Ditengah perjalanan, dari kejauhan aku melihat Nico bersama dengan seorang perempuan, sepertinya mereka sedang berdebat. Perlahan aku menjalankan mobilku, setelah aku melihat dengan jelas siapa sosok perempuan tersebut, aku menghentikan mobilku.
"Ada hubungan apa mereka sebenarnya?" lirihku menatap keduanya dari dalam mobil.
Mobil aku hentikan ketika tak jauh dari mereka berdiri saat ini. Namun, sepertinya mereka tidak menyadari ada sepasang mata memperhatikan keduanya.
Nico nampak mengusir perempuan itu dengan mengacungkan telunjuknya. Namun, tidak dihiraukan olehnya. Tangan perempuan itu berusaha memeluk Nico. Tapi dengan entengnya Nico mengibaskan tangan perempuan itu.
Tin...! Tin...!
Suara klakson aku bunyikan. Nampak keduanya menoleh ke arahku. Kemudian Keyla menatap wajah Nico kembali dan memegang kedua tangannya. Sementara Nico berusaha memperhatikanku dan mungkin ia lebih mengenali mobilku. Kembali ia mengibaskan tangan Keyla dan berjalan ke arahku.
Ketika Nico sampai didekat mobil, aku menurunkan kaca mobil dan melihat ke arah Nico.
"Reyna, bisa kamu turun dulu sebentar," pinta Nico padaku.
"Ada apa, Pak?" tanyaku.
"Sudah! Kamu turun saja dulu!" dia memerintahkan. Aku hanya mengangguk. Kemudian turun dan berdiri tepat di hadapannya. Ada rasa debar kian memburu ketika pandangan kami saling bertemu.
Keyla berjalan dengan tergesa ke arahku. Memandangku dari ujung kaki hingga ujung rambut. Kemudian memandangi mobilku dengan penuh jeli.
"Wah, kamu rupanya. Sudah jadi orang kaya sekarang?" tanya Keyla sinis. Sementara aku hanya mengulas senyum.
Degub jantungku kian terpacu cepat ketika Nico dengan tiba-tiba meraih tanganku dan menggenggamnya erat.
Mata Keyla melolot tajam ketika melihat pemandangan ini di depan matanya. "Ka-kalian, ngapain berpegangan tangan seperti itu?" tanyanya seolah sangat terkejut.
"Kenapa? Ada masalah denganmu? Dia adalah calon istriku?" jawab Nico dengan santainya.
Aku terperangah mendengar jawaban Nico. Dengan percaya dirinya ia mengakui aku sebagai calon istri di depan, Keyla. Begitupun juga dengan Keyla. Ia nampak sangat terkejut dengan pengakuan Nico.
"A-apa?" tanya Keyla memastikan jawaban dari perkataan Nico.
"Aku tidak perlu mengulang kata-kataku. Aku rasa sudah sangat jelas," jelas Nico.
Keyla nampak geram menatapku dan Nico. Matanya nyalang merah menyala dan kedua tangannya mengepal.
Aku dan Nico kembali masuk ke dalam mobil masing-masing. Sementara Keyla masih berdiri. Ada raut wajah penuh amarah dan kebencian yang ia tujukan untukku.
********
POV REYHAN
Sampai sekarang aku bahkan belum bisa mengikhlaskan Reyna. Maafkan, aku Reyna yang masih belum bisa melupakanmu dan rasanya aku juga tidak pernah ikhlas, jika suatu saat kamu mendapatkan pengganti diriku. Aku ingin kembali padamu, Reyna. Meskipun itu tidak mungkin bagimu akan menerimaku kembali. Tapi aku akan berusaha untuk bisa kembali padamu.
Kamu sosok istri yang penurut dan tidak pernah menuntut dan pastinya juga setia. Berbanding terbalik dengan Keyla. Entah kenapa dulu aku menyia-nyiakan istri sempurna sepertimu. Demi untuk mengejar cinta Keyla. Perselingkuhan itu memang sangat indah dan nikmat. Tapi berujung penyesalan dan kesedihan yang berkepanjangan.
"Pak Reyhan, ngelamun?" tanya Jodi supir pribadiku beberapa kali. Membuatku terperanjat kaget.
"Pak Nico baik-baik saja?" tanya Jodi selanjutnya.
"Ti-tidak apa-apa. Aku baik-baik saja, Jodi," jawabku. Kemudian beranjak bangun dari sofa ruang tengah.
"Maaf, Pak. Apa kita jadi untuk pergi hari ini?" tanya Jodi.
