Dari sekian banyaknya siswa di sekolah ini, kenapa aku harus bertemu dengan anak ini?
Dia adalah Jay Park, cucu pemilik sekolah. Dari pakaiannya saja kita bisa tahu anaknya seperti apa. Baju kemeja yang di lipat hingga siku, dasi yang longgar, tidak menggunakan almamater sekolah, dan rambut ala badboy. Sudah jelas, kan? Dia terlihat seperti seorang preman...tampan. Sorotan mata yang tajam bagaikan burung Elang ini mampu membuat nyaliku menciut.
Tenang, aku tidak akan menceritakan kisahnya selama bersekolah disini. Terlalu panjang dan alurnya itu-itu aja. Masuk BK, klarifikasi, buat kesalahan baru, masuk BK, klarifikasi.
"Lo gapapa?"
E-eh? Tumben?!
"Gapapa."
Jay hanya melirik, setelah itu pergi meninggalkanku sendiri mematung sambil menatap punggungnya yang menjauh dariku.
Itu tadi Jay si pembully itu, kan? Atau aku salah orang? Harusnya aku di pukul hingga aku meminta ampun padanya tapi kok ini-
"Minzu!"
Astaga, siapa lagi ini?
Saat aku menoleh, ada sosok siswa yang terlihat lucu di tambah lesung pipinya yang semakin membuatnya terlihat manis, pakaiannya...tipikal Ketua Kelas. Siapa dia? Aku tidak mengenalnya. darimana dia tau namaku? Jangan-jangan dia-
"Nishimura Minzu, kan? Kenalin gue Jungwon Yang" ucap siswa tersebut mengulurkan tangannya.
Aku menjabat tangannya.
"Lo ketua kelas 3-2?" Tanya Jungwon dan aku mengangguk.
"Pak Gio minta lo ke ruang guru sekarang, katanya ada yang mau di omongin. Mau gue anter?" Tawar Jungwon.
"Sekarang?"
Jungwon mengangguk sebelum berkata, "pak Gio minta sekarang."
"Gue denger, lo kerja di cafe ya?" Tanya Jungwon.
Aku tidak berekspetasi kalau dia akan menanyakan itu. Iya, dia yang mengantarku ke ruang guru.
"Iya" jawabku singkat.
Mataku berkeliling menatap kelas-kelas yang kami lewati. Rata-rata Guru Wali mereka sudah masuk untuk mengecek keadaan anak-anak mereka sebelum pelajaran dimulai.
"Dari kapan lo kerja disana?" Tanya Jungwon yang sepertinya penasaran.
"Lo gak perlu tau" jawabku tanpa menoleh ke arahnya.
Maaf Won, kamu memang menarik. Tapi, mengintip kelas lain lebih menarik.
"Ah iya, tadi pagi gue liat ada siswa yang masukin sesuatu ke loker lo. Loker lo nomor 31 Minzu, kan?"
Aku menghentikan langkahku, begitu juga dengan Jungwon.
"Lo tau siapa dia?" Tanyaku dengan suara pelan.
"Enggak, dia pakai hoodie abu sama penutup kepalanya jadi gue gak bisa liat jelas siapa itu."
Jungwon meringis heran. "Jadi bukan temen deket lo?" Tanya Jungwon dan aku menggeleng.
Sudahlah. Seiring berjalannya waktu, akan ketahuan siapa si pengirim itu.
***
"Riki lo ngapain masuk anjir!"
"Lah emang kenapa?" Tanyaku sebelum duduk di tempat dudukku.
"Kan gue suruh istirahat dulu di rumah Rik! Lo mau tiba-tiba ada di UGD? Enggak, kan?"
Belum apa-apa, ni anak udah UGD bahas nya.
"Taki dengerin gue, gue gapapa sumpah demi apa pun. Lagipula gue gak mau ninggalin kakak gue berangkat dan pulang sekolah sendirian" jelasku dan kulihat Taki diam dengan ekspresi yang sulit kujelaskan.
"Lo sesayang itu sama kakak lo?"
Aku tersenyum lalu mengangguk.
"Lebih dari hidup gue."
***
Ini adalah hari terakhirku pulang sekolah pukul satu siang. Mulai besok sekolah kami menerapkan full day school. Bagaimana dengan pekerjaanku? Aku akan mengambil shift malam, begitu juga dengan teman-temanku di cafe. Aku melirik Riki yang sedang menonton animasi Doraemon dengan serius. Ah iya, aku sedang membuat jus semangka. Tadi aku sempat pergi ke Supermarket bersama Riki lalu salah fokus dengan Semangka. Saat sampai di rumah, Riki keras kepala ingin memakan semangka dengan garam. Dia memang seperti itu, bahkan dia minta strawberry di microwave. Kami berdebat sampai akhirnya dia mengalah.
