Chereads / Saat Kita Masih Kecil / Chapter 4 - Mulai Bertindak

Chapter 4 - Mulai Bertindak

"Selamat pagi!!!"

Aku menyerbu kelas dengan suara nyaringku dan menebar senyuman malaikatku.

"Berisik! Kenapa sih, kamu harus selalu berteriak di pagi hari setiap hari!" ketus Mira.

"Wow, aku langsung mendapatkan kata-kata pedas dari Mira di pagi hari. Apa aku akan beruntung hari ini, ya?" aku mengabaikan keluhan Mira dengan tertawa ringan dan duduk di kursiku.

"Selamat pagi juga, Andrian," ucap Rika yang sedang duduk disebelah Mira.

Sepertinya yang lain masih belum datang. Aku berjalan kearah Rika dan Mira.

"Um.. Rika, bisakah aku meminjam catatanmu?"

"Eh? Tumben, apa kamu lupa mengerjakan tugas?"

"Tidak bukan begitu. aku ingin mencatat dari awal jadi aku ingin meminjam buku catatanmu?"

"Boleh, pelajaran apa saja yang mau kamu pinjam?"

"Se-semuanya kurasa."

"Semuanya?!"

"Ya, belakangan ini aku sering tertidur di kelas jadi aku tidak terlalu memperhatikan guru dan jarang menyentuh buku catatanku."

"Baiklah, tapi aku tidak membawa semua buku catatanku. Jadi aku akan meminjamkan beberapa dulu."

"Tentu saja, lagipula aku tidak bisa menyalin semua itu dalam sehari. Makasih, ya. Aku tahu aku bisa mengandalkanmu, Rika!"

Aku sedikit lepas kendali dengan memegang tangan Rika dan mendapat tepisan kasar dari Mira.

"Oi! Apa kau mau mencicipi ini di pagi hari?" Mira mengepalkan tangannya sembari menatapku dengan tajam.

"Maafkan aku! Aku tidak bisa menahan diri untuk berterima kasih pada Rika."

"Tenanglah Mira. Andrian juga tidak perlu minta maaf," ucap Rika.

"Tidak, aku memang salah."

"Tidak, tidak apa-apa, sungguh!"

"Hmph!"

Aku menerima catatan dari Rika dibawah tatapan Mira, kemudian kembali ke kursiku untuk mulai mencatat.

Beberapa menit kemudian, Farel dan Jihan memasuki kelas. Itu tidak aneh karena rumah mereka cukup dekat satu sama lain.

"Yo, selamat pagi."

"Selamat pagi!"

Keduanya menyapa aku dan aku menjawab mereka kembali kemudian beralih ke buku catatan ku. Ini sedikit menjengkelkan untuk ditatap oleh banyak orang di kelas tapi aku tidak bisa mengeluh. Ada dua hal yang membuat perhatian semua orang terarah padaku, yang pertama adalah..

"Apa yang terjadi disini? Andrian kami yang malas tiba-tiba belajar?! Apa itu karena rumor yang tersebar di sekolah? Tidak biasanya kamu mendengarkan kata-kata orang lain." kata Farel

"Bukan itu, aku memang tidak peduli orang lain mau bilang apa tentang aku. Ini persoalan lain, aku harus bersiap untuk berperang dengan diriku sendiri untuk keluar dari zona nyaman. Jika tidak, ibuku akan melakukan sesuatu yang merepotkan nanti."

"Benarkah? Apa ada yang terjadi?" tanya Jihan.

"Aku tidak sengaja berjanji padanya untuk belajar setiap hari. Kalau tidak, ibu akan meminta kenalannya untuk membantuku belajar. Aku tidak bisa merepotkan orang lain untuk hal sepele seperti itu. Karena itu, aku tidak bisa membiarkan ibuku tahu kalau aku tidak mencatat sedikitpun saat di sekolah."

"Jadi begitu, ya.. Sudah kuduga sih. Apalagi yang kita bicarakan disini adalah kamu."

"Kenapa denganku?" tanyaku pada Jihan.

"Begini, coba pikirkan dari sudut pandang orang tuamu. Anak mereka satu-satunya memiliki nilai yang jelek di sekolah dan kerjaannya hanya bermain. Apa menurutmu mereka tidak khawatir?" jelas Jihan.

"Benar juga. Jadi ada juga alasan itu, ya."

Aku benar-benar lupa, dibalik sikap mereka yang ceria, mereka pasti khawatir melihatku tidak belajar dengan baik di sekolah. Baiklah, kalau begitu aku tidak boleh setengah-setengah.

"Yah mau bagaimana lagi, kita juga harus mengurangi waktu bermain kita karena tahun ini kita tidak boleh main-main. Aku akan mendukungmu, kalau ada yang tidak kau mengerti, tanyakan saja padaku."

"Oke, makasih Farel."

Saat Farel hendak duduk di bangkunya, tiba-tiba Kai datang ke kelas dengan tawa yang keras. Dan ini lah alasan yang kedua.

"Hahaha.. Hebat juga kau andrian! Aku yakin hanya kau di sekolah ini yang berani melakukan hal gila seperti itu! Ah.. Perut ku sakit sekali!"

"Diam kau, Kai! Anggota band yang tampan dan populer sepertimu, mana mungkin mengerti perasaanku saat diseret teman satu klub hanya untuk ditanyai soal rumor tak jelas. Tentu saja aku harus segera memutuskan rantai penderitaanku sebelum semuanya berjalan kearah yang lebih buruk."

