"Iya Bunda, cukup percaya sama Raka. Dan Raka akan jaga kepercayaan bunda sampai akhir hayat." Jawab Raka berbisik lagi, ia tetap menjaga agar suasana dan suara nya tak menganggu orang rumah yang sudah tertidur pulas.
"Ahhh perezzz kamu!" Pungkas Bunda sambil meregangkan pelukan nya dan melirik tajam.
"Duh, bunda ahh.., udah ah jangan di bahas lagi, pokok nya Raka punya komitmen. Bergaul boleh sama siapa saja, tapi Raka nggak akan ikutin gaya mereka atau pun kebiasaan mereka yang jelek-jelek." Raka menjelaskan dengan sabar.
"Contoh ya Bun, temen Raka semua pakai narkoba, tapi Bunda lihat sendiri Raka pakai nggak?" Ungkap Raka, membuka rahasia yang sudah nampak umum untuk di ucapkan.
Kemudian Bunda ingat suatu kejadian yang melekat dalam pikiran nya, hingga tak bisa di lupakan sedikit pun.
(Pasal nya Raka pernah tertangkap bersama teman-teman yang ternyata tidak di ketahui Raka, habis memakai barang haram tersebut, Raka pun sempat di test urine dan hasil nya Raka bersih dari zat-zat terlarang. Bahkan rokok pun Raka tidak menyentuh nya. Jadi Raka bisa di bebaskan dengan alasan tersebut.)
"Tenang lah bun, Raka bukan orang yang nggak berkomitmen. Raka juga bukan orang yang haus pergaulan. Misalnya nanti mereka jauhin Raka hanya karna Raka nggak mau pake barang haram itu, it's oke Bun, Raka nggak keberatan dan nggak sedih sama sekali." Ucap Raka dengan wajah serius.
Bunda menganggukan kepala, karna hati dan isi pikiran nya percaya penuh pada anak bontot nya itu.
"Nah, sekarang Raka lagi butuh bantuan Bunda nih." Wajah Raka seperti memohon.
"Ada apa?" Tanpa basa basi Bunda menjawab.
"Tapi Bunda harus percaya dulu sama Raka, Ya..." mohon Raka.
"Oke. Ada apa?" Sahut Bunda, mimik wajah nya serius. Bunda takut anaknya terlibat hal yang aneh-aneh.
"Jadi gini Bun, Raka bawa temen, nah dia itu lagi ada masalah dirumah nya. Dia mau nginap disini untuk malam ini aja." Ucap Raka cepat.
"Boleh yaa Bun. Mengingat waktu sudah jam 00.28." Ia menatap jam dinding nya.
"Hah? Kok bisa kamu bawa dia kesini? Bukan nya kamu low profile di luaran sana?" Tanya Bunda heran.
"Bun, sesi tanya jawab nya boleh besok aja nggak ya?" Pinta Raka, menolak menjawab pertanyaan bunda yamg rumit.
"Oke-oke. Dimana orang nya? Suruh masuk aja sekarang." Kata Bunda, akhirnya mengalah.
"Di mobil bun."
"Mabuk dia?" Tanya Bunda singkat dan penuh arti.
"Aduh bunda. Tanya nya besok yaa." Ucap Raka, seraya menggaruk kepala.
Namun seperti tak suka dengan jawaban Raka, Bunda langsung mengekspresi kan nya.
"Ini dia anak baik-baik. Dia nggak mabuk, cuma butuh tempat tidur aja bun." Akhirnya Raka menjelaskan, meski terpaksa.
"Ya sudah, bawa saja dia ke kamar tamu. Jangan sampe dia bawa narkoba ataupun miras ya." Kata Bunda, seolah memberi ultimatum pada Raka.
Raka hanya mengangkat jempol, dan berlari menuju teras rumah yang berjarak lumayan jauh, karna luas nya rumah milik keluarga diningrat ini.
Setelah lima menit, Raka kembali sambil menggendong Kanaya.
"Kamu bawa anak siapa itu, Raka?" Bunda ketakutan saat melihat seorang gadis di gendong Raka.
Namun, Raka terus berjalan menuju kamar tamu, karna ia menggendong kanaya berat kalau harus menjawab Bunda lagi.
