Malam semakin larut, namun perasaan bersalah masih menaungi hati Dona. Meskipun cintanya kepada Farhan semakin besar, akan tetapi hati nuraninya sadar jika itu tak boleh terjadi. Ia pun teringat akan janjinya untuk memberi kabar kepada sang sahabat yaitu Erischa.
Ia segera meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Erischa.
"Hallo Cha, sudah bangun?" tanya Dona.
"Sudah Don, aku nunggu kabar dari kamu," jawab Echa.
Tiba-tiba sang sahabat mendengar suara sesenggukan dari bibir Dona.
"Don, kamu kenapa?" tanya Echa panik.
Wanita itu tak menjawab pertanyaan yang di lontarkan sahabatnya. Suara tangisan terdengar semakin kencang.
"Dona, are you ok?" tanya Echa lagi.
"Entahlah Cha," jawab Dona.
"Ada apa Don, ayo cerita. Hubungan kamu sama Farhan belum jauh kan?" tanya Echa.
"Perasaan kami yang semakin dalam Cha," ucap Dona tersedu sedu.
"What? Dona kamu harus ingat tujuan kamu ke Paris untuk menghindari Farhan bukan sebaliknya," tukas Echa lantang.
"Aku tahu itu Cha," ucap Dona kembali menangis.
"Lalu kenapa tujuan kamu pupus?" tanya Echa.
"Aku nggak tahu Cha, perasaan itu muncul tak terbendung. Farhan sungguh memperlakukan aku bak Ratu, begitu juga dengan keluarganya," tukas Dona.
Suasana hening pun seketika menghampiri obrolan keduanya. Echa tak habis pikir kenapa Dona bisa berubah pikiran.
"Don, kamu kenapa bisa berubah haluan mencintai Farhan? Dulu kamu cuek lho sama dia, ngelirik aja nggak kan?" tegas Echa.
"Cha, ternyata kedatangan aku dan keberadaan kami di Paris sampai saat ini. Semua sudah di rencanakan Farhan tanpa sepengetahuanku," ucap Dona lirih.
Pikiran Echa kembali di penuhi kebencian terhadap Farhan dan ia pun tersulut emosi.
"Apa? Bearti dia memang niat ingin memiliki kamu Don. Dia nggak mikir anak istrinya?" gerutu Echa.
"Entahlah Cha, aku juga tahu dari Mrs Renata. Sungguh niatku dari awal ingin menjauh darinya. Tapi aku tak kuasa melawan takdir, sungguh ini semua bukan kehendakku. Dan mencintai suami orang bukan keinginanku," rintih Dona.
Dalam hati, Echa sangat kecewa dengan tingkah Farhan yang di anggapnya sangat keliru dan sudah melampaui batas.
"Iya Don, tapi kamu kenapa nangis? Kamu diapain sama dia?" tanya Echa lirih.
"Nggak di apa-apa Cha, aku merasa bersalah aja sama istrinya. Dan aku juga sudah berkali-kali minta Farhan untuk ninggalin aku, termasuk malam ini aku minta dia pergi dari hidupku," jawab Dona.
"Terus jawaban dia gimana?" tanya Echa penasaran.
"Dia tetap nggak mau Cha, aku semakin bingung," jawab Dona.
Mendengar jawaban dari Dona, sahabatnya itupun semakin geram dengan kelakuan Farhan.
"Terus langkah kamu selanjutnya gimana sayang?" ucap Echa lagi.
"Aku masih bingung Cha," ucap Dona.
Obrolan pun terhenti beberapa saat, karena keduanya bingung mencari cara untuk mencegah kenekatan Farhan.
"Oh iya Cha, aku minta tolong aja sama Mrs Renata," tempat Dona.
"Boleh juga ide kamu Don, mudah-mudahan beliau bisa bantu kamu ya," ucap Echa.
"Iya Cha, semua ini juga salah aku. Andaisaja aku nggak kerjasama dengan Farhan, mungkin tak akan begini ceritanya," ucap Dona.
"Sudah Don, berhenti menyalahkan diri sendiri. Semua ini sudah di gariskan Tuhan, inilah takdir yang harus kamu jalani," sela Echa.
Ia berusaha menghibur dan membesarkan hati Dona, supaya sahabatnya tak larut dalam kesedihan.
Oh iya Don, terus istri Farhan beneran hamil?" sambung Echa.
"Soal itu baru di selidiki pihak keluarga Farhan, Kak Sania dan Farhan. Mereka curiga kehamilan Resty hanya pura-pura," jawab Dona.
