Matanya membeliak terkejut melihat siapa orang yang berada dihadapannya.
"Kamu?"
Chika akhirnya menyadari lelaki yang berdiri dihadapannya kini mengenal Chika, dan dia terus saja menatap Chika dengan pandangan tidak mengenakkan.
"Selalu saja kamu, mengapa kamu selalu saja mengganggu jalanku," cecar Lelaki itu dengan kasar.
Chika yang mendengar perkataannya melotot tajam, dia tidak suka dengan kekasaran lelaki yang berada di hadapannya.
"Siapa yang mengganggu jalanmu? Apa kamu pikir saya kurang kerjaan?" Chika langsung emosi.
Pria yang berdiri di hadapan Chika menatapnya dengan kesal, wajahnya benar – benar masam sekarang.
"Kamu ini ya kebiasaan, kalau bicara selalu mau menang sendiri."
"Jangan sok mengenal saya, dari mana kamu tahu saya mau menang sendiri. Kenal saja tidak, apa kamu pikir kamu itu sudah mengenal saya?" tanya Chika sambil membenarkan rambutnya yang diterbangkan angin hingga menutupi wajahnya.
Chika kini menatap tajam ke arah lelaki itu dengan tatapan permusuhan yang kentara. Chika tidak suka melihat matanya yang kini menghina Chika.
"Perbaiki dulu sopan santunmu, baru kamu datang ke negara orang. Kamu belum saja lulus malah sudah mau travelling."
"Lho apa hubungan dengan sopan santun dengan travelling? Kamu bicaranya makin melantur jangan – jangan kamu ini ada sakit saraf ya?"
Chika semakin jengkel ketika dia menyebut sopan santun.
"Enak saja mengatai orang tidak sopan, padahal Nenek selalu mengajarkan tentang tata krama. Sembarangan saja."
Chika semakin tidak suka melihatnya, wajahnya yang cemberut terlihat lebih cantik dan sangat menawan.
"Kamu ini sudah salah minta maaf bukan mengatai orang punya penyakit saraf? Apa kamu pikir kamu ini juga tidak mempunya penyakit saraf?"
"Siapa yang salah mengambil koper di bandara dan bersikeras itu punyanya? Siapa yang sudah tahu salah bukannya minta maaf malah mau kabur? Apa itu yang disebut dengan orang yang punya kesopanan? Apa kamu pernah diajarkan sopan santun? Tolong kamu berkaca dulu yang benar. Kamu ini memang perlu banyak belajar untuk bersikap sopan."
Deg.
Chika merasa malu diingatkan tentang insiden di Bandara Incheon Seoul. Tanpa harus diingatkan oleh pria itu, sebenarnya Chika juga sudah merasa malu.
"Seandainya aku berhati – hati maka masalah ini tidak akan terjadi, dasar sial," pikir Chika dengan gusar.
"Lihat pria ini dengan sombongnya dia mengata- ngataiku padahal kenalpun tidak."
Chika tidak suka dikata- katai demikian sehingga matanya menatap tajam dan kini sudah muak melihat pria yang berdiri di depannya ini.
"Cukup jangan menyudutkan orang lain."
Chika tidak ingin melanjutkan pembicaraan mereka lagi, tanpa mengacuhkan pria Chika menunduk mengambil gembok yang terjatuh dan berjalan meninggalkan pria yang telah menghinanya.
Chika melihat di sekelilingnya dan dia melihat tempat yang cocok untuk meletakkan gemboknya, dia berjalan meninggalkan pemuda itu tanpa memperdulikannya lagi. Chika ingin segera memasangkan gemboknya dan bergerak meninggalkan tempat itu, tetapi sebelum dia pergi pemuda itu menarik tangan Chika dan menghadapkannya ke wajahnya sendiri. Dia tidak menyukai Chika meninggalkannya secara tidak sopan.
"Lepaskan tanganmu dari lenganku." Kata Chika dengan dingin.
Chika sudah muak melihatnya kali ini dia ingin segera berlalu dari hadapan pemuda itu, pemuda itu masih memegang lengan Chika dan tangannya yang bebas melihat tulisan yang ada di gembok cinta milik Chika.
"Biarlah Cinta dan kebahagiaanku datang menghampiriku, haahhah. Berarti kamu selama ini tidak pernah pacaran, ternyata jomlo sejati. Hahah, hahaha."
"Apa? Kamu sebut saya jomblo sejati? Jangan menghina saya ya. Jangan berpikir sesuka hatimu, karena kamu belum mengenal saya!" bentak Chika kembali.
