Berbeda tempat dari sebelumnya, saat ini mereka berdua berada di atas gundukan tanah yang tingginya kurang lebih 3 meter. Sabrina sedang bersantai, kakinya selonjoran, menikmati pertunjukkan yang ada di depannya, berupa Golem yang membantai kawanan Shadowwolf yang telah kocar-kacir lari ke sana-ke mari. Sedangkan Rendy tidak tertarik menonton pertempuran yang hasil akhirnya sudah ke tebak. Bukan hanya gara-gara tidak tertarik, alasan lain tubuhnya yang kecil tidak memungkinkannya untuk beraktivitas terlalu lama. Jadi daripada menonton sesuatu yang tidak diminati, mending tiduran. Menggunakan paha ibunya sebagai bantal, dan tak lupa melepas rasa dahaga dengan mengisap air asi dari payudara kanan ibunya.
Selang beberapa saat, Sabrina berbicara kembali. "Eh, Golemnya kok pergi ke sana?!" Rasa panik sedikit menyerang saat melihat Golem yang berjalan menjauh dari lokasi Pohon Iron. Tidak ada Golem sama artinya tidak ada pelindung yang melindungi mereka. "Sayangku! Sayangku! Bisakah kamu menyuruh Golemnya tetap di situ?!" Mengguncang lembut tubuh putranya untuk meminta perhatiannya.
Melepaskan puting payudara ibunya dari dalam mulut, Rendy mulai berbicara. "Tidak apa-apa! Golem tidak akan pergi jauh, hanya di sekitar sini! Tempat bekas Pohon Iron perlu ditutup biar tidak ada monster yang masuk lagi, jadi aku memerintahkannya untuk mengumpulkan batu!" Napas lega dikeluarkan Sabrina setelah mendengar penjelasan yang diberikan putranya.
Sementara itu, selesai memberikan jawabannya, Rendy bangun dari rebahan, meregangkan tubuh sebentar sebelum menatap lokasi bekas pertempuran antara Golem dan Kawanan Shadowwolf. Di sana, banyak cetakan teflon dan spatula di tanah, tentu dengan isinya berupa beberapa mayat Shadowwolf yang terlihat sedikit gepeng.
"Apa yang akan kamu lakukan dengan mayat Shadowwolf sebanyak itu?!" Menatap putranya yang berdiri di sebelah kanannya, Sabrina bertanya sembari memasukkan kembali payudara ke dalam pakaiannya.
Diawali sebuah tawa keras Rendy sebentar. "Mengapa ibu masih bertanya, jawabannya sudah jelas, menjualnya! Seperti janjiku waktu sarapan tadi pagi tentang mengangkat derajat keluarga kita! Habis ini, kita bisa hidup kaya di kota! Selain itu, ada hal penting lainnya yang ingin aku lakukan!" Di jeda ini Rendy balik menatap ibunya, lalu memegang wajahnya, membelai kerutan yang sedikit terlihat di bawah matanya. "Sekarang, Ibu memang masih cantik dan seksi! Tapi, mengingat usia ibu yang sudah 42 tahun, itu tidak akan bertahan lama! Jadi aku ingin membeli semua tanaman herbal atau elixir yang berkhasiat mempertahankannya, atau bahkan meningkatkannya!" Itulah salah satu dari sekian banyak rencana yang dibuat waktu sedang rebahan tadi.
Beberapa rencana telah direvisi setelah mendapatkan durian runtuh berupa bangkai Shadowwolf dalam jumlah banyak. Pertama, dibatalkannya rencana untuk mencari sendiri tanaman herbal di hutan. Hutan ini sangat luas, sedangkan dia hanya anak kecil, pasti bakal membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan semua bahan. Dengan sifat dirinya yang tidak sabaran, hanya akan menjadi suatu siksaan.
Kedua, memperluas pemanfaatan tanaman herbal, tak hanya sekedar mempercepat pengeluaran sperma. Banyak yang telah dipikirkannya, dari sekian banyak itu, menurutnya yang paling mendesak adalah memperkuat tubuhnya, baik untuk dirinya dan ibunya.
