Chereads / Klaraden / Chapter 4 - Ya udah, Hati-hati ya

Chapter 4 - Ya udah, Hati-hati ya

Klara bangun, kepalanya pusing, diluar terdengar suara menggema laki-laki tertawa renyah.

Sejak kejadian canggung tadi Klara tidur dan baru terbangun, hampir jam sepuluh malam, pantas saja kepala Klara pening.

Mengintip, siapa saja yang sedang bersenang-senang dengan tawa yang saling bersahutan.

Kerongkongan Klara terasa haus sekali.

"Hai Masayu Klara Alea"

Klara menoleh dengan tertawa kecil, malu juga masih dengan wajah bantal, baju dress cantik yang sudah kusut.

"Kak Jilto," sapa balik Klara.

Mata Klara langsung tajam perpapasan dengan Raden, rasa bersalah jadi mengalir kembali.

"Baru bangun? Kamu sakit?" tanya Jilto lagi, bernada perhatian membuat Raden makin memanjangkan leher ingin mendengar jelas. Nama asli kak Jilto adalah Ajil Dito, cuma lebih akrab Jilto saja.

"Iya ka, lagi revisian." Klara beralasan.

Klara membuka lemari es dengan perasaan kecewa, tidak ada makanan tersisa, ini pasti bang Klafa biang kerok.

Klara terduduk meneguk dua gelas penuh, berharap rasa lapar bisa hilang begitu saja.

"Anter gua beli makan dong."

Raden memainkan mata, sedang sibuk menggambar wajah dan sedikit ornamen abstrak. Klara sekali lagi menyenggol lengan Raden.

"Anter dong," ulang Klara lebih pendek.

Si empu lengan jadi menoleh, melihat Klara.

"Kemana? Nanti tiba-tiba batal," sindir Raden.

"Anter Dilto aja deh," tolak Raden.

Klara memukul keras punggung Raden, padahal dia sadar memanggil Raden agar bisa meminta maaf. Melihat perlakuan Raden begitu membuat Klara berubah pikiran.

Raden mengedipkan mata, masih memandangi Klara, tidak juga berbicara.

"Yaya," ejek Klara, mengomel sembari menjauh.

Ah entah, menolak Klara membuat Raden senang dan khawatir, tapi juga gengsi.

"Masak mie lah, ngerepotin aja, Raden lagi ada project!" usir bang Klafa, tidak suka pada Klara.

Padahal dia baru saja datang menenteng dua kotak martabak manis dan dua bungkus nasi padang plus rendang.

Klara jadi ngiler sendiri. Sudah lega juga abangnya ini masih perhatian, membawakan Klara makanan.

"Dito, makan duluu," ajak bang Klafa. Membuat Dito agak heran baru saja dia dan Klafa makan sebelum ada Raden.

"Buruan, Klara ga doyan makanan berat begini," ajak Klafa makin semangat.

Klara jadi kesal, berjalan dengan cepat menuju kamar. Ah berkat kejadian tadi semua jadi berantakan.

Tega sekali abang Klafa mengatakan begitu, apakah Klara harus rela masak mie sekarang?

Raden terlihat mendalami peran, tersenyum kemenangan membuka kotak martabak, kemudian melahap dengan satu suapan.

Klara malas memesan makanan online, sedang tidak ingin makanan begitu. Klara berjalan menuju balkon belakang. Merasakan udara dingin.

Fabio I.

Maaf ya bio, aku baru ngabarin. Tadi aku demam dan ini baru enakan. Besok kita ketemu aja di cafe bicara.

Klara baru sempat mengabari Fabio, bagaimanapun Fabio harus tetap dihargai.

Klara memejamkan mata tenang, merasakan tubuhnya saling menyatu dengan udara dingin, perut lapar juga harus ditahan.

Pesan pada Fabio juga hanya terkirim tapi tidak terbaca.

"Nih, makan!"

Klara menggeleng kuat, sudah paham sumber suara yang datang adalah suara Raden.

Lebih baik menahan rasa lapar daripada memakan makanan milik Raden. Ini adalah sebuah prinsip.

"Mulai percaya pada bang Klafa gua," tuturnya lagi.

Klara diam. Penasaran jelas. Tapi perasaan gengsi sudah melambung tinggi hingga awan.

"Lu kenapa sih masih baik?" Klara bertanya sarkas. Membuat Raden menyipitkan mata mencoba membaca arah pembicaraan mereka.

"Oh," jawab Raden.

Itu hanya itu yang keluar dari mulut Raden.

