"Haa... Baru kali ini aku merasa sangat mengantuk di pagi hari."
Aku sedang berjalan menuju ruang makan sambil melakukan sedikit peregangan pada tubuhku. Tadi malam aku terlalu fokus saat mencatat sehingga lupa waktu dan tertidur jam 2 malam. Aku tersadar setelah berhasil menyalin tiga buku catatan milik Rika. Hari ini aku akan menyelesaikan sisa buku catatan dari Rika.
"Ian! Jam berapa kamu tidur semalam?! Bukankah sudah ibu bilang kalau kamu dilarang begadang kalau besoknya masuk sekolah?! Apa kamu melupakannya?!"
Dan di dapur, ibuku yang sedang memegang pisau, mencercaku dengan rentetan pertanyaan yang membuatku sangat terintimidasi.
"Maaf, Bu. Aku lupa tidak memasang alarm. T-tapi tenang saja, aku akan tidur saat jam istirahat untuk menggantinya."
"Itu tidak bisa membuat ibu tenang sama sekali! Haa.. untuk kali ini akan ibu maafkan. Tapi jika kamu melakukannya lagi, itu sama saja kamu sudah mengingkari janjimu, mengerti!"
Setelah itu, aku bergabung dengan ayahku yang sedang mendengarkan musik lewat earphone sambil menutup mata. Dilihat dari kantong matanya, sepertinya dia tidur lebih singkat dariku. Eh tunggu sebentar, bukannya itu tidak adil? Kenapa ayah tidak diomeli-
"Haa...."
Oh, diliat dari helaan nafasnya, sepertinya dia juga menerima omelan dari ibu. Mungkin lebih parah daripada aku barusan.
"Kalian benar-benar seperti ayah dan anak kalau soal kemauan. Tidak bisakah kalian berhenti membuatku khawatir?"
"Tenanglah sayang, lelaki bukanlah sesuatu yang dapat kau kendalikan dengan kata-kata. Dan aku adalah lelaki sejati, yang sangat kamu kenal dan cintai."
"A-apa yang kamu katakan tiba-tiba?! Aku tidak akan terpengaruh meskipun kamu mengeluarkan rayuanmu itu."
Ayah membuka earphone di telinganya dan berjalan kearah ibu. Jadi, ini akan masuk kedalam waktu pribadi mereka berdua. Jujur, aku merasa ibuku bukanlah orang yang cocok dengan ayah. Tapi setelah hidup bersama mereka selama belasan tahun, aku tahu kalau mereka memiliki sesuatu yang menghubungkan mereka dengan sangat kuat.
Ayahku adalah tipe yang akan bertindak sesuai dengan keyakinan dan kemauannya. Sedangkan, ibuku adalah orang yang akan selalu berada di pihak keadilan, dia sangat tegas dan bertolak belakang dengan sifat ayahku. Tentu saja keduanya memiliki otak yang cerdas dan kemampuan motorik yang bagus. Dua orang ini adalah monster dibidangnya masing-masing.
Aku teringat cerita dari ibuku saat mereka baru menikah. Saat itu, ibuku sempat jatuh sakit dan ayahku yang sedang merawat ibuku belajar memasak semalaman.
Dia membeli banyak bumbu dan bahan masakan kemudian mencoba memasak beberapa masakan, tentu saja beberapa kali ayah mengalami kegagalan. Tapi, esok harinya dia tiba-tiba datang ke kamar ibuku dengan sebuah masakan yang bahkan tidak bisa ibu buat. Padahal dia baru belajar memasak tadi malam.
Ibuku terkejut sekaligus kesal dengan hal itu. Singkat cerita, ibuku sembuh lalu dia kembali mengasah kemampuan memasaknya. Sebulan kemudian, kemampuan ibuku telah meningkat sampai ke level profesional. Semenjak itu, ayahku tidak pernah lagi menjejakkan kakinya lagi didapur.
"Apakah kalian sudah selesai? Aku akan berangkat ke sekolah sekarang."
Mengambil ransel dan memasukkan kotak makan siangku diatas meja kemudian berpamitan kepada kedua orang tuaku.
"Hati-hati dijalan. Jangan lupa makan siang dulu sebelum tidur."
"Ya, Bu."
"Berikan ini pada Kai. Didalamnya ada surat berisi saran dariku dan beberapa cd lagu untuk referensi. Katakan padanya, itu lagu yang bagus."
"Ya, makasih, Yah. Akan aku katakan padanya, dia pasti akan senang mendengarnya. Aku berangkat."
