Aku terbangun dengan kepalaku berdebar-debar, merasakan kaki berbulu di atas kakiku, dan sebuah tangan melingkari tubuhkuku. Aku membuka satu mata dan segera menutupnya ketika aku melihat rambut emas gelap, hidung, dan bibir yang Aku kenal dengan baik.
"Rain."
Aku mencoba mengingatnya tadi malam, tapi seluruh ingatanku kosong. Jantung ku mulai berdetak lebih cepat saat menyadari bahwa aku benar-benar tanpa pakaian begitu pula pria yang tertidur di atas tubuh ku.
"Apa yang telah aku lakukan?" Aku berbisik saat menyadari ruang di antara kakiku terasa sakit.
Air mata memenuhi mata ketika menyadari hal yang telah aku janjikan pada diri ku sendiri yang hanya akan di berikan kepada suami, telah ku berikan kepada seorang pria yang memiliki lebih banyak pasangan masuk dan keluar dari tempat tidurnya, yang tak dapat dia hitung lagi. Dan bagian terburuk nya adalah aku tidak mengingat apa-apa.
"Kenapa kamu menangis?" Rain bertanya, menarik tangannya dari dadaku dan memindahkannya ke wajahku, di mana jarinya meluncur ke pipiku untuk menyeka air mata.
"Apa yang terjadi?" Aku bertanya dan membuka mataku saat dia berdiri di atas sikunya, matanya berpindah dari mataku ke dadaku, dan aku langsung menarik seprai untuk menutupi diriku.
"Apa maksudmu apa yang terjadi?" Tanyanya, tampak bingung.
"Mengapa kita di tempat tidur bersama?" Aku bertanya.
"Itu tidak lucu Sesil." Katanya saat matanya kembali menatap wajahku.
"Rain." Bisikku memeluk erat seprai di dadaku.
"Astaga, kau tak tahu. Dengan jelas kamu yang menginginkan itu Sesil." Dia melompat dari tempat tidur dan mulai mondar-mandir di sepanjang sisi kasur. Sambil duduk, aku melihat sosok nya tanpa pakian bergerak maju mundur di depanku. "Aku bercinta denganmu." Suaranya sedih saat dia mengusap kepalanya lalu ke wajahnya.
"AKU…"
"Kamu bilang kamu mencintaiku." Erangnya, memegang tangannya ke dada seperti kata-kataku membuatnya kesakitan.
"Oh, Tuhan." Aku merengek. Aku jatuh cinta dengan Rain, tapi aku tidak akan pernah mengatakan itu padanya. Aku tidak akan pernah mempercayai dia dengan informasi itu. Aku juga tidak akan pernah mempertaruhkan apa yang aku miliki dengannya.
"Aku benar-benar tahu itu." Dia berhenti di samping tempat tidur untuk menatapku. "Aku benar-benar tahu aku seharusnya mengikuti naluriku."
Oke, rasanya tidak enak. Nyatanya, kata-kata itu memotong sesuatu jauh di dalam diri ku — sesuatu yang bahkan tidak aku sadari sangat rentan ketika menyangkut dirinya.
"Sialan." Dia mengaum lalu menyerbu ke kamar mandi lalu membanting pintu, membuatku duduk bersila di tengah tempat tidurnya, tanpa pakaian, bingung, dan terluka.
Aku langsung bangun dengan cepat lalu mencari-cari pakaianku yang tidak bisa ditemukan di mana pun, kemudian aku mengambil seprei untuk membungkus tubuh ku lalu meninggalkan ruangan untuk pergi ke kamarku yang berada tepat di sebelahnya. Aku mengenakan celana dalam dan bra, lalu menemukan celana pendek dan tank top, mengenakan sandal jepit, lalu bergegas ke tangga dan berhenti terkejut. Dari tangga paling bawah ke tangga paling atas, pakaian kami berserakan. Aku merintih, perlahan aku menuruni tangga, mengambil potongan-potongan bajuku yang dibuang di sepanjang jalan sampai tanganku penuh. Aku mengambil tas dan kunci mobil dari meja dekat pintu lalu bergegas keluar rumah dan membuang pakaian ke kursi belakang mobil, dan kemudian keluar dari jalan masuk rumah.
Aku menggigit bibir agar tidak menangis dan mengemudi lebih cepat.
