Kota M
Saat ini Vian dan Aliysia sedang ada di perjalanan, hendak ke pusat pembelanjaan untuk membeli beberapa bahan makanan mentah, juga instan mengingat jika istri kontrak yang diajak kerjasama Vian saat ini tidak bisa memasak.
Sebenarnya tidak masalah, toh ia sendiri bisa memasak dan bahkan lebih mahir ketimbang mantannya yang dulu sesekali memasakkannya makanan.
Ia bisa saja memasak untuk Aliysia, bahkan mengajarkan agar wanita bocah tersebut bisa mandiri saat sudah tinggal sendiri, inginnya sih begitu.
Mata Vian sesekali melirik ke arah Aliysia, yang saat ini sedang melihat ke arah luar jendela dengan wajah masih seperti di awal. Mungkin sedang memikirkan masalah hutang, membuatnya juga sedikit memikirkan.
Huft.... Kenapa bisa aku terlibat dengan masalah ini, batinnya antara ikhlas dan tidak saat menjalani.
Vian kasihan dengan Aliysia, tapi percayalah sesungguhnya ia bukan seseorang yang mudah luluh dan ini pertama kalinya ia merasa luluh begitu saja. Ia jadi takut, jika luluhnya saat ini hanya awalan dan akan ada lebih dari sekadar satu luluh di kesempatan yang akan datang.
Entah itu masalah tentang pertolongan seperti saat ini atau jutsru tentang hatinya yang belum pernah merasakan debaran aneh.
Sedangkan Aliysia, ia menatap jalanan yang dilaluinya dengan pikiran melayang, meski kemudian menoleh dan mendapati suami kontraknya seperti tidak fokus melihat ke depan.
"Vian," tegurnya.
Vian tersentak kecil, tersadar dari renungan dan menoleh ke arah Aliysia sebelum kembali menoleh ke arah depan.
"Hn, kenapa?"
"Itu, besok aku ada latihan vokal di studio untuk persiapan pentas. Mungkin aku pulang sedikit malam, tidak apa-apa 'kan?" jelas Aliysia dengan raut wajah sedikit segan.
Jelas, ia sudah menyepakati perjanjian kalau jam malam hanya sampai pukul delapan, sedangkan untuk latihan perlu berjam-jam sampai coach yang membimbingnya puas.
"Vokal?" tanya Vian memastikan dan Aliysia segera mengangguk.
"Um, vokal, menyanyi, Vian," jelas Aliysia mengiyakan. "Jadi kamu sudah tahu 'kan, kalau aku anak seni musik dan aku penyanyi sopran," lanjutnya kembali menjelaskan.
Seketika Vian mengangguk mendengarnya, meski tidak pernah menonton langsung, tapi ia pernah mendengar melalui radio atau siaran televisi tentang suara tersebut. "Ya sudah, aku juga akan ada meeting dan pulang sedikit malam. Kamu bisa istrirahat langsung, jika aku belum pulang saat itu," balasnya, seraya memutar stir kemudi dan memasuki basement mall tempat keduanya akan belanja.
Ckit!
Mematikan mesin mobil dengan rem tangan yang dipasang. Vian segera membuka sabuk pengaman dengan Aliysia yang mengikuti, lalu keduanya pun keluar dari mobil bersamaan dan tidak bergandengan seperti pasangan pada umumnya.
Blam!
Keduanya menaiki lift dan menuju lantai tiga, di mana tujuan utama berada yaitu supermarket tanpa menyambangi toko-toko yang ada di sekitar.
Ting!
Tidak ada percakapan di antara keduanya, sama-sama hanya melihat sekitar dengan pandangan berbeda ketika akhirnya sampai di lantai tujuan. Sedangkan Aliysia terlihat senang ketika menatap keramaian dari pengunjung dan Vian yang hanya menatap biasa.
Ia tidak suka keramaian, bahkan kalau tidak sangat kepepet malas sekali berada di tempat seperti ini.
"Vian! Habis belanja makan di Mkd yuk! Makan kentang goreng dan nugget," ajak Aliysia semangat, liurnya sudah menetes membayangkan saat nugget yang dicocol saos masuk ke dalam mulut.
Vian sontak menoleh, ketika tiba-tiba istri bocahnya dengan nada ceria mengajak makan ke salah satu restoran cepat saji. Membuatnya mengernyit, karena ia kini tidak melihat lagi ekspresi cemas yang sempat terlukis, saat keduanya ada di perjalanan dari kost-an.