Bunda mengikuti Raka, sambil berceloteh "Bunda pikir teman mu laki-laki. Aduh, bukan muhrim kok udah gendong-gendong gitu."
"Padahal bisa dibangunin, dan di suruh jalan sendiri kan." Lagi omel Bunda, mengekor langkah Raka menuju guest room.
"Ahhhh...." raka menghela napas panjang saat sudah berhasil membaringkan Kanaya di ranjang.
Ia meregangkan otot yang terhimpit ketika menggendong Kanaya, hingga bunyi 'Kretek kretek' di bagian pinggang dan langsung merasa enakan.
"Ayo bun, kita tidur ke kamar masing-masing. Besok aja baru aku ceritain ya." Ucap Raka saat melihat wajah Bunda yang penuh tanda tanya menatap Kanaya tidur pulas seolah pingsan.
"Kamu berhutang cerita ya sama Bunda. Ayo sekarang kita istirahat." Jawab Bunda melipat tangan di dada dan berjalan meninggalkan kamar.
"Ada-ada saja kamu Raka!" Bunda masih ngedumel, suara nya pelan.
Tak menghiraukan lagi ucapan Bunda, Raka melebarkan langkah kaki, seolah ingin segera sampai ke kamar nya yang berada di lantai 2, letak nya tepat bersebelahan dengan kamar Abang nya.
Raka tak mencuci muka, tak juga mengganti pakaian, ia langsung membaringkan tubuh saat melihat ranjang tersayang nya.
Dan dalam hitungan detik, Raka sudah masuk ke dalam dunia mimpi.
***
Kanaya bangun di pagi hari, cuaca hari ini tidak secerah kemarin, awan mendung menutup sinar mentari pagi, sehingga jam 10.00 terasa seperti jam 06.00.
Dia juga masih belum tersadar bangun di kamar asing, Kanaya bermalas-malasan di ranjang empuk dan sangat harum sekali kamarnya.
Mengucek mata yang seolah lengket agar terbuka dengan sempurna.
Setelah berhasil membuka mata, ia pun terkejut dan beranjak dari tempat tidur dengan secepat kilat, "What the fuck?!" Seru Kanaya, sambil menyisir rambut nya dengan kedua tangan nya.
Dan mulai mengecek pakaian yang ia kenakan, "jangan-jangan gue di perkosa sama Raka? Ihh amit-amit!" Pikir Kanaya dalam ketakutan.
Mata nya berkelana, melihat kiri kanan dan seisi kamar. Kemudian ia berjalan dengan mengendap-endap ke bagian kamar mandi yang ada dalam kamarnya.
Dengan ketakutan, Kanaya mencari tau apa yang sebenarnya terjadi tadi malam.
Setelah dari kamar mandi, ia mulai merasakan di bagian organ intim nya yang tidak ada rasa sakit atau pun ke anehan.
Dalam hati nya, 'dia ngapain gue sih tadi malem, jangan-jangan gue di jual nih.' Pelik Kanaya dalam rasa takut nya, dan hampir saja menangis.
Dan ia tidak jadi menangis, ketika ada suara seseorang berjalan melangkah mendekati kamar nya, dan benar aja suara langkah kaki itu berhenti di depan kamar nya, dan seseorang mulai mengetuk pintu.
"Nay.. udah bangun belom? Gue masuk yaa!" Kata seseorang di luar pintu, bersiap masuk di jawab atau tidak di jawab oleh Kanaya.
Suara yang tak asing bagi Kanaya, yaitu Raka.
Kanaya pun buru-buru membuka pintu, dan berniat ingin memaki Raka yang sudah berani dan kurang ajar membawa nya ke kamar asing ini.
Beribu kata sudah di persiapkan untuk memaki Raka.
'Cekleeekkk' suara membuka pintu.
"Hai Nay, selamat siang." Ucap Raka, berwajah ceria.
Niat Kanaya pun sirna sesaat ia melihat seorang wanita cantik berusia sekitar 30an, memiliki tinggi dan berat tubuh yang proporsional dan make up natural melekat di wajah cantik nya.
"Emm, se-selamat siang." Jawab nya tertunduk malu.