"Eh Klaraden mamim," sambut mamim, yang membuka pintu rumah. Klara yang baru saja turun dari motor dan membuka helm jadi kaget, sekaligus senang.
"Kok Mamim, ga kabar-kabar," balas Klara memeluk mamim rindu, meninggalkan Raden yang masih sibuk mengambil helm yang baru saja dibuang sembarang oleh Klara.
"Itu Raden?" Mamim bertanya balik, merespon dengan peluk, tapi mata mamim masih melihat arah Raden. Klara yang memeluk Mamim jadi mengendur.
"Raden ya," panggil mamim, Raden mengangguk sopan, menundukan pandangan, kemudian bersalaman. Klara jadi merasa ciut.
"Pacarnya Klara?" tanya mamim, tidak basa-basi. Membuat Klara dan Raden langsung pandang, didalam hati paling dalam Raden akan senantiasa menjawab Iya. Tapi diurungkan, melihat gerak Klara.
"Iya mamim," jawab bang Klafa dari balik pintu.
"Habis darimana bro?" Sapa Bang Klafa pada Raden, bersalaman ala laki-laki.
"Nonton ya," tambah Klafa, menebak.
"Culik Klara bentar tadi bang, ga sempet pamit," ujar Raden tidak enak hati.
"Masuk yuh, Mamim udah lama ingin ketemu Raden," ajak mamim masuk, menggandeng tangan Raden, kemudian masuk. Membuat Klara terasa tidak berguna, menjadi pengangguran.
"Aku gimana?" Sahut Klara minta keadilan, menghentakin kaki gemas, sedari tadi mamim lebih fokus pada keberadaan Raden, bahkan pertanyaan pertama milik Klara juga tidak dijawab.
"Paham kan gimana mamim?" goda bang Klafa berbisik, membuat Klafa menahan diri, menarik nafas lemah.
"Berada debu gua bang, nempel ada tapi ga kelihatan," gerutu Klara.
Klafa tertawa puas. Kemudian mengacak rambut Klara dengan gemas.
Klara masuk rumah, Mamim sudah mengoceh kesana-kemari.
"Ini mamim lagi buat kue, kamu suka apa? Coklat atau strawbery, leci juga ada sih, pilih aja. Khusus Raden bisa request rasa," tambah mamim.
Raden mengangguk saja, antara canggung dan malu menjadi satu.
"Coklat ya," tawar mami.
Raden alergi coklat, untuk menolak dia bingung harus memulai darimana.
"Klara mau rasa melon," sahut Klara ikutan nimbrung. Kedatangan Raden membuat Klara merasa tersaingi.
"Kamu bantu bikin adonan coklat, untuk Raden," balas bunda.
Klara menghempaskan diri. Menarik nafas dalam, sekarang Raden justru jadi anak yang paling jadi favorit. "Raden? Coklat buat Klara aja," pinta Klara.
Mamim menggeleng kekeh. "Apa mamim, Raden alergi coklat, kali ini serius," teriak Klara panik setelah mengaduk adonan coklat yang sudah leleh.
Mamim menatap Raden, meminta jawaban yang sesuai. "Benar?" tanya Mamim meminta validasi. Raden mengangguk.
"Iya tante alergi coklat," jawab Raden polos dan gemas menjadi satu. Nada bicaranya terpotong-potong seperti tidak punya keberanian.
"Tukan tante, Raden alergi coklat, untuk Klara aja ya," goda Klara menyebut mamim dengan tante, persis seperti yang sudah dilakukan oleh Raden.
Membuat mamim menatap Klara tajam. Klara yang ditatap hanya cekikan tidak merasa bersalah.
"Tante baik banget sama, Raden. Anak sendiri ini loh tante kok dicuekin aja," goda Klara lagi, tapi kini nadanya lebih ngegas.
Raden menahan senyum melihat tingkah Klara.
"Terserah," balas mamim.
"Raden kesini aja, aja project," panggil bang Klafa.
Aku ikut membuntuti Raden yang berjalan menuju kamar bang Klafa. Ikutan penasaran pada tingkah dua orang aneh yang sama mencurigakan.
"Gak bisa banget pisah dari gua?"
Klara diam, memainkan mata. Kemudian berdeham menghilangkan gugup.
"Bukan ga bisa! Lebih pada curiga lu berdua," jawab Klara sarkatis. Bermain-main dengan maya sipit yang menggemaskan.