"Apa yang telah aku lakukan?" Aku berbisik ke kaca depan saat aku berhenti di depan apartemenku. Rain tidak ingin aku tinggal di sini, tetapi ketika aku pindah bersamanya, aku meninggalkan catatan untuk adik perempuan ku Cindy di meja dapur, menjelaskan apa yang terjadi dengan orang-orang yang datang dan bagaimana dia bisa menghubungi ku. Sejujurnya aku tidak berpikir dia akan kembali, setidaknya tidak dalam keadaan hidup. Pernah aku mampir untuk memeriksa surat, aku menemukan catatan darinya yang memberi tahu bahwa dia baik-baik saja. Tetapi dia mencoba menemukan cara untuk memperbaiki kekacauan tersebut. Setelah itu, aku memutuskan untuk mempertahankan apartemen ini. Dengan cara begini, dia akan memiliki tempat untuk singgah jika dia membutuhkannya.
Aku masuk ke apartemen, lalu menutup dan mengunci pintu dengan tiga kunci ekstra yang aku beli setelah pembobolan waktu itu. Aku langsung menuju kamar lama, dan menanggalkan pakaian ku. Aku melihat sekilas diriku di cermin, aku menarik napas dengan tajam. Bagian sensitif di dada ku lebih gelap dari yang pernah ku lihat dan dikelilingi oleh tanda-tanda merah kecil.
"Berhenti menandaiku." Aku tertawa saat kepalanya menunduk dan menarik bagian tubuhku, membuat punggungku melengkung. Aku mengangkat kepalanya tepat di atas kepala ku, lalu dia tersenyum lembut dan menyisir rambutnya dengan jari ku.
"Aku sangat suka saat mengetahui kamu akan membawa diriku di pelukanmu." Bisiknya sebelum mencuri napasku dengan ciuman.
Dengan tersandung ke belakang lalu duduk di tepi bak mandi dan menurunkan wajahku ke telpak tangan. Aku tidak tahu apakah itu ingatan yang nyata atau hanya sesuatu di bawah alam sadar yang aku bayangkan.
Sesampainya di sana, aku mulai mandi dan berdiri di bawah air yang mengalir. Membuat semuanya serba cepat, aku mencuci rambut dan tubuh ku kemudian keluar dan membungkus rambut dengan handuk. Setelah selesai aku masuk ke kamar, lalu mengenakan kembali pakaian yang ku bawa tadi karena pakaian yang lain ada di rumah Rain. Aku menuju ruang tamu, bersyukur saat melihat sofa yang tidak jadi ku jual.
Aku mengambil Cola, satu-satunya yang ada di lemari es, lalu berjalan ke ruang tamu dan duduk di sofa seraya meletakkan Cola di lantai. Sambil memegang ponsel di tangan, aku mencoba memutuskan apa yang harus dilakukan. Aku menekankan tangan ke dahi dan memutar ulang peristiwa semalam, memgingat apa yang ada di kepala ku. Setelah aku sampai di klub, Zio mengantar ku langsung ke kantor, tempat aku tinggal sampai sekitar jam satu. Alih-alih pergi dan pulang, aku memutuskan untuk duduk di bar dan berbicara dengan Hanna, karena kami tidak memiliki kesempatan untuk mengobrol sebelumnya. Aku ingat saat dia bertanya apakah aku ingin minum. Tetapi seperti biasa, aku memilih orange jus, karena aku tahu nanti harus mengemudi. Setelah dia menuangkan segelas untuk ku, kami mengobrol di antara pelanggan. Setelah itu,...
Tidak ada
Pikiranku kosong.
Aku menekan tombol di ponsel, layar pun menyala dan aku melihat ada dua puluh tujuh panggilan telepon dan sepuluh pesan teks dari Rain. Aku tidak membaca pesan apa pun saat aku mengetik dengan cepat.
"Rain Aku baik-baik saja. Aku hanya butuh malam untuk berpikir."
Aku menekan tombol kirim lalu duduk kembali di sofa, tutup mata, dan sebelum aku menyadarinya, aku sudah tertidur.
Aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi.
Aku bangun tiba-tiba, aku terengah-engah melihat sekeliling dalam kegelapan lalu memejamkan mata, mencoba menenangkan napasku dan membebaskan pikiranku dari bayangan Rain di atasku, otot-ototnya kencang saat dia mengisi diriku. Membuka mataku lagi, warnanya hitam pekat, dan leherku sakit karena sudut bengkoknya yang canggung. Aku menjauhkan ponsel dari wajah Aku dan menekan tombol, melihat jam sudah lewat tengah malam.