***
"Jadi begitulah yang dikatakan Ayahku tadi pagi. Ambil itu dan baca suratnya. Aku akan pergi tidur sebentar."
"Hah?! Tunggu sebentar! Aku sangat bersemangat sekarang tau! Akhirnya aku berhasil membuat lagu yang dapat diakui oleh Ayahmu!"
"Sekadar info saja, Ayahku tidak bilang sudah mengakuimu tau!"
"Heh, jadi kau iri padaku, hah?!"
"Hahaha mana mungkin, aku tidak akan iri meskipun wajahmu masuk koran atau televisi sekalipun."
"Sialan, akan kubuat kau mengakui kalau kau iri padaku suatu saat nanti!"
"Terserah kau, aku akan tidur sebentar. Jangan lupa bangunkan aku saat jam istirahat berakhir, oke!"
"Siap."
Baiklah, aku tidak peduli jika dimarahi ibuku karena tidak sempat makan siang. Aku sudah sangat mengantuk sekarang.
***
"Haaa, sial."
"Maaf Andrian, aku lupa membangunkanmu!"
Kupikir, sebagian besar penyebab ini semua terjadi adalah kesalahanku karena mempercayai Kai. Dia adalah jenis manusia yang dapat tertidur di segala situasi, tentu saja janji sepele seperti tadi akan dengan mudah terlupakan.
"Yah, setidaknya kau membangunkanku di jam terakhir meskipun aku sangat pusing saat ini."
"Apa kau baik-baik saja? Matamu terlihat cukup buruk."
"Benarkah? Ini kabar buruk, aku harus memperbaiki wajahku sebelum pulang, kalau tidak Ibuku akan curiga."
"Yah.. lakukan itu, kalau begitu aku pergi ke tempat ekskul ku dulu. Ada kabar baik yang harus mereka dengar."
Kai berlari menuju ruang ekskulnya setelah tasnya. Aku meraih ponselku dan melihat wajah seorang lelaki dengan kantung mata. Aku benar-benar harus mengatasi ini sebelum pulang ke rumah.
Aku sedikit mengabaikan ini sebelumnya, sekarang kelas benar-benar sepi dari keberadaan siswa. Kenapa aku selalu tinggal paling terakhir akhir-akhir ini? Dan juga, tidak ada siswa yang piket hari ini. Mira pasti akan marah-marah besok alih-alih Rika.
"Kamu benar-benar memiliki kantung mata yang buruk seperti yang dikatakan Kai," ucap Jihan dengan seringai di wajahnya.
"Ah.. Itu benar! Si bodoh itu pasti berkeliling memberitahu semua orang kalau temannya memiliki kantung mata yang buruk akibat bergadang. Aku lupa punya teman yang suka bocorin aib temannya sendiri secara tak sadar."
"Kamu benar-benar beruntung, ya."
"Hahaha apanya yang beruntung."
"Tentu saja nasibmu. Kamu tahu sendiri kan? Sebelumnya kita pernah membicarakan ini."
"Itu hanya pendapatmu sendiri."
"Baiklah anggap itu pendapatku sendiri. Lalu kamu bisa menganggap ini bukti dari perkataanku itu."
Jihan melemparkan minuman kaleng dingin kearahku. Aku sedikit terkejut namun tetap berhasil menangkap minuman itu dengan kedua tanganku.
"Kali ini aku yang menang."
"Ini curang, tahu."
"Tidak ada bentuk kecurangan dari seorang gadis cantik yang berusaha bersikap baik pada teman lelakinya yang sedang kesulitan."
"Kamu terlalu perhatian. Kuharap orang yang kamu incar kali ini tidak menganggapnya sebagai perselingkuhan."
"Kupikir itu bagus. Aku jadi bisa melihat wajahnya saat cemburu padamu."
Kami berdua tertawa bersamaan.
"Terima kasih untuk minumannya, Jihan."
"Tak perlu berterima kasih, akan kupastikan kamu membayarnya suatu saat nanti."
"Itu kebiasaan burukmu untuk memberikan utang pada orang yang sedang terpuruk."
"Aku akan anggap itu sebagai pujian darimu."
"Haa.. aku akan berhenti disini. Kamu pasti punya janji yang lain kan?"
"Kamu memang sangat perhatian, kalau begitu aku pergi dulu."
"Ya, semoga berhasil."
Setelah melihat Jihan pergi, aku menempelkan minuman dingin dari Jihan ke kantung mataku.
"Ini terlalu dingin."
***