Chereads / Klaraden / Chapter 8 - Es campur

Chapter 8 - Es campur

"Ngapain sih ngajakin naik kendaraan umum begini Kal," gerutu Raden. Badannya sudah berbau tidak enak, panas dan sesak terasa menjadi satu.

"Ya kan menantu mamim harus tahan banting, kalo lemah tukar sama kerupuk aja Raden," balas Klara cuek.

Raden mengambil nafas dalam, tidak paham kenapa konsepnya terlalu begini.

"Apasih yang enggak," balas Raden kemudian tersenyum, terlihat terpaksa.

Klara tertawa dalam hati, seharian mereka sudah mutar-mutar menggunakan kendaraan umum tanpa AC, bentuk wajah tampan Raden sudah kusut. Klara sengaja meminta ditemani ke pasar loak, ingin mencari komik dan buku-buku lama.

Awalnya Raden begitu setuju, menawarkan diri dengan bermanis-manis.

"Tadi siapa yang ngotot ikutan? Harusnya kan jalan sama Fabio," balas Klara, sembari menggelengkan kepala, menikmati alunan musik dangdut khas bis-bis mikro.

Raden ikutan menggeleng salut, cuaca panas dan musik dangdut koplo terasa nemusingkan kepala, tapi Klara terlihat menikmati dengan pro.

"Gak usah bawa-bawa Fabio dong bund," sahut Raden jadi tidak tenang. Memang tadi Raden yang salah, meminta merengek ingin ikutan, hingga harus membatalkan jadwal Klara dengan Fabio.

Klara melirik tanpa ekspresi namun terlihat sedang tidak suka.

"Yudah terima aja," balas Klara.

Raden menarik nafas, lagi pula ini sudah jalan menuju pulang, bersabar sedikit adalah yang paling utama.

"Mau minum es campur ga? Enak tu kayaknya Kal," ajak Raden.

Klara melirik gemas. "Es campul lodeh?" ejek Klara, tidak bisa berbicara R jelas. Kemudian tersenyum simpul penuh ejekan gemas.

"Iya deh, gua cedal." Raden jadi kesal. Setiap mengejek huruf R, Klara terlihat pro dan mendalami peran. Tau saja kelemahan Raden.

"Gak mau es campul, es kepal aja ya," balas Klara, tapi nada mengejek itu masih terdengar jelas. Justru Klara sengaja berkali-kali berkata L, yang panjang.

Raden menganggu, kemudian tersenyum sembunyi, sesenang ini tersenyata, Klara kembali hangat saja sudah menjadu anugrah baik.

"Maaf ya Kal, sesuai perjanjian gua harusnya ga ganggu Kal," ujar Raden tiba-tiba, sembari tanganya mengusap wajah dengan tisu basah yang baru saja diambil dari panggkuan Klara.

Klara yang memandang kedepan, jadi menoleh tidak fokus, jadi bicara Raden begitu lembut dan sejuk.

Ada ibu-ibu dengan anaknya masih berusia 2 tahunan, ikut berpanas-panas dalam bus, Klara begitu menikmati perjalanan itu, melihat setiap orang dengan berbagai macam mimik, yang sedang berburu, kecewa, sedang terkejar semua menjadi lengkap.

Adik kecil itu terlihat kehausan, berkali-kali merengek, tak jarang juga menelan ludah haus, Klara jadi simpati melihatnya, sama saja mineralnya sudah habis.

Itu kenapa Raden meminta berhenti untuk beli es campur.

"Kal, fokus ke bocah itu?" tanya Raden, perjanjian dan ucapan Raden tadi tidak lebih menarik. Terlihat Klara masih sibuk melihat kedepan.

"Yoi," balas Klara.

"Nitip tas ya," sahut Raden, kemudian berdiri disebelah kernet, ikut berjejer panjang, tidak lama, mobil itu berhenti.

Sudah berkeringat, "ini Kal, kasihin," tutur Raden, nafasnya memburu khas berlari-lari.

Klara mendongak, memperhatikan Raden setiap inci, tidak mau terlewat. Keringat di leher Raden terlihat mengalir meling. "Lari-larian?" Klara melongo bego.

Raden mengangguk, kemudian duduk di bangku depan Klara.

Klara masih loading, menyerahkan botol minum ke adik kecil yang kelihatan kehausan.

"Makasih tante, padahal depan sudah rumah kami," sahut ibunya menerima pemberian Klara.

