"KAK HANDUK!"
Aku yang sedang asik menonton Upin Ipin di televisi merasa terganggu oleh teriakan adikku dari lantai dua, kamarnya.
"KAK MINZU PACARNYA JUNGWON ENHA TOLONG BAWAIN GUE HANDUK!"
Aku berdecak kesal lalu bangkit dari tempat dudukku. Kenapa anak ini lupa dengan handuknya?
Aku menaiki tangga dengan menghentakkan langkah kakiku. Sesampainya di dalam kamar Riki, aku langsung membuka lemari bajunya untuk mencari handuk putih.
Sepertinya aku harus merelakan episode es Kepal itu.
Setelah itu, aku langsung mengetuk pintu kamar mandi untuk memberi kode bahwa aku sudah berada di depan pintu.
Pintu terbuka.
"Makanya kalau mandi itu inget handuk" omelku yang membuat Riki memunculkan kepalanya dari balik pintu.
Riki hanya cengengesan lalu menutup kembali pintu kamar mandi sambil melanjutkan konsernya dengan lagu blessed-cursed milik Enhypen.
Lagu kesukaanku yang kemarin baru rilis.
Aku menghela nafas, sebelum akhirnya pergi turun kebawah untuk membuatkan Riki sarapan. Sarapan pagi ini tidak terlalu mewah, hanya cukup dengan Roti Bakar dan Bungeoppang saja.
Roti Bakar untukku dan Bungeoppang untuk Riki.
Saat membuat adonan Bungeoppang, aku salah fokus pada Riki yang turun dari tangga sambil mengusak-usak rambut hitamnya yang basah, dia menggunakan baju kaos hitam dan celana jeans hitam pendek membuatnya terlihat keren.
"Ada yang bisa gue bantu?" Tanya Riki setelah masuk area dapur.
"Gak ada, udah lo duduk aja disana. Biar gue aja yang masak" ucapku sambil mengaduk adonan Bungeoppang.
"Harusnya gue yang ngomong gitu. Hari ini gue libur, biar gue aja yang masak. Gue mana tega liat lo masak, habis itu pergi kerja lagi" jelas Riki sambil meletakkan tepung ke dalam lemari kaca.
"Kan biasanya juga gini, Riki" ucapku lembut lalu berpindah tempat ke kompor untuk menyiapkan penyetakan.
"Udahlah kak, nurut aja sama gue. Liat muka capek lo. Gue tau, lo baru pulang kerja jam dua pagi tadi" jelas Riki membuatku terkejut.
Jadi itu artinya..
"Lo begadang Rik?"
"No, hitungannya gue gak bisa tidur. Gue mana tenang enak-enakan tidur sedangkan kakak gue yang cantik ini kerja keras nyari uang buat biayain gue sekolah" jelas Riki yang membuatku tersentuh.
'Kakak gue yang cantik' katanya?
"Kan gue udah bilang. Kalau jam sepuluh malam gue belum pulang juga, tidur duluan aja Riki" ucapku kesal campur gemas dengannya.
Riki tertawa kecil menatapku.
"Udah, biar gue aja yang masak. Lo mandi aja sana."
Riki mendekatkan wajahnya, ingin membisikkan sesuatu padaku.
"lo bau kak."
"NISHIMURA RIKI!" pekikku keras yang mungkin membuat burung-burung di pohon terbang ketakutan.
Oke alay.
***
Aku sudah sampai di depan cafe Brown Peach yang menjadi sumber untuk mencukupi kebutuhan hidupku dan Riki. cafe ini sudah berdiri dua belas tahun lamanya. Pemilik cafe ini bernama Kang Taemin, aku sering memanggilnya kak Taemin. Dia sangat baik, selama bekerja disini dia selalu membantuku dalam segi hal apapun. Kata dia, aku sudah di anggap seperti adiknya.
Cafe Brown Peach ini banyak dikunjungi oleh siswa, mahasiswa, dan para pekerja yang tidak sempat meminum kopi di rumah. Bangunan cafe ini bertingkat dua, di depan cafe hanya di hiasi dengan tanaman bunga hias. Di sisi kanan pintu masuk terdapat papan tulis menu yang sudah di tulis olehku, dan ada penempatan payung hujan agar mereka yang ingin datang ke cafe disaat hujan, tidak bingung untuk meletakkan payung dimana. Dan cafe dengan dua lantai ini memiliki jendela kaca tembus pandang, jadi itu juga akan membuat pejalan kaki ingin merasakan minuman yang ada di cafe. Selain itu, jendela kaca tembus pandang ini juga berguna untuk pasangan-pasangan yang kurang percaya dengan pasangannya.
Kali aja keciduk selingkuh, kan?
"Selamat pagi!" Sapaku saat memasuki cafe.
Di dalam cafe, ada lima belas meja, masing-masing meja terdapat dua sampai empat kursi untuk pelanggan yang ingin minum disini. Ada juga Wi-fi untuk pelanggan yang ingin mengerjakan tugas di cafe. Dan untuk di lantai dua, cafe ini menyediakan dua puluh meja dan dua kursi di masing-masing meja. Jadi, lantai atas memang full meja untuk pelanggan. Sedangkan di lantai satu terdapat ruang kak Taemin, ruang Karyawan dan dapur. Disini, dapur dan meja kasir menjadi satu.
Aku mengernyit saat tidak menemukan siapapun di dalam cafe. Aku melangkah memasuki ruang ganti karyawan untuk meletakkan tasku. Ternyata sudah ada tas teman-teman julidku, tapi kemana perginya mereka?
Aku coba untuk mencari mereka ke dapur, dan benar saja. Suara mereka terdengar sampai keluar ruangan. Saat kubuka pintu itu, mereka semua kompak melihat ke arahku. Ningning duduk di atas meja, Sunoo duduk di kursi bersama Jihoon dan Haechan yang sedang berdiri sambil melipat tangannya di dada.
"Suara kalian kedengeran sampai keluar, syukurnya gue yang masuk coba kalo kak Taemin?" Ujarku membuat mereka terkekeh.
"Lo tau bakal ada karyawan baru gak, Min?"
Aku menaikkan kedua alisku, "karyawan baru?"
"Adik temannya kak Taemin," jawab Ningning.
Aku hanya mengangguk saja, bukan kah itu bagus? Jadi cafe ini setidaknya punya dua karyawan yang anti julid.
"Kapan dia mulai kerja?" Tanyaku penasaran.
"Hari ini."
Aku hanya ber-oh ria saja.
"Yaudah, gue nyiapin peralatan dulu ya." Ujarku yang hendak meninggalkan teman-temanku.
"Lo gak mau ikut gabung, Min?" Tanya Jihoon.
"Kalian aja, gue mah inget karma selalu ada kalau kita ngomongin orang di belakang."
Ucapanku mampu membuat mereka diam. Aku pun keluar memilih untuk keluar dari dapur, masih banyak yang harus di persiapkan dan mereka memilih untuk membicarakan orang yang belum tentu fakta.
Tapi kalo fakta, yaudah si.
Setelah menutup pintu, aku salah fokus pada gadis cantik dengan surai hitamnya yang panjang, tinggi bak model ternama dan wajah bak Dewi ini sedang memandangi menu-menu yang ada di cafe ini sambil tersenyum tipis.
"Permisi, ada yang bisa saya bantu?"
Gadis ini langsung menolehku. Dia tersenyum manis sebelum berkata,
"Saya Heilla Kim, ingin bertemu dengan Manager cafe ini. Taemin Lee."