"Uh, kata-kata yang Sayangku ucapkan benar-benar membikin Ibu semakin cinta! Ternyata, selama ini Sayangku sangat peduli dengan penampilan Ibu!" Meski terdengar biasa, bagi Sabrina merupakan bentuk rasa cinta yang dimiliki putranya kepada dirinya, dan ini membuat hatinya berbunga-bunga. Saking berbunganya, dia ingin sekali menelanjangi putranya sekarang juga untuk melakukan hubungan seks di sini. Namun ingat putranya masih belum bisa mengeluarkan sperma, pikiran itu langsung disingkirkannya, dan lebih memilih memeluk erat tubuhnya, membenamkan kepalanya ke jurang di antara payudaranya.
Tentu saja Rendy tidak tinggal diam, semakin lama tinggal di jurang itu akan membuatnya semakin cepat bertemu dengan Dewa Phoebe kembali. Jadi, bertumpu pada pinggang ibunya, dia mencoba mengangkat kepalanya sekuat tenaga, dan sepertinya usahanya sia-sia lantaran tenaganya tidak sebanding dengan ibunya, tangannya masih kuat memeluk kepalanya.
"Mmmm mmm mmm!" Menepuk-nepuk lengan ibunya, Rendy menyerah berusaha melepaskan diri, hanya bisa meminta ibunya untuk melepaskannya.
Seperti kebiasaan ibunya, diminta dahulu baru dilepaskan. "Mulai sekarang, tolong Bu, jangan lagi memasukkan kepalaku ke sana!" Untuk pertama kalinya, Rendy melayangkan protes atas kebiasaan ibunya yang suka membenamkan wajahnya ke belahan payudaranya.
"Fufufu!" Sabrina menutup mulut dengan telapak tangan kanannya, mencoba menahan tawanya yang keluar gara-gara melihat wajah lucu putranya saat marah. "Tapi Sayangku suka kan tinggal di sana?!" Tak lupa, Sabrina juga memberikan godaan berupa menarik ke bawah singlet bagian leher, memperlihatkan belahan payudara.
Begitu belahan payudara yang sangat sempurna terlihat, Lin Shan hanya bisa menelan ludahnya. 'Sial, Ibu benar-benar tahu cara menggodaku!' Persentase nafsu semakin meningkat, dia tidak ingin jatuh ke dalam nafsu sekarang, itu merupakan hal sia-sia mengingat dia masih belum bisa mengeluarkan sperma. Untuk menurunkan nafsunya, dia buru-buru mengalihkan pandangannya, membelakangi ibunya, menatap kembali ke bekas medan pertempuran antara Golem vs Kawanan Shadowwolf. "Wah, ada Shadowwolf yang masih bisa berjalan, aku harus menghentikannya!" Dengan alasan bodoh, Rendy kabur begitu saja, takut digoda lagi sama ibunya.
"Fufufu!" Sabrina kembali tertawa, kali ini gara-gara kelakuan lucu putranya yang berusaha melarikan diri darinya. Apanya dengan Shadowwolf yang masih bisa berjalan, jelas-jelas semua Shadowwolf sedang terkapar, tidak bergerak sedikit pun di sana. "Tunggu Ibu, Sayangku!" Puas tertawa, Sabrina berlari menyusul putranya.
Langkah kaki kecil yang dimiliki putranya sangat mudah di susul, dan setibanya di sebelah kiri putranya, Sabrina tidak banyak bicara, diam mengikuti ke mana putranya ingin pergi. Kurang lebih berjalan 850 meter, mereka tiba di suatu tempat yang tak lain tempat awal mereka datang ke sini, yaitu tumpukan cabang pohon. Sabrina bertanya-tanya, untuk apa putranya kembali ke sini, bukannya mulai bekerja memungut bangkai Shadowwolf satu per satu.
Rasa ingin tahunya langsung terjawab oleh apa yang dilakukan putranya, memegang batang cabang pohon dan menutup mata. Tebakannya, pasti putranya sedang berkonsentrasi untuk mengubah cabang-cabang itu menjadi sesuatu yang lain, dan itu memang benar, selang beberapa menit sebuah cahaya putih menyelimuti seluruh cabang pohon yang menumpuk sampai tinggi dan luas itu.
