Keiko.
Sedikit aku ingin bercerita tentang dia, dia adalah Keiko, teman kecil ku dan teman sekelas ku saat masih duduk di sekolah dasar, dia adalah seorang anak keturunan Jepang – Indonesia. Ayahnya yang berasal dari Jepang dan ibunya berasal dari Indonesia.
Singkat cerita kami berteman saat dia pindah sekolah saat aku duduk di kelas 4 SD, saat itu aku langsung ingin berteman dengan nya karena dia sangat cantik dan imut, kulit nya putih dengan mata sipit nya yang membuat ku tertarik untuk berteman dekat dengan nya. Akhirnya aku dan Keiko pun berteman.
Keiko adalah seorang wanita yang cerdas sejak kecil, saat di sekolah aku selalu mendapatkan peringkat terendah sedangkan Keiko selalu mendapat peringkat teratas terlebih dia selalu menjadi juara umum di sekolah kami dulu. Ibu pun terkadang kerap membandingkan aku dengan Keiko yang membuat ku kesal.
Aku tidak menyalahkan ibu karena memang aku lah yang pada dasar nya malas belajar, maka dari itu nilaiku selalu yang terbawah, saat kami kecil Keiko sudah sangat fasih berbahasa Jepang bahkan aku setiap aku bersama Keiko dia selalu mengajariku sedikit demi sedikit bahasa Jepang.
Lalu, pernah saat itu Keiko sakit demam berdarah karena sering bermain di kebun denganku dan dia harus di rawat inap di rumah sakit, saat menjenguknya, ayahnya tidak memperbolehkan aku untuk melihat keadaan nya bahkan saat itu ayah nya berbicara yang menurut ku sedikit kasar untuk dibicarakan pada anak SD sepertiku saat itu.
"Jangan pernah bermain dengan Keiko lagi!" begitu yang kuingat dari ayahnya saat itu.
Aku yang saat itu masih belum mengerti apa-apa tidak terlalu mengerti maksudnya.
Jadi aku tidak memperdulikan omongan ayahnya dan tetap bermain dengan Keiko setiap hari. Bahkan setiap sore aku selalu menghampirinya untuk bermain sepeda dengannya. Aku juga bermain dengan Bro & Boy, saat itu aku ingat, kami berempat ingin membuat rujak dan kami keliling komplek untuk mengambil buah di rumah orang tanpa izin.
"Gak nyangka anak bu Dewi tukang nyolong buah," ledek boy pada ku saat itu.
"Lah elo apa kabar!" ledekku mencibir. Akhirnya kami tertawa bersama. "Udah cepetan manjat!" imbuhku.
"Mana bisa gue…" keluh Boy.
"Ah cupu! Yaudah ambil kayu panjang itu, nanti aku tangkap dari bawah."
Aku yang pada saat itu belum bisa sepenuhnya mengontrol kekuatanku, langsung membuat buah-buah itu rontok. Teman-temanku sempat bingung dan mengira angin berpihak pada mereka.
Kami pun pergi dengan girang dari sana.
Setelah itu, kami langsung ke rumah Keiko. Saat itu aku tidak membawa sepeda sendiri melainkan dibonceng oleh Keiko. Aku baru ingat bahwa Keiko dan Danur ternyata memang sudah saling kenal sejak kecil dan beruntungnya Keiko tidak pindah kemana pun sedangkan aku harus pindah ke Sumatera tempat nenek ku, namun lagi-lagi aku tidak menyesali kepindahanku ke rumah nenek.
Aku lihat sekitar rumah Keiko dan ternyata ayah Keiko sedang tidak ada dirumah saat itu, mungkin kalau ada aku sudah di usir oleh nya, alasan aku masih berteman dengan Keiko karena dia anak yang baik walau terkadang dia sangat lah cengeng dan aku sendiri juga tidak tahu kenapa dia menempel ku kemana pun aku pergi pasti dia selalu ingin ikut, itu lah kenapa aku masih mau berteman dengan nya walau ayahnya melarangku untuk bermain dengannya.
