Aku langsung meraih tangannya, menghentikan dan menariknya kembali untuk berdiri di antara kakiku. "Cium aku." Aku memaksa Celine, melingkarkan tanganku di pinggang nya. Aku menunggu Celine menyentuhkan bibir nya ke bibir ku lalu mengepalkan tanganku di rambutnya di bagian belakang lehernya untuk menahan. Aku mengambil alih, menggigit bibirnya hingga mulutnya terbuka agar aku lebih leluasa bisa meluncur di antara bibirnya. Sentuhan pertama dirinya ke diriku dan rasa yang membanjiri nya sudah cukup untuk membuatku dari keras menjadi ereksi yang menyakitkan. Aku tidak bisa mendapatkan cukup banyak dari seleranya, dan pikiran untuk memakan hidangan yang telah di siapkan membuat ku tidak lagi berselera setelah melihat mata Celine.
"Kamu perlu makan." Seru Celine bernafas di mulutku, dan mencoba menarik diri.
"Ayo duduk di meja dan beri aku makan kalau begitu." Kataku mengambil mulutnya lagi lalu merapikan letak kakiku dan menggeser satu di antara kakinya sambil menariknya ke bawah sehingga dia mengangkangi pahaku. Aku merasakan panas tubuh melalui celanaku mendorongku untuk menciumnya lebih dalam.
"Rain!" Dia menangis saat aku memindahkan Celine ke lantai dan melepas kemeja di atas kepalanya.
"Ssst." Aku meraih kedua pergelangan tangan dan menariknya ke atas kepala. "Simpan di sana." Kataku padanya, mencium lehernya lalu ke tepi renda bra, di atas perutnya, lalu di sepanjang tepi pakaiannya.
Aku meraih pinggangnya, lalu menyeretnya ke dadaku untuk duduk cukup lama dan menarik kakiku dari kakinya. Aku melebarkan pahanya lebar-lebar menikmati keindahan tubuhnya lalu menundukkan kepalaku untuk memberikan sentuhan lembut ke tengah, mengumpulkan rasa manisnya di lidahku. "Sial, aku bisa hidup dari esensimu sendiri dan tidak pernah kelaparan."
"Ya Tuhan." Aku mendongak ke atas tubuhnya, melihat matanya tertutup dan dadanya naik turun dengan cepat. Aku bermain di bagian tengahnya lagi dan lagi, aku membangunnya sampai aku tahu dia berada tepat di tepi jurang kemudian menyelipkan dua jari ke dalam dirinya. Aku menariknya kuat-kuat sampai dia menjerit dan membanjiri mulutku. Lalu mengambil pengaman dari sakuku, aku segera membereskan celanaku dan menggesernya, menyesuaikan pinggulnya dan mengubur diriku jauh di dalam dirinya.
Aku menundukkan kepalaku ke depan, aku menarik napas melalui hidung, mencoba mengendalikan dorongan untuk datang. Panas karena ketat dan terasa masih berdenyut dengan kuat, dia meremas pisangku secara berurutan.
"Rain." Celine terengah-engah seraya mengangkat kakinya dan melingkarkannya di punggungku.
"Sial. Sayang, itu sangat tidak membantu. Kamu melilitku, merasakan terlalu ketat mencengkeramku seperti tidak pernah ingin melepaskan ku. Membuatku hampir kehilangan kendali." Aku mengaku sambil mengerang, menarik keluar perlahan saat dindingnya mencoba meraih dan menyeretku kembali. Aku meraih tangannya dan meletakkan di atas tubuh nya saat akun menekan nya ke lantai.
Saat aku mengayun-ayunkannya, perlahan-lahan pada awalnya aku kemudian menambah kecepatan, mencelupkan kepalaku dan memutar jariku di sekitar bagian sensitifnya, lalu menggigit dan menariknya. Pengencangan intinya dan erangan kerasnya membuatku mencium Celine, menggulung dirinya di sekitar meja makan dan terus menggigitnya serta menariknya juga. Tangisan nyaringnya dan cara kepalanya mulai meronta-ronta memberi tahu ku bahwa dia sudah dekat. Dia memegang pergelangan tangannya dengan satu tangan, aku meluncur kan jari ke samping kemudian memindahkannya di antara kedua kakinya, memetik gitarnya.
Teriakannya memenuhi rumah dan aku membanting mulutku ke mulutnya, mengerang ke tenggorokannya saat titik puncak ku sendiri tiba-tiba menghantamku. Saat aku melepaskan pergelangan tangannya, lengannya melingkari bahuku, dan dia mengangkat kepalanya, membenamkan wajahnya ke leherku.
"Kamu baik-baik saja, sayang?" Aku bertanya, mengarahkan mulutku ke telinganya.
"Ya." Dia bernafas saat aku menarik wajahnya ke belakang sehingga aku bisa melihat matanya.