"Segera lepaskan tanganmu dari lenganku! Jangan sentuh aku!"
Pria itu semakin mempererat pegangannya dan tidak ingin melepaskan Chika sama sekali. Tiba – tiba dari belakang terdengar suara wanita yang memangggil pria dihadapannya dengan manja.
"Noah ngapai kamu disana, kemarilah bantu aku memasangkan gembok ini, NOAH!," jerit wanita itu lagi.
Pria itu tidak memperdulikan panggilan wanita itu, dan di belakang Chika terdengar suara Sany yang berbicara kepadanya.
"Icha, kamu kemana saja. Sudah kamu pasangkan gembok itu?" tanya Sany kepada Chika.
Chika menggelengkan kepalanya, Sany tidak melihat lengan tangan Chika telah dipegang seseorang sehingga Chika tidak dapat bergerak menghampiri Sany. Chika sangat kesal karena lengan pemuda itu masih saja menahan lengan Chika. Setelah Sany mendekat secara spontan Sany langsung berkata.
"Suitcase, apa yang kamu lakukan di sini?"
Sany yang melihatnya langsung menutup mulutnya karena dia sadari pria di depannya ini ternyata orang Indonesia.
"Suitcase? Kamu sebut saya suitcase?" tanya pria itu.
"Noah apa yang kamu lakukan di sini"
"Ternyata namanya Noah." Bisik meraka didalam hati.
Mereka menatap Noah yang tidak memperdulikan wanita itu, tetapi wanita itu mendekat dan segera menggamit lengan pria yang dipanggilnya Noah.
Setelah di lihat ternyata Noah lelaki yang sangat menawan wajahnya memiliki daya tarik luar biasa, apalagi dibawah cahaya lampu menambah ketampanan wajahnya. Noah memiliki aura misteri yang memikat.
"Noah ada apa sich? Dipanggili kok ngak mau datang?"
Pandangan Noah tidak lepas dari wajah Chika yang membuat Chika menjadi salah tingkah, kalau dilihat lebih jelas, wajah Chika kini merona merah. Wanita yang disamping Noah kini menatap wanita yang di hadapannya, dia tidak rela jika Noah melihat wanita lain.
"Noah ayo dong, ngapai juga lihat wanita yang begituan."
Wanita itu menatap Chika dan Sany dengan pandangan yang merendahkan. Dia tiba – tiba punya perasaan benci dengan wanita yang tidak dia kenal sama sekali.
"Minta maaf tidak?"
Noah masih menatap Chika dan menganggap orang yang di sekitarnya tidak ada, dia mengacuhkan semua orang yang ada di sana. Dia kini berbicara dengan nada santai, tidak seperti tadi yang membentak Chika dengan kasar.
Chika mengernyitkan dahinya serasa tidak percaya dengan perubahan Noah entah apa yang membuat Noah berubah.
"Icha, sudah sana minta maaf. Jangan sampai ribut malu."
"Nach betul kata kawan kamu tukh. Apa kamu ngak malu?"
Wanita itu ingin menyudahi pandangan Noah terhadap Chika, dia sudah tidak tahan melihat tatapan Noah yang terus saja menatap Chika.
Chika bukannya tidak mau minta maaf tapi dia tidak suka, Noah sudah menuduhnya dengan sembarangan bahkan menyalahkan didikan almarhum neneknya lagi.
"Seharusnya bukan dia yang meminta maaf?" pikir Chika dengan rasa tidak suka.
Sany memegang lengan Chika dan terus saja membujuk Chika, tetapi Chika mengabaikannya. Sany juga memahami bagaimana tabiat Chika, dia bisa sekeras batu dan tidak bisa diajak kompromi jika sudah bertekad.
Mereka berdua kini saling pandang, Chika dengan keras kepalanya dan Noah dengan tuntutannya. Walaupun Noah sudah mengurangi kekasarannya bahkan pandangan matanya yang semula kelihatan jengkel kini sepertinya menggoda Chika, karena dia ingin melihat sampai dimana Chika mempertahankan keras kepalanya.
"Seharusnya kamu yang minta maaf duluan, sudah menghina almarhum Nenek."
"Menghina? Apa maksud kamu?" tanyanya dengan santai.
"Kamu mengatakan saya tidak sopan bukan? Saya tidak dididik. Asal kamu tahu saja Nenek ku mendidikku dengan sangat baik. Jadi jangan remehkan didikannya."
Tiba – tiba terdengar tawa lelaki itu dengan sangat kuat sehingga menarik semua mata yang memandangnya.