Ya, ia bahkan masih ingat wajah takut Aliysia ketika melihat dari balik hordeng.
"Kentang goreng, nugget? Maksudnya makanan cepat saji, begitu?" tanya Vian memastikan dan anggukkan lebih semangat diterima, serta tatapan dengan binar semangat membuatnya mendengkus.
"Yups! Dengan mocca float atau es krim juga enak, enak banget malahan, yuk Vian! Makan di sana yuk!" sahut Aliysia berseru semangat.
Bahkan, ia sudah menarik-narik tangan Vian yang justru berdecak, menyentak tangan si bocah meski tidak bertenaga.
"Tidak, itu tidak baik bagi kesehatan," jawabnya dengan nada datar, menuai dengkusan kesal dari Aliysia yang mulai menampilkan wajah judes, membuatnya diam-diam tersenyum dalam hati karena akhirnya si bocah bersikap biasa lagi.
Biasa lagi, maksudnya menyebalkan.
Lihat saja, Aliysia kini sudah memasang wajah mengejek yang kentara. "Bilang saja pelit, huh! Vian payah," oloknya dengan cibiran, tapi untunglah kali ini bukan panggilan paman lagi yang keluar dari lisannya.
Sungguh, Vian selalu dibuat terkatup rapat jika sudah berbalas ejekan dengan Aliysia. Ini baru dua hari tensinya sudah naik, apalagi nanti.
"Asal kamu tahu, Lysia. Cari uang itu susah," jawab Vian santai, kemudian menarik Aliysia untuk mengikutinya masuk ke dalam supermarket, dengan decakan sebal kembali terdengar olehnya.
Benar-benar bocah.
"Payah ih Vian, pelit."
"Hn."
Aliysia menyerah, ia mengeluarkan jurus yang biasanya selalu berhasil jika sedang menghadapi dua kakaknya. "Fine, aku yang teraktir. Bagaimana? Aku sudah lama tidak makan kentang goreng di sana, Vian. Ayolah~," rengeknya, ketika si suami paman tetap menyeret menuju tempat keranjang belanja berkumpul.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Aliysia, Vian sontak menarik sudut bibir membentuk seringai. "Memang kamu ada uang untuk meneraktirku?" tanyanya sambil menghadap ke belakang dan memasang wajah meledek yang tidak ditutupi sama sekali.
Wah! Si paman menyebalkan.
Aliysia mengumpat dalam hati, hampir menganga mendengar dan melihat wajah menyebalkan pria di depannya. Namun, ia tidak bisa diam saja dan ganti mencebilkan bibir, kemudian bersedekap dada seraya mendengkus kesal.
"Ada dong, sembarangan saja!" sewotnya dengan dagu terangkat, membuat Vian tergelak saat mengingat jika beberapa waktu yang lalu si bocah tengil satu meminta ongkos kepadanya.
"Pfft.... Tadi pagi siapa yang meminta ongkos taksi sama aku ya, heum…. Siapa ya," gumam Vian seakan pura-pura mengingat. Padahal sih sudah jelas, jika ia saat ini sedang mengejek dan Aliysia yang mengerti bergerak salah tingkah, juga jangan lupa wajahnya memerah, kesal sekaligus malu.
"Ukh! Reseh banget, Vian. Aku 'kan cuma ingin memanfaatkan statusku, masa untuk operasional sebagai istri aku harus memakai uang sendiri sih. Payah ih!" kilah Aliysia, tapi sayang Vian yang mendengar alasan itu justru ingin sekali rasanya terkekeh kecil.
Astaga! Aku rasa hidupku akan berwarna mulai saat ini, batinnya dengan kepala menggeleng takjub.
Aliysia yang melihat wajah menahan tawa Vian semakin kesal dibuatnya, hari ini ia dibuat takut dan kesal di saat bersamaan. Bagaimana bisa hidupnya berbanding balik dalam waktu singkat seperti ini?
Ugh! Dia menyebalkan, batinnya kesal sendiri.
"Memanfaatkan status bagaimana ini?" tanya Vian dengan wajah seakan tidak mengerti dan Aliysia mengangguk kemudian menjelaskan.
"Istri 'kan dikasih uang dan makan sama suami, ya aku juga dong."
Vian mengangguk kecil mendengarnya, mengubah seringainya menjadi senyum kalem. "Baiklah, aku akan membelikanmu kentang goreng dan nugget sebanyak apapun yang kamu mau-
"Yes, Vian baik sekali-
"Tapi ada syaratnya."
Huh?
Bersambung