"Bagus." Bisikku pelan, menarik keluar perlahan, mendengar jeritan perlahan. Aku mencium dahinya lalu bibirnya, aku membantunya berdiri lalu tersenyum saat dia berbalik dan tiba-tiba jatuh ke tangan dan lututku, aku meraih saat dia melihat sekeliling.
"Apa yang sedang kamu lakukan?"
"Tirai terbuka." Desisnya, merangkak menuju kemejanya di lantai. Aku mengeluh dan merasakan diriku menjadi keras sekali lagi saat aku melihat nya melambung. Aku meraih bajunya dan menyerahkan padanya lalu aku melepas pengaman yang ku pakai tadi, lalu memasang dan menyesuaikan celanaku. Aku langsung pergi ke tirai di ruang makan dan menutupnya saat dia memakai celana pendeknya. "Makananmu mungkin sudah dingin sekarang." Dia mengerutkan kening saat aku membuang pengaman ke tempat sampah.
"Itu sepadan." Gumamku, melingkarkan lenganku di pinggangnya saat dia membawa piringku ke microwave. "Sebenarnya, aku bahkan tidak lapar lagi." Aku menggigit lehernya, membuatnya terkikik. Sepertinya aku belum pernah mendengar suara yang sangat aku suka sehingga aku berencana membuatnya lebih sering tertawa.
Entah mengapa hidupku menjadi nyaman dan tenang sejak kehadiran Celine dalam hidupku. Tidak seperti dulu, selalu berganti wanita untuk ku tiduri setiap harinya. Tapi semua itu terasa sangat hampa. Berbeda dengan Celine, dia sangat membuatku tenang dan nyaman.
Seperti yang terlihat di matanya saat memandangku. Dia juga tulus mencintaiku dari lubuk hatinya. Aku tidak akan pernah melepaskannya, atau pun membiarkan dia jatuh ke pelukan orang lain. Siapa saja yang menyentuhnya, aku pastikan dia tidak akan pernah melihat dunia ini lagi.
"Kamu keterlaluan." Bisik ku, menundukkan kepalanya saat mulutku menciumi kulitnya.
"Kamu menyukainya."
"Mungkin sedikit." Kata ku, berbalik dalam lenganku dan berjinjit. Tangan ku menyentuh rambut Rain dan dia berhenti sejenak untuk melihat ku. Aku tidak pernah tahu kalau aku bisa memiliki dia dan aku sangat merasa terpuaskan. Gagasan mencintai siapa pun di masa lalu akan membuatku panik, tapi Rain membuatnya menjadi mudah. Segala sesuatu tentang dia membuat ku terlalu mudah untuk bersamanya. "Kenapa kamu menatapku seperti itu?" Aku bertanya pelan.
"Kau sempurna."
"Bahkan dengan jarak yang tidak dekat sekalipun." Gumam ku sambil menggelengkan kepala. Sambil menyisir rahang nya dengan ujung jari ku, aku berbisik. "Sempurna itu tidak mungkin akan tercapai jika harapan juga tidak mendukungnya. Tidak ada yang sempurna, dan jika kamu berpikir demikian, Kamu akan kecewa ketika melihat diantara kita memiliki kekurangan, sama seperti orang lain."
Dia tampak seperti mempelajari wajah ku dengan mendengar kata-kata ku, dia tahu kalau aku benar, tapi aku juga sangat salah. Dia sempurna untukku. Aku hanya berharap kalau aku bisa selamanya untuk Rain.
..........
Langkahku terhuyung-huyung saat aku berjalan ke kamar mandi dan melihat Rain mengenakan celana pendek basket longgar, berdiri bertelanjang dada di wastafel dengan sikat gigi di mulutnya. Aku menggerakkan mataku ke dada dan perutnya, aku merasakan getaran di perut bagian bawah dan kesemutan di antara kakiku, mengingatkanku tentang apa yang dia lakukan pada tubuhku lima belas menit yang lalu. Aku Menggerakkan mataku kembali ke wajahnya, dia tersenyum di sekitar sikat gigi di mulutnya, tampak seperti puas.
"Baju yang bagus." Dia bergumam melalui buih di mulutnya saat aku meluncur ke sampingnya, lalu mengeluarkan sikat gigiku dari cangkir di sebelah wastafel.
Enam minggu lalu ketika kami tinggal serumah, aku memindahkan semua barang ke kamarnya, sebuah ruangan yang sekarang menjadi milik kami.
"Terima kasih." Aku melawan senyumku dan menggigil saat mata panasnya yang menyerangku. Ketika aku akhirnya mendapatkan cukup energi untuk menarik diri dari tempat tidur, di mana dia membiarkan ku masih terengah-engah, aku meraih kemeja dan mengenakannya.
"Aku sangat suka renda itu."
Katanya padaku — sesuatu yang sudah kuketahui, Saat tangannya menyentuh bokongku dan aku menarik napas saat menyentuhnya. Celana pendek berenda yang dia pakai sama dengan yang kupakai pagi ini, hanya untuk melepas beberapa menit kemudian ketika Rain melemparkanku ke tempat tidur lalu melemparkan celananya ke lantai.
