Aku sudah lama tidak pulang ke rumah, mungkin hampir 9 tahun. Bukan karena aku kabur dari rumah tapi ya karena aku harus sekolah di Sumatera Utara tempat nenekku. Ceritaku ini juga bukan tentang kehidupanku semasa di Sumatera, kota yang jauh dari kata indah karena jauh dari orang tua tapi aku ingin menceritakan tentang kehidupan ku setelah lulus dari SMA dan kembali ke rumah orang tua ku untuk meneruskan kuliah di salah satu Universitas Negeri di daerah Jakarta.
Jadi sewaktu aku masih Sekolah Dasar, aku mempunyai teman kecil yang aku sendiri lupa siapa namanya, yang aku ingat hanya mereka berjenis pria.
Aku masih ingat sekali wajah mereka, mungkin jika aku melihatnya, aku bisa langsung mengenali mereka berdua tetapi kenyataannya pada saat aku pulang ke rumah, aku hanya bertemu salah satu dari mereka.
Hanya satu yang kuingat dari mereka yaitu nama panggilan yang kuberikan pada mereka yaitu Boy dan mas Bro.
Awalnya aku juga lupa tetapi, karena ada acara di rumahku salah satu dari mereka datang bersama orang tuanya, pak Hamdi dan bu Wina. Aku bisa menyebut nama orang tuanya bukan karena aku mengingat nama mereka berdua tapi karena ibuku mengenalkannya padaku saat itu.
"Reina, ini pak Hamdi dan bu Wina tetangga kita di perumahan sebelah," kata ibu padaku.
"Hey Om, Tante," kataku sambil bersalaman pada mereka berdua.
"Cantik ya Reina," kata bu Wina padaku sambil mengelus rambutku.
"hehehe, makasih Tante," jawabku.
"Eh iya bu Wina anaknya mana bu?" tanya ibuku pada ibu Wina.
"Itu masih di mobil. Maklumlah anak muda suka malas sebenarnya pergi ke acara orang tua, katanya gak asik, tapi dia nanti juga menyusul kedalam," jawab bu Wina sambil menunjuk ke arah mobil.
"Oh iya bu, begitulah, namanya juga anak muda bu, Reina juga suka begitu," jawab ibuku terkekeh sambil meledek melihat kearahku.
"Apa sih, Ma?" kataku malu di hadapan bu Wina dan pak Hamdi.
"Lagi pula apaan anak itu, tidak tahu sopan santun. Sombong sekali rasanya jika dia harus bersifat seperti itu," jeritan kesalku dalam hati.
Lima belas menit kemudian datanglah seorang pria yang terlihat seumuran denganku atau mungkin lebih dewasa sedikit yang menghampiri kami sambil salaman kepada ibuku.
"Hey tante apa kabar?" kata pria itu.
"Tante baik," ibuku menjawab dengan sedikit bingung karena ibu tidak mengenalnya, begitu pula aku.
"Ini anak saya, bu," kata bu Wina menjelaskan sambil tersenyum.
"Oh ini anak ibu ya? Saya sampai pangling melihatnya sekarang ganteng sekali ya , kamu nak beda dengan dulu," jawab ibuku tampak terkejut.
"Wah tante bisa saja, berarti dulu aku gak ganteng dong?" tanya pria itu dengan santai.
"Hehehe~." Ibuku hanya nyengir.
"Aku seperti mengenalnya, seperti aku pernah dekat dengannya, tapi aku tidak tahu siapa dia dan aku tidak mengenal sama sekali wajahnya," bicaraku dalam hati sambil melihat pria itu.
Disini hanya aku yang tidak mengenali siapapun. Aku jadi bingung harus apa, bersama siapa aku bicara dan bersenang-senang di acara seperti ini.
Aku yang hanya duduk diam mendengarkan obrolan Ibu dengan Bu Wina yang entah apa yang mereka obrolkan.
Lalu tiba-tiba pandanganku terpatok pada satu wajah, aku melihat pria itu terus menerus. Bukan karena aku menyukainya tapi aku hanya ingin mengingat siapa dia dan kenapa keluargaku bisa sangat dekat dengannya.
"Siapa sih pria ini? Kenapa aku merasa pernah dekat sama orang ini?" tanyaku dalam hati dengan perasaan bingung sambil sedikit melamun.