Aku mengernyitkan dahi, mencoba mengingat apakah ada jadwal keluar untuk hari ini. "Ok! Kita berangkat sekarang," ucapku setelah mengingat jika aku akan pergi ke sebuah restoran untuk menemui, Bagus.
Aku dan Jodi pun bergegas menuju garasi mobil. Jodi menginjak pedal gas dan mengemudi mobil dengan kecepatan sedang.
Setelah empat puluh menit, aku pun sampai di sebuah restoran yang aku janjikan. Nampak di sana Bagus sudah datang dan menungguku.
Bergegas aku mendekati Bagus. Kemudian, duduk berhadapan dengannya.
"Informasi apa yang kamu dapatkan tentang, Keyla?" tanyaku menyelidik.
"Semuanya menjadi runyam, Pak," jawabnya membuatku tersentak.
"Maksud kamu?" tanyaku penasaran.
"Ibu Keyla, betuk-betul sudah menjual perkebunan milik Pak Nico yang berada di daerah Jawa Barat itu," jelasnya.
Mendengar jawaban dari Bagus kepala terasa mendapatkan bogem yang super dahsyat. Aliran darah terasa berhenti. Rahangku mengeras dan aku kepalkan kedua tanganku siap untuk menghancurkan apa saja yang ada di depanku saat itu. Namun, tidak mungkin kalau aku memukul Bagus.
"Betul-betul keterlaluan, Keyla. Dia menjual yang menjadi asetku tanpa sepengetahuanku," geramku.
"Dan sepertinya Ibu Keyla tidak hanya berhenti di sini, Pak," ucap Bagus selanjutnya.
"Apalagi yang akan dia rencanakan?"
"Jika kondisi dibiarkan seperti ini lebih lama lagi, maka perusahaan akan gulung tikar, Pak. Dan sepertinya Ibu Keyla sangat berambisi untuk memiliki perusahaan atas namanya," Dimas menjelaskan.
"Sepertinya dia harus mendapat hadiah ulang tahun itu," ungkapku.
Bagus sepertinya tidak paham apa yang aku katakan. Namun, ia tidak akan berani mencampuri urusan rumah tanggaku tanpa permintaanku.
"Bagus, tolong kamu selidiki semua tentang, Ibu Keyla. Jangan sampai lengah seperti ini lagi. Saya sudah kecolongan perkebunan itu," ungkapku pada Bagus.
"Baik, Pak," jawab Bagus singkat.
Setelah semuanya selesai kami pun pergi dari restoran tersebut.
Ditengah perjalanan aku melihat mobil Keyla. Bagaimana ia bisa keluyuran pada saat jam kerja seperti ini. Mau kemana dia.
"Jodi, bukankah mobil yang di depan itu mobil milik Ibu Keyla?" tanyaku memastikan.
Jodi pun melajukan mobilnya hingga berada tepat di belakang mobil Keyla. "Iya, betul, Pak. Itu mobil Ibu Keyla," jawab Jodi sangat yakin.
Aku meraih ponselku yang berada di saku jasku. Dengan lihai jariku mencari nama Keyla di daftar kontak teleponku.
Aku pun mencoba untuk menghubungi Keyla. Panggilan berdering. Kemudian diterima oleh Keyla.
"Hallo, Mas Reyhan! Ada apa?" sapanya dari sambungan telepon.
"Kamu di mana?" tanyaku penuh drama kelembutan.
Ia pun terkekeh mendengar pertanyaanku. "Iya aku kerja, Mas. Ada di kantor sekarang. Sudah dulu ya, ada berkas menumpuk yang harus segera aku selesaikan sekarang," jawabnya. Kemudian mematikan panggilan telepon sepihak.
Semakin hari ia semakin bertingkah dan kurang ajar. Gemuruh di dalam dada semakin bergejolak. Rasanya sudah tak bisa untuk aku pendam. Apalagi untuk bermanis-manis padanya.
"Jodi, kamu ikuti terus mobil, Ibu Keyla! Jangan sampai kehilangan jejak," titahku pada Jodi.
"Baik, Pak!" jawab Jodi singkat. Pandangannya tetap lurus ke depan dengan tangan fokus menyetir.
Sampai di depan sebuah hotel, mobil Keyla nampak berbelok ke arah hotel tersebut. Jodi pun mengikuti dari kejauhan. Dan pandanganku tidak pernah lepas ke arahnya.
Nampak Keyla turun dari mobil. "Untuk apa dia datang ke sini?" gumamku. Namun, aku terperanjat kaget ketika tak lama dari mobil Keyla, turun seorang laki-laki.
Mereka bergandengan tangan mesra memasuki hotel tersebut. "Awas, Keyla! Lihat saja apa yang aku lakukan untukmu," ancamku