Mereka terus saja berpandangan satu sama lain seperti ada medan magnet di antara mereka berdua, mereka melupakan dimana mereka berada.
Damian terus saja melihat ke arah Chika dan berharap dapat mengelus bibir Chika. Sementara Chika juga berharap dapat merasakan ciuman dari Damian. Sany masih saja diam berharap Chemistry itu semakin kuat diantara mereka.
Damian menggerakkan tangannya dan mulai mengelus ujung bibir Chika, Chika yang menerimanya menutup mata merasakan elusan Damian. Dia berharap kejadian ini hanyalah ilusi.
Sany yang melihat pergerakan Damian menahan nafas tertahan berharap Damian segera melakukannya, dan terus saja menatap dalam keterdiaman.
Damian melihat Chika yang pasrah kemudian semakin tertantang mendekatkan wajahnya dan mulai menyentuh bibir Chika dengan bibirnya sendiri. Chika merasakan sesuatu yang lembut dan hangat menghampiri bibirnya, Damian segera menyentuh kepala Chika dan mendekatkannya ke arah dirinya dan mulai mengecup bibir Chika, lidahnya memaksa masuk kedalam mulut Chika yang menerimanya dengan kebingungan. Aliran listrik itu kembali mendera mereka berdua dan tidak juga terlepas, karena kecupan itu semakin dalam dan penuh makna. Damian yang ingin berada terus di samping Chika dan menjadikannya kekasihnya kalau bisa dan takdir Tuhan dia ingin menjadikan Chika sebagai calon isterinya. Sementara Chika yang belum pernah berciuman walaupun dia berpacaran dengan Jose, tidak bergeming sama sekali. Dia merasakan sensasi berbeda dan aliran listrik itu masih tetap menguasai tubuhnya. Sampai akhirnya,
"Hmm, Hmmm," Sany berdehem.
Chika segera membuka matanya dan menatap mata Damian dengan tajam, kemudian mendorong dada Damian dengan lembut dan duduk tegak. Rona merah menjalari pipinya yang mulus.
"Apa yang kulakukan? Mengapa di depan Sany malah saya berciuman? Apa yang terjadi?" pikir Chika dengan bingung.
Dia tidak menyadari mengapa dia melakukannya begitu saja dengan Damian, tetapi Chika menyadari hatinya berdebar tidak karuan sekarang.
Damian yang salah tingkah akhirnya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia tidak menyangka di depan adiknya dia melakukan semuanya. Padahal sedikit pun dia tidak berencana ingin mencium Chika semuanya terjadi di luar kendalinya.
"Hmm, Hmmm. Wahhh, Wahhh," kata Sany dengan terkejut.
"Maaf Icha, Kakak tidak sengaja melakukannya. Kakak kok jadi terpengaruh drakor."
Katanya dengan suara sumbang dan merasa malu, tetapi di dalam hatinya dia bersyukur telah melakukannya dengan sangat berani. Seharusnya sekarang Chika menyadari perasaannya.
Chika yang mendengar perkataan Damian juga berpikir dirinya terbawa suasana seperti yang tuturkan Damian, mereka hanya terbawa suasana Drama Korea yang biasa dia tonton.
"Hahah, hhahh. Tidak apa – apa Kak, Icha juga salah Kak. Maafkan Icha ya," katanya lagi dengan salah tingkah.
Sany yang melihat kekikukkan mereka berdua akhirnya tidak tahan kalau tidak ikut campur.
"Tadi tiba- tiba berdua saling sosor, kini dua – duanya malah meminta maaf. Yang benar kalian berdua telah jatuh cinta tanpa menyadarinya. Biarlah waktu yang menjawab semuanya," pikir Sany lagi.
"Kakak dan Icha bagaimana sich? Kok pada minta maaf memangnya kalau dua manusia saling menyukai berciuman apa itu salah? Sebaiknya tidak usah meminta maaf karena tidak ada yang perlu di maafkan yang benar kalian sudah dipanah Dewa Cupid."
Dewa Cupid adalah Dewa cinta dalam mitologi Romawi yang akan memanahkan panahnya ke orang - orang sehingga mereka akan jatuh cinta. Chika dan Damian yang mendengar perkataan Sany hanya bisa terdiam dalam malunya. Chika termenung sesaat.
"Apa benar seperti yang diucapkan Sany? Mereka saling menyukai? Ah, Sany sepertinya kamu ini mengada – ngada saja. Yang iyanya aku jadi malu melihat Kak Damian. Tidak mungkin bukan Kak Damian mencintainya? Menurut penuturan Sany Kak Damian itu populer di kalangan pengusaha. Mereka berlomba – lomba mendekatkan putrinya dengan Damian, mereka ingin Damian bisa menjadi menantu mereka. Mereka yang mengejar Damian jauh lebih kaya dan cantik dari Aku, mana mungkin dia menyukaiku?" pikir Chika lagi.