"Nah, tenanglah, tentang itu banyak orang yang berkerumun di depan mading sekarang. Sepertinya, strategi mematahkan rumor ini cukup berhasil. Kau sangat berani menulis 'aku bukan pacar ketua OSIS! Berhentilah memulai rumor yang memalukan, sialan!' tentu saja aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa."

"Yah, bukan berarti aku bisa memikirkan kata-kata yang lebih baik dari itu."

"Oh ya, aku hampir lupa, ini CD lagu terbaruku. Jangan lupa untuk memberikannnya pada ayahmu, oke?"

"Ya ya, akan kuberikan kalau dia sedang ada di rumah."

"Aku serahkan padamu!"

***

Hari ini aku belajar dengan serius dan mencoba untuk tidak tertidur selama pelajaran. Aku juga banyak bertanya pada guru, apa yang tidak aku mengerti, lebih tepatnya, aku bertanya setiap kali guru mengatakan sesuatu yang tidak aku tahu.

Pada awalnya, tidak hanya guru-guru tapi semua teman sekelasku pun memandangku dengan aneh. Dan bukan hanya itu saja kehebohan yang kubuat. Aku dengan berani meletakkan botol minumanku yang berisikan kopi diatas meja. Kai pun yang ikut-ikutan meminum kopi ku dan sesekali bertanya pada guru dengan cara yang santai.

Aku sedikit terkejut melihat kelakuannya tapi aku berpikir dia akan memiliki alasan konyol dibalik tindakannya jadi aku tidak mengeluhkan apapun. Ini mungkin terlihat baru di mata teman sekelasku tapi aku punya pengalaman yang lebih pahit saat belajar dibawah pengawasan ibuku yang membuatku dapat diterima di sekolah ini jadi aku sedikit nostalgia dengan betapa serius aku belajar saat ini.

Saat istirahat makan siang tiba, aku, Kai dan Farel pergi ke kantin untuk makan siang kami, secara khusus, aku memiliki kotak bekal makan siang buatan ibuku termasuk dengan botol minuman yang agak besar yang cukup membebani tasku. Jadi aku hanya pergi menemani mereka dan berpikir untuk mengisi ulang botol minumanku yang lain dengan kopi untuk pelajaran selanjutnya.

Setelah mendapat tempat duduk yang cukup untuk lebih dari 3 orang, aku menunggu kedua temanku yang sedang membeli makan siang mereka. Sejujurnya aku merasa sangat lapar dan sedikit tidak sabar saat menunggu Kai dan Farel, tapi aku tidak cukup kasar untuk memakan makan siangku duluan. Dengan itu, aku memutuskan untuk menundukkan kepalaku diatas meja dan memejamkan mataku.

"Oi, lihat, bukankah itu kakak kelas yang dirumorkan dekat dengan kak Tania?"

"Dimana? Hm? Aku tidak yakin, apa benar kak Tania yang cantik itu tertarik dengan orang yang terlihat payah seperti dia?"

"Mungkin kak Tania hanya kasihan padanya dan membuatnya sedikit terbawa perasaan?"

"Ya ya, kau pasti benar! Ayo cepat pergi dari sini sebelum dia mendengar kita."

Aku cukup yakin mereka berbicara dengan suara yang cukup keras, tapi mereka masih bisa percaya kalau aku seorang lelaki yang sehat ini tidak mendengar mereka? Kupikir mereka harus memeriksakan akal sehat mereka ke rumah sakit.

Jujur, ini sedikit menjengkelkan.

Jika ini adalah situasi yang normal, aku mungkin akan meledek mereka balik dan menertawakannya, tapi saat ini aku tidak punya tenaga jadi aku hanya menganggap itu tidak pernah terjadi.

Setelah beberapa saat, aku mendengar suara langkah kaki mendekat kearahku. Aku mendongakkan kepalaku dan menemukan Kai dan Farel dengan roti dan sebuah minuman kaleng di tangan mereka yang lain.

"Aku sudah menduga ini akan terjadi tapi aku tidak berpikir itu akan menyebar cukup cepat," ucap Kai sembari memasukkan roti ke dalam mulutnya dan mengambil gigitan yang cukup besar.

"Aku juga berpikir begitu, sekolah kita mungkin punya semacam jaringan informasi khusus untuk hal semacam ini," balas Farel.

"Kau benar, baru saja aku mendengar adik kelas membicarakanku dengan cara yang menjengkelkan," jelasku sembari memakan makananku dengan lahap, karena mereka sudah ada disini, aku tidak perlu menahan diri lagi.

"Aku terkejut dengan sikapmu hari ini, Andrian. Biasanya kau akan membuat keributan dari hal seperti itu, tapi ternyata kamu lebih tenang dari apa yang kupikirkan."

"Yah, sebagian karena aku lapar dan tidak punya tenaga untuk membalas mereka. Bagaimanapun, tidak menyenangkan dibicarakan dengan cara yang buruk oleh orang lain."

Saat Farel melihat begitu santainya aku membalas perkataannya sambil melahap makananku, dia tidak mengatakan apa-apa lagi dan ikut memakan makan siangnya. Setelah beberapa menit, kami akhirnya menghabiskan makan siang kami dan kembali menuju kelas.

***