Sesampainya aku di rumah orang tuaku, aku langsung bergegas menuju kedapur melewati halaman belakang, halaman yang cukup luas untuk keluarga ku.
Belum sampai sampai aku ke dapur aku melihat seorang pria berambut pirang, dan memiliki warna mata biru yang indah Sangat tampan. Saat dia juga melihatku aku langsung memalingkan wajahku dan bergegas menuju dapur karna aku takut orang orang yang aku kenal akan menyakiti ku secara perlahan seperti Ayah Ibu Alena Paman Axel dan yang lebih parahnya lagi Kenan sahabat ku sekaligus musuh Axel juga hanya memanfaatkan ku saja agar Axel selalu memarahi diriku.
Entah sejak kapan Axel bersikap seperti itu padaku, Ia selalu marah ketika Kenan dekat denganku. Apakah dia cemburu atau dia benar benar marah jika Kenan dekat denganku? Aku tidak ingin memikirkan hal itu, mengingat perlakuan Axel pada ku itu membuat ku sakit.
"HEI BOCAH APA KAU TIDAK LIHAT DI LUAR SUDAH BANYAK TAMU?" Aku sontak kaget mendengar teriakan Ibuku
"Maafkan aku ibu"
"Cepat pungut piring kotor itu dan jangan lupa kau besihkan, Aku tidak Sudi melihatmu duduk bengong di meja makanku" aku hanya menundukkan kepalaku dan mengambil masker untuk menutupi sebagian muka ku.
"Aleta? Kau datang? Sama siapa? Kenapa kau memungut piring" kata pria itu sambil tersenyum miring melihat ke arah Axel, yah dia Kenan.
Dia memeggang tanganku dan mulai mengelus pipi, Aku melihat kearah Axel yang menahan amarahnya. "Bagaimana jika kita berdansa sebentar Aleta?" Ajak Axel, Dia sengaja mengajakku untuk membuat Axel marah padaku.
"Oh jadi ini kembarannya Alena dia memiliki saudara kembar yang ca-cat?" Ucap seorang wanita menghampiriku.
"Dia bukan saudara kembarku, saudara kembarku sudah mati dia hanya sampah di rumah ini" cukup sudah hati ku terhujam bagaikan pisau tajam menusuk uluh hati ku berkali kali setelah Alena dan sahabatnya menjelekku di depan umum.
"Oh jadi kau kembarannya Alena dan sepupu dari kenan yang... ca-cat?" Ucap Kenan yang membuat air mataku langsung turun
"Sudah kubilang Kenan dia bukan kembaran ku, dia hanya sampah"
"Oh ya, wow bahkan saudara kembarmu tidak menganggapmu, sungguh gadis yang malang... Haha" ucap Kenan cukup kecang sehingga semua orang melihat ku
"Cukup Alena ayo ikut denganku... Dan kau Aleta cepat bersihkan piring dan..." Omongan Axel langsung di potong oleh Ibuku yang sedang berada di hadapanku saat ini.
Plak...
Satu tamparan cukup kuat dan keras sehingga semua tertuju pada ku Bahakan di jadikan bahan tontonan semua orang. " DASAR ANAK BIADAB BELUM CUKUPKAH KAMU MEMPERMALUKAN ANAK KU, PERGI SEKARANG KEDAPUR AKU MUAK MELIHAT MUKA MU"
"Apa salahku Tuhan sampai aku di perlakukan seperti ini" Gumamku.
Aku menuju kearah dapur banyak orang yang melihat sinis padaku dan membicarakan aku.
"Lihatlah ibunya saja tidak ingin mengurusnya, bahkan tidak menganggapnya sebagai anak"
"Iya kalau saya juga punya anak cacat, juga saya tidak mau mengurusnya , memang setelah besar dia bisa apa? Sudah cacat malah nyusahin bikin malu keluarga saja"
"Tapi ya sist kata tetanggaku ngumpanin anak cacat itu berkah loh"
"Berkah apanya? Nyusahin iya, lebih baik di buang"
Sesak mendengar semua perkataan orang orang di sekelilingku. Aku berjalan cepat menuju dapur sambil membawa piring kotor dengan dorongan.
Sebelum aku memasuki dapur seseorang memegang tanganku langsung mendorong ketembok, dia mencium bibiku dengan kasar mengambil first kiss ku, dan memeggang bagian atasku yang masih kecil. Aku mendorongnya untuk menjauh dari tubuhku dan menampar pipinya keras.
Plakk..
"Apa salah ku hingga kamu memperlakukan aku seperti ini? Kau boleh mencaci ku, menghinaku, tapi kenapa kau tega memperlakukan aku seperti ini" Aku menangis keras karena aku telah di lecehkan oleh sepupuku.
"SALAH KAU ADALAH KARNA KAU MAU SAJA DI PEGANG OLEH PRIA BRENGSEK SEPERTI KENAN, JALANG" aku hendak ingin pergi dari pria iblis yang ada di depanku karna aku tidak sanggup lagi dengan perkataannya. Belum ada selangkah aku bergerak Axel memeggang tangan ku kembali dengan kasar membawaku ke kamar mandi.
Aku tidak tahu apa yang di pikirkan oleh Axel. Aku mengikuti arusnya, tubuhku di kuasai oleh nafsunya yang menggebu-gebu.