"Maksudnya pura-pura bagaimana?" tanya Echa lagi.
"Pura-pura hamil, entahlah mungkin dia ingin lebih diperhatikan suaminya," jawab Dona.
"Oh iya Don, dulu kamu sempat cerita sama aku. Kamu pernah dapat teror kan? Kamu nggak curiga kalau itu istrinya Farhan yang lakuin?" tanya Echa lagi.
"Aku nggak naruh curiga sama siapapun sih Cha. Mungkin orang iseng saja, terus kalau pelakunya Resty dari mana dia tau alamat rumahku," jawab Dona.
"Yasudah Deh Don, jangan terlalu mikir yang tidak penting," ungkap Ecah.
"Iya Cha," jawab Dona singkat.
"Oh iya Don, kamu jangan lupa makan dan istirahat. Jangan sampai kamu sakit disana," ucap Echa.
Ia mencoba memberi perhatian kepada sang sahabat. Namun Echa tak mendengar adanya jawaban dari bibir Dona, ia hanya mendengar suara nafas sesak Dona dari balik telepon.
Pandangan Dona seketika kabur, dadanya mulai tersengal sengal, badannya mulai rapuh dan tubuhnya akhirnya terjatuh di sofa kamarnya.
"Hallo Don, Dona, Don kamu baik-baik saja?" teriak Echa.
Namun tetap tak ada jawaban, sahabatnya tersebut pun panik.
"Dona, Don please jawab aku," teriak Echa lagi.
Tetap saja tak ada jawaban, Echa pun menutup telepon tersebut. Ia bingung dan berusaha mencari berpikir bagaimana cara mengetahui keadaan sahabatnya.
"Aduh bagaimana ini?" ucap Echa mondar mandir sambil memegang handphone.
"Kamu kenapa sayang?" tanya suaminya.
"Aku tadi teleponan sama Dona, terus tiba-tiba napasnya dia sepertinya sesak. Habis itu nggak ada jawaban." jawab Echa.
"Kata kamu dia kan kerja disana sama Farhan. Coba kamu telepon Farhan minta tolong untuk nyamperin Dona," saran sang suami.
"Oh iya sayang, kenapa aku nggak kepikiran samapai sana ya," ucap Echa.
Ia pun segera mengontak Farhan, tak berapa lama Farhan mengangkat telepon dari Echa.
"Halo Han," sapa Echa gugup.
"Iya Cha ada apa?" tanya Farhan.
"Aku boleh minta tolong nggak? Tolong samperin Dona dan lihat keadaannya," pinta Echa.
"Barusan Dona dari sini," ucap Farhan.
Echa menjelaskan kejadian yang ia alamai bersama Dona. Mendengar penjelasan dari sahabat kekasihnya itu Farhan bergegas menuju apartement Dona. Beberapa kali ia memencet bell apartemen kekasihnya, namun tak ada respon. Akhirnya ia pun masuk menggunakan kartu akses apartemen Dona yang ia pegang.
"Sayang kamu kenapa?" teriak Farhan saat menemukan sang kekasih tergeletak di sofa kamarnya.
"Dona, bangun," teriak Farhan lagi.
Namun tubuh dingin Dona tak merespon sama sekali. Farhan berusaha membuat Dona sadar dengan pengalaman medis yang ia miliki dan tak berapa lama kekasihnya itu tersadar.
"Sayang kamu kenapa?" tanya Farhan.
Namun Dona tetap diam, Farhan segera mengambilakan segelas air putih dan memberikannya kepada kekasihnya.
"Sayang ini minum," kata Farhan.
"Terima kasih," ucap Dona.
"Kamu kepikiran masalah kita? Aku mohon kamu jangan menyiksa diri dengan pikiran aneh-aneh," pinta Farhan.
"Aku baik-baik saja, kamu balik ke apartemen kamu ya," pinta Dona.
"Nggak, aku mau disini jagain kamu," tolak Farhan menatap kekasihnya.
"Aku mohon, aku ingin menyendiri dulu," ucap Dona.
"Baik kalau menurut kamu itu yang terbaik. Tapi aku mohon jangan tinggalkan aku," pinta Farhan.
Dona hanya mengangguk, dan sang kekasih pun memeluknya dengan lembut serta mencium keningnya. Ia hanya pasrah tak bisa menolak karena tubuhnya masih lemah.
"Aku balik dulu ya, kamu istirahat," pamit Farhan.
"Iya," ucap Dona membuang muka.
Sang pria pujaan hati pun meninggalkan apartemen Dona dengan raut wajah sedih.