"Hey, lagi memperhatikan ketampananku ya?" Tiba-tiba dia sudah ada tepat di depan wajahku memecahkan kesunyian dalam diriku.
"Ah ya ampun bodoh banget, masa iya aku ketahuan lagi ngeliatin dia, duh pasti wajahku memerah sekarang," aku berbicara sendiri dalam hati.
"Ih pede sekali kamu sih, aku tak sedang melihat dirimu ya," jawabku berbohong.
"Masa sih? Tapi sepertinya kamu sedang melihat ke arahku, kalau bukan ke aku … kamu lihat apa coba? Hayo ngaku!" ledek pria itu dengan sedikit tersenyum memperlihatkan gigi taringnya.
"Please deh ya jangan kepedean kau jadi orang" kataku kesal.
"Siapa namamu?" tanya pria itu.
"Reina," jawabku cuek. "ah elah padahal aku pengen banget tanya namanya dan aku juga pengen banget tanya apa dia mengenalku, tapi males ah," kataku kesal sendiri walau hanya dalam hati.
"Oh jadi kamu yang namanya Reina."
"Iya, kamu mengenalku?"
"Tidak."
"Lalu?" jawabku. "Kenapa bisa ngerasa sangat dekat ya padahal kita tidak saling kenal?" tambahku bertanya dalam hati.
"Mamaku sering cerita tentang kamu, katanya kamu anak nakal," kata pria itu padaku.
"Wah apa iya mamamu bilang begitu?" tanyaku lagi. "Jahat sekali mamanya bilang begitu padanya tentangku, ya memang sih aku nakal tapi kan...." celotehan ku dalam hati.
"Tidak. Hahaha," kata pria itu tertawa puas seperti habis menang lotre saja.
"Tak lucu," jawabku. "Ah syukurlah kalau memang begitu," kataku dalam hati yang merasa lega mendengarnya.
"Biarkan saja, aku sedang tidak melawak kok."
"Ah sudahlah aku mau ke belakang saja," dengan sedikit kesal aku beranjak dari tempat dudukku.
"Tunggu Pel, aku ada sesuatu untukmu," kata pria itu ikut beranjak dari tempat duduk dan menghentikan langkahku.
Deg!
"Sepertinya aku tahu panggilan Pel, itu yang biasa teman kecilku memanggil diriku, oh Tuhan siapa sebenarnya laki-laki ini?" Hatiku terasa bercampur aduk.
"Apa?" tanyaku sinis.
"Ini," sambil memberikan kotak kecil dan langsung pergi begitu saja meninggalkanku. "Semoga kamu suka ya Reina," tambahnya dari kejauhan.
Aku masih bingung dengan apa yang terjadi denganku hari ini, tentang ikatan hatiku dengannya yang seperti dekat sekali tapi kenapa sama sekali aku tidak mengenalnya.
Pada saat itu jam sudah menunjukkan jam 10 malam dan keluarganya pun mohon pamit pada keluarga ku untuk pulang.
"Reina," panggil ibuku.
"Iya Bu, aku kesana," jawabku sambil berjalan menuju arah Ibu, Ayah dan keluarga pak Hamdi.
"Reina, ini pak Hamdi, bu Wina dan anaknya ingin pamit pulang," kata ayah padaku.
"kenapa sih Ayah tak menyebut nama anak itu, ah aku ingin segera mengetahuinya?!" omelku dalam hati.
"Iya, Terima kasih sudah datang Om dan Tante sudah datang ke acara kami," kataku sambil bersalaman dengan pak Hamdi dan bu Wina. "Hati hati di jalan ya om dan tante," tambahku.
Pria itu tersenyum padaku dan sedikit seperti bicara padaku namun tidak bersuara sambil melambaikan tangannya padaku. Aku pun ikut tersenyum dan melambaikan tangan padanya.
"Semoga kamu suka dengan hadiahku, Reina," seperti itu yang kutangkap dari apa yang dia ucapkan padaku saat itu.
Akhirnya acara pun selesai. Aku disuruh membantu membereskan. Ingin rasanya aku menggunakan kekuatan rahasiaku. Tetapi, jika aku melakukannya akan membuat semua orang heboh.
Aku sangat lelah dan langsung pergi masuk ke kamarku lalu berbaring ke tempat tidur tanpa membersihkan wajahku terlebih dahulu. Dalam sekejap aku pun sudah tertidur.