"Apaan si Klara! Balik sonoh ini masalah antar lelaki," usir bang Klafa. Mengibaskan tangan kesal.
"Gua bilangin mamim noh," ancam Klafa makin menjadi.
"Ngaduan lu bang, males gua," balas Klara ikutan sebal, kemudian berbalik badan, tidak juga ikut membantu mamim.
"Lah kok menghilang, ini mamim siapa yang bantu?" panggil mamim ikutan sibuk, tidak bisa berganti-ganti.
"Gak bisa mamim, Klara mau revisian," sahut Klara dari kamar. Semenjak Raden menjadi tokoh favorit sekarang terasa menyesakkan.
Mamim menggerutu, kemudian berdendang tidak jelas.
Klara menutup pintu, kemudian mulai berpikir, kenapa Mamim begitu welcome dan sayang pada Raden, padahal ini kali pertama mereka sama-sama bertemu.
"Haha, parah gua kalah, gak usah sok jagoan lu Den"
"Kaka ipar kalahan lu bang, nob," balas Raden.
Klara mendengarkan dengan seksama. Apa sudah seakrab itu hubungan Klafa dan Raden, keduanya terdengar berisik. Membuat mood Klara makin tidak baik.
"Kal," panggil Raden dari depan pintu kamar. Klara pura-pura menarik selimut tidur.
Semakin Klara menghindar justru sekarang seperti terbantu untuk semakin mendekat dan lekat.
"Mungkin tidur kecapean Raden, mamim udah selesai masak nih, kita makan dulu aja," ajak mamim.
Raden terlihat mengangguk, dentingan piring dan garpu sudah beradu sejak tadi. Klara juga ikutan tidur dengan sungguh gegara lelah. Sebenarnya Klara juga tidak lapar-lapar sekali mereka juga baru pulang makan ramen.
Tapi melihat keadaan rumah yang begini berubah membuat Klara berubah mood tidak jelas.
Fabio:
Klara besok bisa ketemu, aku rindu
Klara membuka pesan Fabio frutasi, alih-alih dikirimi pesan begitu tidak membuat Klara tersanjung dan senang justru sebaliknya.
Klara bangkit, setelah dadanya merasa sesak tertindih bantal dan boneka gajah.
"Klara, mamim mau ke mall ni, kamu jaga rumah ya," pamit mamim.
Klara yang masih mengantuk setengah tersandar hanya "ya," balasnya kencang. Kemudian terduduk, rumah sudah sepi. Pasti bang Klafa menjadi tumbas Mamim.
Setelah duduk, sembari bermalas-malas Klara lebih dulu goleran dengan hanphone sudah ditangan, scroll aplikasi mana saja.
Kemudian setelah terkumpul dan puas bernyanyi kesana- kemari menclok beberapa lagu. Klara merasa tenggorokanya kering.
"Mau minum, tapi mager," teriak Klara malas, bergleyot kekanan-kiri. Turun dari ranjang malas.
Klara membuka pintu dengan mengesot, malas sekali tegap.
"Segitu magernya anak mamim ini? Nih" Raden mengulurkan es coklat dengan keju luber-luber diatasnya.
Membuat Klara menyipit mata, tidak mau gegabah dalam melihat. Melihat dan menatap dengan malas-malas akibat ngantuk yang berlebihan.
"Kok masih disini?" Pertanyaan pertama yang Klara lontarkan, sembari menerima es dingin. Posisinya Klara jadi mendongak karena Raden berdiri tegap.
"Kenapa sih Kal," goda Raden.
"Kan dari tadi curi-curi buat berduan, gimana apa yang mau dibahas?" Cerocos Raden.
Kembali bagaimanapun Raden adalah mahluk yang sama, walaupun sedari tadi sudah pada posisi mengakui sekarang kembali sadar lagi.
"Kan gua punya Fabio," balas Klara santay, menyeruput es coklat buatan Raden yang patut diacungi jempol.
"Tapi kan gua udah jadi favorit mamim." Raden membanggakan diri penuh sombong, memainkan alis gemas, dengan naik turun ke bawah.
"Kalo mamim bilangnya Raden, Fabio bisa apa?" tambah Raden berbangga diri. Membuat Klara makin menarik nafas jengkel.
Dia sudah tau, tolong jangan dipertegas.
"Ya gua gak papa," balas Klara. "Ya minimal gua bunuh, atau racunla."