Sepertinya dia merajuk.
Setelah selesai, aku langsung meletakkannya di hadapan Riki. Lalu aku kembali ke dapur untuk mengambil tasku. Hari ini aku kerja, dari jam dua sore hingga jam dua belas malam nanti. Pakaian yang aku pakai, hoodie putih, celana panjang lalu sepatu putih. Rambut panjangku, aku kepang satu.
Cantik, bukan?
"Kak, jangan pulang malem."
Aku menoleh ke arah Riki yang masih fokus menonton TV.
"Tumben, kenapa emangnya?"
"Pokoknya jangan pulang malem, jangan pulang lewat dari jam sepuluh malem. Kalau jam sepuluh malem lo juga belum pulang, gue jemput" ucap Riki lalu menatapku dengan tatapan tajamnya...?
"L-lo kenapa sih Rik?"
Takut? Iya lah anjir! Jarang si Riki kayak gini!
"Gapapa."
***
Seperti biasa, aku pergi ke dalam ruang karyawan terlebih dahulu sebelum bekerja.
"Hai semua!"
"Hai!"
"Akhirnya lo masuk lagi, Min!"
"Aimissyuu Minzu!"
"Minzu! Akhirnya lo kerja lagi!"
Aku rasa ada yang memelukku dari belakang. Aku tahu, dia adalah Heilla, suaranya masih terasa asing di telingaku.
"Eh i-iya" ucapku canggung.
"Lo gak masuk kerja sehari, tapi bagi gue lo gak kerja selama sebulan Min!" Ucap Heilla sambil tertawa centil..?
Aku melirik teman-temanku yang sedang berada di loker seberang. Mereka menatap tajam ke arah Heilla.
Well, i have to do it right now.
"Haha, gak usah berlebihan kali Heil, mending lo lanjut cuci piring. Customer udah makin banyak yang dateng so, we have to work faster!" Ucapku lalu tertawa kecil.
Terlihat jelas di raut wajah Heilla berubah.
"Oke!" Jcap Heilla lalu pergi ke dalam dapur untuk melanjutkan cuci piringnya.
"Sial, alay banget tuh anak!" Ucap Haechan kesal.
"Wiliipin li gik kirji sihiri, tipi bigi gii li gik kirji silimi sibilin min" ejek Jihoon.
"Dari dulu sampai sekarang gak pernah berubah ya si Heilla" ucap Ningning heran.
Kulirik Sunoo, ternyata dia juga melirikku. Ada apa ini?
"Udah, ayo lanjut kerja" ajakku dan mereka semua mengangguk.
"Minzu tunggu!"
Aku menoleh ke arah Sunoo, aku juga sempat melirik teman-temanku yang keluar dari ruangan. Hanya tersisa aku dan Sunoo saja disini.
"Kenap-"
D-dia tiba-tiba memelukku.
"I miss you."
Aku tersenyum lalu membalas pelukannya.
"Gue cuma sehari gak kerja Noo" ucapku lembut.
"Tapi tetep aja i miss you pokoknya!"
Aku merenggangkan pelukannya, kulihat dia mempoutkan bibirnya. Hahaha lucu.
"Yaudah, ayo kerja!" Pekik Sunoo excited.
"Nanti lo pulang jam berapa, Min?"
"Gue harus pulang cepet, si Riki minta gue pulang gak lebih dari jam sepuluh" jelasku.
Sunoo menampilkan ekspresi '???' nya.
"Tiba-tiba?"
Aku mengangguk.
Tidak, aku tidak memiliki hubungan khusus dengan Sunoo. Aku dan dia hanya sahabat yang sudah hidup bersama selama enam belas tahun dan terpisah dua tahun. Saat tahu orang tuaku bercerai, keluarga Sunoo mengajakku untuk tinggal bersama mereka tetapi aku menolaknya dengan sopan.
Hanya dia yang setia menjadi temanku saat aku mengeluh dan menangis selama ini.
***
Aku duduk di balkon sambil menikmati pemandangan kota malam di Seoul. Baku bisa melihat gedung tinggi dengan lampu-lampu yang menghiasinya.
Aku menoleh jam dinding kamarku, ternyata masih pukul sembilan malam.
Aku melirik coklat panasku lalu aku meneguknya. Aku masih berpikir tentang penyakit itu. Apakah iya? Tapi seperti tidak mungkin karena, di keluarga kami tidak ada riwayat penyakit itu.
Apa aku harus searching?