Axel melucuti semua pakaianku, sekarang tubuh mungilku sudah terlihat olehnya tanpa sehelai benangpun.
"Axel aku mohon... Tolong jangan lakukan ini padaku hiks..."
Aku memohon agar berhenti dengan permainannya itu, tapi Axel justru semakin bergairah karna aku lemah tidak bisa melawannya hanya menangis dan memohon.
Salah satu tangan Axel yang sedari tadi hanya diam saja sekarang mulai mengelus bagian bawahku. Perlahan erangan dari mulutku mulai keluar aku merasakan hal aneh antara kesakitan dan kenikmatan.
Seketika permainan Axel berhenti itu membuat tubuhku menginginkan hal yang lebih. Pikiran ku tak sejalan dengan apa yang aku inginkan sekarang ini.
Dia juga membuka semua pakaian miliknya. Aku yang tadinya hanya dia kini aku merapatkan sedua kaki untuk sebagai penghalang karna aku melihat bagian bawah Axel akan siap menggempur ku.
Baru saja Axel ingin melangkah menuju kearah ku terdengar suara ketukan pintu dari luar.
Tok... Tok... Tok...
"Sial" Aku mendengar umpatan Axel, aku yakin dia kesal karna dia tidak sempat mengambil kesucian. Aku sangat beruntung karna karna Tuhan masih ingin menolongku walaupun tidak seorangpun yang melihat diriku.
Aku dan Axel segera mengambil pakaian kami dan segera keluar. Aku hendak ingin membuka pintu kamar mandi tapi tertahan oleh tangan Axel.
"Kau beruntung hari ini Jalang, tapi tidak untuk besok kau akan terbaring lemas di bawahku"
Aku tidak ingin mendengar apa yang di katakan Axel barusan, karna itu akan membuat pikiranku semakin kacau.
Aku segera membuka pintu. Betapa kagetnya aku melihat orang yang sedang menungguku, mataku mulai terbelalak ketakutan air keringat mengguyur seluruh tubuhku.
"Axel, Aleta apa yang kalian lakukan di dalam?"
"Alena, Aleta merayuku"
"Tidak tidak seperti itu Alena aku...." Ucapanku terhenti.
"Cukup Aleta apa kau sudah lupa? Kau ini cacat dan sekarang kau ingin menjadi jalang?"
Plak...
Tamparan cukup kecang oleh Alena mampu membuat pipiku menjadi merah.
"Kali ini aku akan mengampunimu, jika kau merayu Axel akan kulaporkan pada ibu dan ayah ingat itu baik baik Aleta."
Aku berlari keluar dari rumah orang tua ku sambil menangis. Aku menulusuri jalan yang akan menuju Kerumah paman tapi aku melihat pria yang ada di taman tadi membuat ku ingin menghampirinya.
"Hei.. apa kau sedang menunggu seseorang untuk menjemputmu pulang, karna anak lelaki tidak boleh pulang malam? Hahaha" tawaku seiring dengan lelucon yang ku buat.
Pria itu hanya diam dan mukanya tidak merespon apapun.
"Ternyata lelucon ku gagal" kataku sambil menatap langit
"Aku tau kau sedang menghibur dirimu sendiri. Tapi kau tahu jangan menutupinya dari ku."
"Kenapa?"
"Karna itu akan menyakiti perasaan mu sendiri. Dari pada kau menutupinya sebaiknya kau lebih terbuka."
"Tapi bukankah kehidupan seperti itu. Dunia sangat kejam padaku tidak ada seorang pun melihat ku sedang terpuruk. Bagaimana caranya aku menceritakan apa yang terjadi dalam hidupku jika tidak ada seorang pun yang ingin mendengarnya"
"Aku pernah punya sahabat tapi dia hanya memanfaatkan aku saja. Dunia ini tidak adil, andai aku mati itu akan membuatku bahagia" Lanjutku.
"Dunia memang kejam dan juga jahat. Memang perlu kesabaran untuk melewati ini semua"
"Ayo Aku antar kau pulang" Dia langsung menjulurkan tangannya kepadaku.
"Mana Motormu?" Aku bertanya kepadanya karna aku melihat sekeliling taman itu tidak ada kendaraan satu pun.
"Huft... Dasar cewe matre, aku mengantarmu pulang dengan kaki bukan dengan kendaraan."
"Apa kau yakin akan mengantar ku dengan selamat? Aku takut kau akan berbuat macam-macam padaku"
"Apa aku terlihat seperti sepupumu?"
Aku kaget mendengarnya bagaimana bisa dia melihatnya padahal tidak ada jendela atau lubang dikamar mandi rumah orang tua ku.
"Aku melihat sepupumu membawamu kekamar mandi" lanjutnya.
Aku bersyukur dia tidak melihat bagian tubuhku karna aku pasti akan sangat malu apa lagi aku di paksa oleh Axel.
"Baiklah aku ikut denganmu"
"Oh ya aku luma menanyakan namamu, Siapa namamu?"
"Niel, dan kau?"
"Aleta"
"Nama yang cantik" seketika membuat pipiku merah merona.
Aku memaling wajahku menutupi pipiku yang sekarang seperti kepiting rebus.
"Jangan kau tutupi wajahmu dari ku, aku tidak bisa melihat wajahmu yang cantik"
"Jangan menggodaku Niel"
"Hahahahahaaa" dia hanya tertawa dan sambil berjalan mengantarku pulang.