba-coba lari dariku, anak manis!"
Suara itu terdengar begitu mengerikan di telinga ditambah dengan keadaan sekitar yang gelap gulita menambah kesan seram dan menakutkan bagi remaja cantik itu. Serta membuatnya kian frustasi karena harus terus berlari tanpa henti.
"Tolong, siapapun! Tolong selamatkan diriku dari dia! Orang itu ingin membunuhku, tolong!"
Sekuat apa pun teriakannya, suaranya tidak akan terdengar karena di tempat ini memang sudah tidak ada orang di jam segini, yang ada hanya gedung-gedung sepi tanpa penghuninya.
"Hahaha … Berteriak lah sesuka hatimu, pastinya tidak akan ada orang yang akan mendengar suaramu … Hahaha!"
Tawa horor yang terdengar begitu keras dan berat, membuat remaja putri tersebut kian histeris ketakutan.
Dia harus terus berlari untuk tidak tertangkap oleh orang yang berpenampilan serba hitam layaknya Slender Man yang ada di film-film.
Remaja cantik yang masih memakai seragam itu tidak mengetahui dengan jelas, siapa orang di balik pakaian hitam tersebut karena wajahnya yang tertutup topeng dan memakai topi sehingga wajahnya tak bisa terlihat jelas oleh matanya.
Namun, yang dia ketahui seseorang yang mengejarnya sedari tadi bersuara lantang layaknya seorang pria dewasa dan dia juga membawa pisau daging di tangan kanannya. Lalu, di tangan kiri membawa gunting yang sangat besar, seperti gunting untuk memotong rumput.
Entah, motif apa yang diinginkannya dengan mengejar remaja itu? Sepertinya, dia ingin membunuh seseorang yang tak berdosa atau, ada motif lain dari pengejarannya tersebut?
Napasnya mulai terengah-engah. Namun, dia harus tetap berlari andai ingin melihat matahari terbit esok hari.
"Tolong! Siapapun tolonglah aku! Ada yang ingin mencoba menghabisi nyawaku! Siapapun tolonglah aku!"
Dia terus berlari untuk menemukan jalan keluar dari sekolahnya. Lorong-lorong panjang dan setiap koridornya telah dilewati. Namun, tetap saja pria yang membawa pisau dan gunting dapat mengejarnya di belakang.
Bagaimana dia tahu seluk-beluk dari sekolahnya? Sedangkan, gadis dengan wajah oval itu yakin jika dia belum pernah sekalipun berjumpa dengan orang berpenampilan tersebut di sekolah?
Kemungkinan, pria yang malu menunjukan wajahnya dan membawa pisau adalah seseorang yang sudah sangat mengenal semua area di sekolah, sampai di setiap lobang semut pun dia mengetahuinya.
Berlari dan terus berlari, hingga gadis tak berdosa itu terpojok di salah satu kelas. Di antara semua gedung, ruangan Sains inilah yang tidak terkunci. Mungkin petugasnya lupa untuk menguncinya atau apalah itu, yang pasti itu menjadi kesempatan bagi remaja putri itu untuk bisa bersembunyi. Setidaknya dia akan aman, jika berada di ruang Sains, kemungkinan besar?
Tanpa pikir panjang dia langsung masuk dan segera mungkin menutup pintunya. Namun, diwaktu yang bersamaan pula.
Orang berpakaian hitam dan membawa pisau itu berhasil menggapai gagang pintu secara cepat, menarik daun pintu bersamaan dengan gadis itu yang ada di dalam sana.
"Aaa!"
Terdengar suara jeritannya juga karena takut, remaja dengan rambut sebahu itu melepaskan gagang pintu, lalu berusaha untuk mundur ke belakang. Lebih baik dia melakukan hal tersebut atau orang itu akan mudah menangkapnya.
Tidak mungkin baginya untuk lari keluar sebab pastinya akan tertangkap dengan mudah oleh pria bertopeng yang membawa pisau di tangan kanan.
Remaja cantik dengan rambut sebahu dan poni tebal itu terus mundur ke belakang. Dia tidak tahu harus pergi kemana lagi dengan posisinya yang benar-benar terpojok di ruangan Sains yang gelap.
Pria bertopeng yang entah siapa namanya dengan sengaja mengacungkan pisau daging besar tepat di hadapan korbannya. Wajah gadis lugu itu seketika pucat pasif seolah seluruh darah tidak ada lagi di tubuhnya.
"Aaa!" Suara jeritannya sama sekali tidak membuat manusia di balik topeng menyeramkan itu menyerah begitu saja atau merasa kasihan.
"Jangan Tuan! Saya mohon kepada Tuan untuk membebaskan saya … Saya tidak ingin mati di sini Tuan. Tolong maafkan saya, Tuan! Usia saya masih sangat muda Taun. Apakah Tuan tega membunuh anak seperti saya ini?"
Derai air mata menetes deras membasahi pipi. Suaranya tersedu-sedu memikirkan hal buruk yang akan terjadi di depan matanya. Meski mustahil. Namun, gadis itu memohon untuk dilepaskan.
Dia juga menggosok-gosokan tangannya, meminta agar orang yang ada di balik topeng mau memaafkannya dan tidak membunuhnya di sana tanpa alasan jelas.
Pria itu tidak menggubrisnya. Sebaliknya dia tertawa begitu lantang. Seakan-akan rasa permohonan dari remaja cantik tersebut bukanlah apa-apa baginya dan nyawa dari gadis yang telah berkeringat dingin itu seperti sebuah permainan yang menyenangkan, serta memuaskan hatinya.
"Tolong! Saya tidak mau mati Tuan! Saya masih ingin bersekolah dan hidup! Saya masih memiliki keluarga yang harus saya jaga dan bantu kehidupannya ... Ibu saya sedang sakit. Saya harus bekerja untuk keluarga andaipun saya tiada bagaimana dengan kehidupan keluarga saya, nantinya Tuan?"
Beberapa langkah lagi ke belakang. Wajah gadis itu semakin pucat dan begitu ketakutan. Lalu terjatuh ketika di belakangnya sudah tidak ada jalan lagi.
Dia terpojok di antara barang-barang Sains yang tidak berguna. Bagaimana tidak berguna, tidak ada satu pun barang yang dapat dipakai untuk menyerang atau memberi perlawanan berarti. Sekarang gadis itu berada dalam posisi tersudut.
Tak tahu harus kemana, sedangkan pria yang memakai topeng dan pisau di tangan kanan kini sudah begitu dekat. Kian dekat bahkan sudah sangat dekat.
Suaranya yang besar membuat telinga menjadi sakit. Bahkan sekarang remaja itu dapat melihat topeng yang terpasang di wajah orang tersebut.
Dia terus mendekat, sementara gadis mungil itu tidak tahun harus melangkah kemana lagi? Tidak ada cukup waktu baginya untuk melarikan diri, atau mencoba melawan karena tidak ada barang berukuran besar yang dapat digunakan sebagai senjata.
Pria itu sudah berdiri di depan mata. Tanpa pikir panjang ...
"Yaaa!" Pisau dan guntingnya diangkat secara bersama-sama. Secara bersamaan pula dia tanpa bersalah melakukan hal yang tak akan pernah dimaafkan orang lain. Dosa terbesar ….
"JLEB …."