Chika teringat bagaimana jengkelnya Sany di sore itu,
"Lho kok wajahnya masam begitu San?" tanya Chika.
Di atas meja kerja Chika bertumpuk desain model milik para pelanggannya. Bulan ini mereka memang sangat sibuk karena pekerjaan mereka mulai di lirik kaum muda, sementara Sany meminta izin kepada Chika meninggalkan butik mereka karena orang tuanya meminta Sany dan Damian mengikuti acara lunch bersama dengan relasi bisnis ayahnya, Yudha Wijaya.
"Bagaimana tidak masam, aku bela – belain meninggalkan butik untuk bertemu dengan teman Papa, ternyata aku mau dijodohin. Tentu saja aku menolak dengan keras. Papa yang tahu tabiatku malah menekanku terus dan harus mau menerimanya. Aku bersikeras menolaknya, manusia OOn," kata Sany dengan marah.
"Lho kok calonnya dikatai Oon?" tanya Chika lagi.
"Gimana ngak OOn saya sudah tolak, ehhh wajahnya datar saja seolah – olah semua yang kusampaikan tidak ditanggapi. Coba kamu bayangkan kesal ngak?" katanya lagi.
"Maksudnya?"
"OOn itu singkatan Oscar Oslo nekad," kata Sany dengan marah.
"Nekad bagaimana?" Chika benar – benar bingung sekarang.
"Ketika aku menolaknya, malah dia bilang ke Papa. Tenang saja Om, anak Om pasti bertekuk lutut dengan saya, tidak ada yang bisa menolak wajah tampan dan kepintaran saya. Tentu saja aku yang mendengarnya langsung hampir melompat kaget, karena berani – beraninya dia mengejek aku seperti itu, apa memangnya aku menyukai dia ? Kepercayaan dirinya terlalu besar. Aku malah makin muak melihatnya, sampai – sampai Kak Damian mengerutkan dahinya mendengar si OOn itu berbicara. Kak Damian menatap tajam wajahnya tetapi dasar manusia datar dia tidak memperdulikannya sama sekali. Wajahnya seperti innocent begitu! Kebayang ngak? Ada manusia seperti itu. Yang lebih gawatnya lagi adiknya malah minta dijodohin dengan Kak Damian, tentu saja Kak Damian menolaknya."
"Wah hebat dong, Om Yudha maksudnya mau mencari satu menantu malah dapat dua. Ha, ha, ha," tawa Chika dengan lucu.
"Om Yudha Icha? Papa, sudah berapa kali Papa memintamu memanggil beliau dengan Papa," protes Sany.
Chika hanya tersenyum mendengar protes Sany. Chika dapat membayangkan bagaimana wajah Sany pada saat pertemuan itu. Sudah tentu dia akan menyambar kesempatan baik ini.
"Kalau kamu mau dijodohkan dengan Kak Damian, kalian saja ya. Saya tidak akan mau," kata Sany lagi.
Damian yang kini menatap angker ke arah Sany sudah tentu menolaknya dengan tegas. Dia segera berlalu dari meja makan dengan terlebih dahulu pamitan.
"Maaf Papa, Om sebaiknya saya mohon pamit. Saya banyak urusan, masalah ini di luar pemikiran saya dan satu lagi Papa sebaiknya Papa memberikan kebebasan masalah jodoh kepada anak -anaknya sendiri. Kalau saya tahu lunch ini berhubungan dengan omong kosong seperti ini pasti saya tidak akan datang."
"Damian segera berlalu tanpa memandang siapapun, wajahnya merah padam. Papa yang mengerti sikap anak -anaknya akhirnya pasrah, apalagi kalau sudah menyangkut Kak Damian. Wataknya keras, lebih keras dari batu." Kata Sany lagi.
"Jadi bagaimana dengan perjodohan mu itu? Ngak jadi dong. Syukurlah kalau begitu, tapi mengapa wajah Kamu kesal kalau tidak jadi?" tanya Chika dengan heran.
"Iya, iyalah dia berjanji dengan Papa akan mengejarku terus dan meluluhkan hatiku. Kalau Aku tidak ada disana, ya ngak apa – apa. Aku tidak akan perduli, coba kamu bayangkan Icha manusia apa itu membicarakan orang di depan orangnya langsung kan jadi aneh. Mana Adiknya juga punya pemikiran yang sama. Cantik sich adiknya seperti model, tapi coba saja menaklukan Kak Damian, apa dia sanggup? Haahha," kata Sany lagi.