Semua cabang-cabang itu menghilang, digantikan sekelompok barisan golem yang jumlahnya setara satu kompi prajurit. Golem kali ini memiliki penampilan yang berbeda dari sebelumnya, ukurannya lebih kecil, mungkin 3 meter, dengan bentuk yang membuat Sabrina bingung, antara harus bangga atau marah karena Golem itu berbentuk dirinya dalam keadaan telanjang.
"Pergi!" Begitu membuka mata, Rendy memerintahkan para Golem Replika Ibunya untuk membersihkan bekas medan pertempuran. Memungut segala macam yang ada di sana, entah bangkai Shadowwolf yang mati atau tubuh Shadowwolf yang sekarat, apa pun itu pokoknya dikumpulkan semua di sini.
Sebagaimana Golem Kerangka Raksasa mengerti perintah yang diberikan, sesaat formasi aneh bersinar di sekujur tubuh mereka sebelum berjalan selayaknya manusia biasa.
Mereka semua pun pergi, hingga menyisakan Rendy dan ibunya yang berdiri di sana tanpa ada yang ingin memulai suatu obrolan. Rendy tetap diam, tanpa ada keinginan untuk menjelaskan Golem nyleneh yang diciptakannya. Di sisi lain ibunya juga diam, raut wajahnya sama sekali tidak menunjukkan keinginan untuk meminta suatu penjelasan.
Kesunyian di antara mereka terus berlangsung hingga tak terasa Golem Replika Ibunya berhasil menyelesaikan tugasnya. Tanah kosong yang begitu luas, bekas tempat tumpukan cabang pohon, sekarang 80%-nya dipenuhi dengan tumpukan mayat Shadowwolf, 5%-nya diisi barang-barang aneh yang entah dari mana, dan 10%-nya berisi jejeran tubuh Shadowwolf yang sekarat, sementara 5% sisanya sebagai tempat Rendy dan ibunya berdiri. Untuk Golem Replika Ibunya, sekalinya tugas selesai, Rendy langsung memerintahkan mereka untuk membantu Golem Kerangka Raksasa.
Dari ke 3 hal yang ada di hadapannya, perhatiannya jatuh pada barang-barang aneh itu. Rendy bukan orang kemarin sore dalam sebuah permainan bergenre MMORPG, jadi mudah saja untuk menebaknya, pasti barang-barang itu berasal dari yang namanya Drop Item, dan tebakannya dipertegas oleh perkataan ibunya.
"Ibu ingat masih belum memberitahu Sayangku beberapa hal tentang dunia luar, contohnya seperti bagaimana barang-barang ini bisa muncul di sini!" Dari tumpukan barang-barang itu, Sabrina mengambil sebuah gulungan dan sebuah kristal putih transparan sebesar jempol kaki orang dewasa berbentuk oval. "Kita menyebutnya Drop Item, monster biasanya akan menjatuhkan dua macam barang yang memiliki probabilitas berbeda! Pertama seperti barang di tangan kiri ibu!" Tangan untuk memegang gulungan diangkat sedikit lebih tinggi. "Probabilitas mendapatkan barang seperti ini sangat kecil, hanya 1%! Itu pun dengan syarat level monster harus di atas 30!" Berganti tangan satunya yang diangkat lebih tinggi. "Lalu yang ini, terlepas berapa level monster itu, 100% pasti akan mendapatkannya!" Mengakhiri penjelasannya, Sabrina menatap wajah putranya yang memiliki ekspresi biasa-biasa saja, tanpa ada rasa terkejut mengetahui barang yang bisa muncul dari ketiadaan.
Membandingkan dengan masa kecilnya dahulu, memunculkan rasa malu. Sabrina masih ingat bagaimana pertama kali ditunjukkan hal seperti itu oleh mendiang ayahnya, terkejutnya minta ampun.
"Owh begitu!" Balasan singkat dari Rendy atas penjelasan panjang lebar yang dilakukan ibunya. "Dari sekian banyak itu, adakah yang bisa membuat kita menjadi kuat?!" Tangan kecil Rendy menunjuk barang yang menumpuk tinggi bak barang rongsokan.
Di dalam game, player bisa menjadi kuat hanya bermodalkan Drop Item. Jadi dunia ini yang menurutnya sama dengan dunia game seharusnya juga sama.
"Beri ibu waktu sebentar!" Sabrina mulai bekerja melaksanakan permintaan putranya.