"Kamu harus pergi bekerja." Aku mengingatkannya dengan tenang, saat dia bergerak untuk berdiri di belakangku dan menyelipkan tangannya ke kemeja di pinggang ku lalu ke bawah dada ku.
"Aku tahu." Dia mengerutkan kening, menggerakkan tangannya ke bawah untuk menempel di lekuk pinggangku. "Kamu tidak bertengkar kalau kita tinggal di rumah." Dia merasa benar sedangkan aku tidak. Dia mengatakan kepada ku bahwa aku harus mengambil cuti sesuai dengan apa yang perlu di lakukan hari ini. Tadi malam, aku mendapat pesan dari adikku yang meminta untuk bertemu dengannya. Aku tahu jika saja aku memberi tahu dia tentang pesan itu, kemungkinan dia akan berbalik dan melakukan sesuatu yang konyol seperti melarang ku untuk pergi menemuinya. Aku tidak ingin itu terjadi, tidak untuk saat ini, tidak ketika segala sesuatunya berjalan ke arah yang ku suka. Banyak yang aku rasakan saat ketidaktahuan ini haruskah tidak selalu membuat bahagia. Tetapi dalam kasus ini, aku harus percaya bahwa apa yang tidak diketahui Rain tidak dapat menyakitinya, dan menilai dari komentar sebelumnya tentang saudara perempuan ku, itulah yang akan terjadi jika aku memberi tahu jika Cindy menghubungiku dan aku ingin bertemu dengannya. Sial, ketika aku mengatakan kepadanya bahwa aku ingin mempertahankan apartemen lama ku dan aku membutuhkan tempat tinggal, dia pasti akan marah. Dia tidak berpikir aku perlu melakukan apa pun untuk ku sendiri, tidak setelah apa yang terjadi, tapi aku tidak bisa berpaling dari adikku, aku tidak bisa.
"Aku tahu kamu mengkhawatirkan ku dan aku tidak ingin kamu khawatir." Aku berbohong, dan matanya melihat wajahku di cermin lalu berbalik menatap wajahku. Melawan keinginan untuk berpaling atau menggeliat, aku menahan pandangan dan napasku.
"Terima kasih sayang."
Rasa bersalah langsung membasahi ku atas kata-katanya, dan aku menundukkan mata dan meletakkan tangan di atas bahunya, menggumamkan pelan. "Sama-sama."
"Apakah kamu ingin mandi denganku?"
Merasa bibirku sedikit terangkat, aku menggelengkan kepalaku lalu mengangkat mataku untuk melihatnya sekali lagi. "Sebaiknya tidak. Kamu akan terlambat."
"Kamu benar, tapi melihat bagaimana aku menjadi bos, aku rasa bisa membuat alasan."
Memutar mataku pada yang satu itu, aku membalikkan lengannya dan meletakkan tanganku di perutnya. "Pergi mandi. Aku akan membuatkanmu kopi." Kataku padanya, mencium bagian bawah rahangnya, hanya untuk membuatnya menarikku kembali ke tubuhnya dan menciumku dengan benar sebelum melepaskanku dan menjatuhkan celana pendeknya ke lantai. Saat memandangnya, aku melihat ketulusan dalam senyumnya.
"Kamu menatapku seperti kamu ingin basah denganku." Dia tersenyum, dan aku mundur selangkah, lalu lari keluar dari kamar mandi, meninggalkan dia yang tertawa di belakangku.
........
Aku menuju seberang tempat parkir menuju Starbucks di mana aku mengatakan kepada saudara perempuan ku tempat kami bertemu. Aku memindai tempat parkir, mencari seseorang yang belum ku temui dari tadi. Perutku kacau balau dan sarafku gelisah karena tidak hanya berbohong kepada Rain, tapi karena mengetahui aku akan melihat adikku untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan ini. Aku tahu aku seharusnya tidak benar-benar mempercayainya setelah apa yang dia lakukan di masa lalu, tetapi aku sangat berharap dia siap untuk memberi tahu ku bahwa dia ingin mendapatkan bantuan nyata kali ini, jenis bantuan yang hanya dapat diberikan oleh seorang profesional.
Aku membuka pintu, bau kopi yang menyengat menyerangku, membuat perutku menggelembung. Lalu aku menatap para pengunjung, aku melihat Cindy duduk di meja bundar kecil di belakang dekat toilet. Aku pikir tidak mungkin dia bisa menurunkan berat badan lebih banyak lagi, tetapi dia berhasil. Tank top hitam yang dia pakai memamerkan lengannya yang sangat tipis, dan celana pendek jean yang dia kenakan memberi aku pandangan tentang kakinya, yang sangat tipis sehingga aku bisa melihat tulang lutut dan pergelangan kakinya.
Sudah lama sekali kami tidak bertemu sejak terakhir kali dia meninggalkan apartemen lama kami. Aku pikir tidak akan pernah berjumpa dengan Cindy lagi. Tapi hari ini, ntah harus bahagia atau takut saat bertemu dengannya.