"Makan deh Kal." Alih Raden pada pembicaraan pertanyaan milik Klara. Pertanyaan Klara seperti tidak perlu dijawab.

"Gua baik drama, ya kali tulus," jawab Raden menambahkan, sudah tahu Klara tidak menjawab tuturan Raden sedari tadi.

"Kata lu, Tulus ga mungkin selingkuh," tambah Raden lagi, menyindir perkataan Klara.

Klara membulatka mata. Lengkap dengan tarikan nafas, jelas bukan itu jawaban yang tepat.

Klara mengigit jempol yang tidak terasa gatal, ah sekarang hatinya sudah banyak diselubungi bingung dan penasaran berlebihan.

"Sini dek," ajak Jilto bergabung. Klara hanya meringis, sebab tangan sudah berada di bungkus nasi padang kembali diurungkan.

"Dulu kamu sering curhat masalah doi yang selingkuh, sekarang kenapa ga? Putus ya?"

Mati kutu, kali ini Klara mati kutu sekali, dia ingin tenggelem menjadi angin lalu hilang, hendak diletakan mana wajah ayu Klara?

Klafa ikutan menoleh, menatap tajam mata Klara. Sejak kapan Klara punya hubungan begitu panjang.

"Oh curhat ke Jilto," sindir Klafa. Menganggukan kepala semakin membuat jadi dramatis.

"Bongkar aja Jilto, gaya bener curhat-curhat." Pancing bang Klafa makin semangat meledek. Membuat Klara menutup mata saja malu.

Dia bercerita persis laki tersebut adalah Raden, tapi sungguh Klara merasa malu sekarang.

"Klara mau revisian dulu ya bang, permisi," pamit Klara.

Bang klafa langsung tertawa senang. "Balikan aja udah," celetuk bang Klafa lagi.

Jilto jadi menoleh kearah Klafa. "Lu tau laki-lakinya siapa? Brengsek lo Fa! Gua ga tega si adik kesayangan gua diselingkuhin," ujar Jilto posesif.

Tidak mau melepaskan Klara begitu saja.

Kalfa diam.

"Eh iya brengsek. Siapa juga yang rela!" Tegas Klafa tidak suka.

Raden yang sedang menyender jadi tersindir hingga ke ambang laut.

Kata brengsek sangat cocok untuk Raden kala itu, dengan beraninya Raden berselingkuh dengan Maika teman sebangku Klara saat SMA.

"Bang, gua mau pulang cepet deh, project kita segitu dulu aja," pamit Raden, menyugar rambut. Menghilangkan gerah akibat salah tingkah dan sindiran.

Jilto menoleh, kemudian mengangguk.

"Nginep aja Den, ngapain si balik," Tahan Klafa tidak ingin Raden pergi cepat-cepat.

Jilto jadi menarik alis naik, penasaran kenapa menahan Raden, biasanya pada Jilto saja tidak diperbolehkan menginap.

"Tumben," sindir Jilto.

"Ya maksud gua, biar rame. Kan besok balik," jawab Klafa berusaha tenang, terbaca juga aksinya menahan Raden.

Jilto mengangguk penasaran.

Raden bangkit dan bersalaman dengan Klafa, walupun itu adalah tawaran yang baik, tapi Raden harus pintar membawa diri untuk tidak terlalu tertolak Klara.

"Makasih bang." Raden melambaikan tangan, menggunakan helm dengan baik.

Ah, mata Raden tidak sengaja mengikuti sorot lampu, melihat Klara sedanf duduk dengan tenang.

Kemudian menoleh akibat terganggu sinar lampu motor Raden.

Raden segera mengubah arah sinar lampu, menggeser setir sedikit ke kanan hingga mengurangi bias cahaya.

"Pulang?"

Raden masih diam.

Kemudian mengangguk.

"Kenapa?"

"Hah?" Raden keceplosan tidak paham, helm menutupi kebenaran, atau memang Raden yang tidak paham kalimat Klara.

Klara berdiri, hendak masuk ke dalam rumah.

"Ya udah hati-hati," tambah Klara lagi. Dibalas dengan anggukan dan senyum tipis oleh Raden.

Raden melambai tangan tulus, tidak lupa membentuk sarangheo pada jari-jari gemuk milik Raden.

Klara masih diam, tertawa geli dalam hati.

"Yaudah hati-hati ya," ejek bang Klafa. Sembari membawa makanan yang baru dipesan.

"Pulang?" Jilto ikutan-ikutan mengejek.

"Yudah hati-hati," sindir Jilto lagi. Diikuti ketawa yang renyah.