Keiko memang terlahir dari keluarga yang menurutku cukup keras dan disiplin masalah Pendidikan.
Abangnya kini sudah menjadi dokter di salah satu rumah sakit swasta, berbeda dengan Keiko abang nya selalu belajar dirumah dan tidak mempunyai banyak teman.
Saat aku berada di rumah nya pun ada abang nya yang sedang belajar di ruang tamu dan langsung pergi ke kamar nya saat kami datang, ibu Keiko sangat cantik dan anggun layak nya bidadari yang turun dari langit, aku sangat terkesima saat pertama kali melihatnya, ibu Keiko juga sosok wanita yang teduh saat berbicara dan sangat baik sekali padaku.
"Kei, kamu ambil garam, gula jawa dan cabai ya," kataku pada Keiko untuk mengambil segala bahan untuk rujak.
Keiko hanya menganggukkan kepalanya dan pergi ke arah dapur untuk mengambil bahan yang aku minta.
"Emang bisa buat nya, Pel?" kata mas Bro.
"Bisa dong, gampang rujak doang mah," jawabku percaya diri.
"Halah, paling juga gak enak nanti rasa sambelnya," tambah Boy dengan nada meledek.
"Berisik!" dengusku.
Tidak lama kemudian Keiko datang dari dapur membawa segala bahan yang dibutuhkan untuk membuat rujak, aku pun memulai mengulek semua bahan dan Keiko memotong buah-buahannya, ada belimbing, jambu dan manga saat itu, itu semua hasil kami berempat mengambil di rumah rumah saat mengelilingi komplek.
"Semoga aja gak sakit perut ya," kata Boy.
"Sakit perut tinggal pup susah banget, hahaha," jawabku sambil tertawa dan di ikuti tertawa oleh semua nya.
Ibu Keiko yang melihat pun ikut nimbrung bersama dan menambah buah bengkoang yang ada di rumah nya, selanjutnya ibu Keiko lah yang membuat sambalnya karena belum lama setelah aku ngulek aku sudah merasa pegal, maklum lah nama nya juga anak kecil.
Abang Keiko yang seingat ku namanya adalah abang Kenzo itu pun keluar dari kamar nya dan ke arah ibu nya dan akhirnya ikut bercengkrama bersama kami, saat itu seingat ku abang Kenzo sudah menjadi anak SMA jurusan IPA, seingat ku tapi aku sedikit lupa benar atau salah nya dan mungkin sekarang abang Kenzo sudah menikah bahkan sudah mempunyai anak.
Akhirnya sambel rujak yang dibuat oleh ibu Keiko jadi juga dan kami pun menikmati rujak dengan perasaan senang.
"Coba aja ini kalo yang buat si Apel, gak akan seenak ini jadi nya," kata Boy meledek ku dengan buah yang memenuhi mulut nya.
"Yeee ini kan yang buat awal aku," kata ku berbicara dengan formal pada Boy karena tidak enak dengan ibu Keiko.
"Kalian nih saling ledek terus," kata mas Bro.
"Dia nya duluan tuh mas," kataku pada mas Bro mengadu.
"Wlee," Boy memeletkan lidahnya padaku.
Kami pun menikmati rujak sambil terus mengobrol panjang lebar kesana kemari, setelah selesai dan membereskan semua nya, aku, mas Bro dan Boy pun pamit kepada ibu Keiko dan Keiko untuk pulang ke rumah masing- masing dan aku pun di bonceng oleh Boy saat itu karena sepeda nya lah yang ada Jalu untuk membonceng ku.
Begitulah sedikit cerita masa kecil ku yang masih sangat aku ingat dengan Keiko dan keluarganya hingga saat ini, sampai akhirnya aku harus pindah ke rumah nenekku.
Lagi pula ayahnya mungkin sudah lupa dengan kejadian dulu saat Keiko sakit dan bahkan lupa dengan diriku, nanti akan kuceritakan kelanjutannya saat aku bertemu dengan keluarga Keiko lagi.