Klara mengangguk sembari diam, kemudian duduk. Raden masih setengah hidup bernafas. Merasakan deru nafas yang memburu dan haus.

Klara segera mengambil kardus, muka Raden sudah begitu merah.

"Panas ya? Ngapain lari-larian?"

"Kasihan Kal, anak kecil gua mah gede," balas Raden.

Klara menarik nafas, tapi gak gitu juga, dengan begini akan membuat rumit saja.

"Tapi adiknya sudah turun dan sampai rumah," tutur Klara menambahkan.

mengelap wajah Raden yang basah dengan tisu.

Raden menoleh, benar juga sejak kapan anak kecil itu menghilang.

"Parah," ujar Raden, sudah melemas dan panas, kibasan kipas kardus Klara tidak begitu terasa.

"Iya parah baik banget, sampe mau meninggoy," sindir Klara.

Kini kipasan Klara sudah tidak santay, sengaja terkena bagian tubuh Raden. Membuat Raden semangat dan gemas. "Kalo khawatir bilang bund," goda Raden gemas, tersenyum penuh arti.

"Dih!" Sebal Klara.

Mengubah arah kipas menuju tubuhnya sendiri, sengaja tidak lagi memberikan angin segar pada Raden.

"Gitu aja dendam, suami panas istri," goda Raden makin bersemangat, sekarang tenagannya sudah seperti kembali. Tidak melemah.

"Lad, gua potong lu," ancam klara sebal, Klara paling tidak bisa digoda, nanti akan salting dan timbul pipi yang bersemu merah.

"Senang kan jalan sama gua." Pede Raden lagi, Klara jadi menyesal tadi, tidak segera menanggapi perkataan Raden tentang permintaan maaf.

"Repot," balas Klara tajam, tidak berlama-lama. Raden meluruskan kaki pegal, mengambil posisi enak, punya niatan untuk tidur sebentar.

"Ngapain?" tanya Klara sewot, sudah duduk tegap, bertanya dengan nada yang tidak santay.

"Tidur bentar," balas Raden polos.

"Mau tujuan Akherat lu?" Klara balik bertanya, wajahnya gemas, antara sewot dan sebal.

"Lah? Until jannah dong kita, khusnul khotimah aamiin," balas Raden, mengadahkan tangan seperti sedang berdoa serius.

Klara berdecak malas. "Yudah," balas Klara cuek. Kemudian tegak, mengambil posisi hendak turun dari mikro.

Raden hanya melihat saja. mungkin akan mengikuti jejak Raden tadi. Begitu pikit Raden, tetap cuek pada keadaan.

Klara sudah turun, Raden masih menguap ngantuk, menggoyangkan leher ke kanan dan kiri, kemudian melotot supaya jelas, bangku sebelah tempat Klara duduk sudah kosong.

Tidak mau tergesa, Raden tegap mulai mengabsen satu persatu wajah. Mencari wajah Klara, tapi nihil matanya tidak salah, Klara memang sudah tidak ada.

"Ceweknya udah turun kang," celetuk kernet mikro.

Raden membeo, tidak tau harus bagaimana, sejak kapan Klara pergi pun Raden bingung.

"Saya turun perempatan depan," ujar Raden, bingung juga.

"Makanya kang, jangan bikin kesel cewek, ditinggal kan"

Nasehat kernet mobil, Raden turun dari mobil dengan perasaan kesal, apakah benar ini jalan menuju akherat, tapi harusnya kan berama Klara!

Raden mulai menghubungi Klara.

"Nih es campur lu udah gua pesan"

Balas Klara dari sambungan telpon, tidak ada pembicaraan lain sudah lebih dulu ditutup.

Raden duduk diemperan toko, kembali mundur ke arah belakang sudah malas, jika harus menyusur jalanan menanjak.

Bisa meninggoy!

Klara Send location.

Raden menghembus nafas lega, akhirnya Klara tidak sejahat itu.

Tidak berlama-lama Raden sudah memesan ojek online.

"Alhamdulilah," tutur Raden, meneguk es campur, kerongkongan sudah tidak meronta-ronta lagi.

"Gini amat jalan ama istri sendiri, kayak jalan ama mantan," celetuk Raden, ingin marah-marah, tapi setiap melihat wajah klara yang tersenyum puas membuat luruh begitu saja.

"Gini amat jalan ama suami"