Chereads / Suamiku Kakak sepupuku / Chapter 10 - Sembilan

Chapter 10 - Sembilan

Zerena turun ke bawah dan ikut makan malam bersama seluruh anggota keluarganya, tidak ada percakapan, semua fokus pada makanannya, sampai makan malam berakhir semua anggota keluarga berkumpul di ruang keluarga, mereka duduk lesehan menikmati teh hangat dan keripik pisang seperti biasa.

"Yan, gimana kerjaan kamu di Malaysia?",

ucap papa Andre memulai percakapan, semua matapun tertuju pada Ryan, kecuali Rena ia pura pura tak mendengar percakapan mereka dan memilih menyibukkan diri menonton serial TV favoritnya.

"Lancar kok pa, Aku masih bisa handle semua dari sini",

sambungnya

Papa Andre manggut manggut pertanda paham, memang kalau soal pekerjaan dan bisnisnya putra tunggalnya sangat bisa diandalkan.

"Tapi pa, Minggu depan aku harus kembali ke sana, soalnya ada perkebunan kelapa sawit kita yang mengalami masalah, dan aku mau melihat langsung keadaan dan kondisinya seperti apa".

"Memang ada apa dengan perkebunan sawit kita disana nak?", tanya Papa Roy.

"Gini pa, ada seseorang yang main main sama kita, menurut info yang aku dapat mereka menghasut pekerja dan buruh kita Pa".

"Maksudnya?" ucap Papa Roy kembali sambil mengerutkan alisnya.

"Gini pa, ada seorang pengusaha, ingin membeli perkebunan kita, tapi dengan cara licik, menghasut para buruh dan pekerja untuk berhenti kerja Pa, dan menyuruh mereka bekerja di tempatnya, tepatnya jadi buruh bangunan pa.

"kok gitu?", tanya papa Roy masih dalam mode penasaran...

"ya gitu...

karena mereka sudah banyak mengambil alih tepatnya membeli paksa perkebunan milik warga setempat untuk dijadikan lahan pembuatan hotel, dan apartemen pa.

Papa Roy manggut manggut tanda mengerti, "Jadi langkah apa yang akan kau ambil Yan?", lanjutnya.

Aku harus pulang pa, karena mereka mulai merusak perkebunan kita, membakarnya dan meneror para pekerja, lagian daerah perkebunan kita itu adalah daerah penghijauan pa, mereka akan merusak lingkungan dan penghijauan kalau sampai perkebunan itu jatuh ke tangan mereka".

"Dan satu lagi, kalau hotel hotel dan apartemen sampai berdiri disana, makan apa masyarakat disana, lapangan kerja yang mereka janjikan tidak akan bisa mereka berikan pada masyarakat, karena masyarakat di tempat itu pendidikannya cuma sampai menengah pertama, dan menengah atas pa, jadi aku jamin mereka pasti akan merekrut tenaga kerja yang notabenenya Sarjana pa", ucap Ryan panjang lebar.

"Papa percaya sepenuhnya padamu Yan, papa yakin kamu mampu menanganinya" kata Papa Andre akhirnya.

Kedua pria tidak ingin perkebunan sawit itu jatuh ke tangan orang lain, karena perkebunan itu adalah aset pertama sang Ayah di negeri Jiran.

"Ok pa, tapi Rena gimana pa, apa nggak papa Ryan tinggal, atau Rena ikut aja kali ya pa?"

sontak semua yang ada di ruangan itu menatap kearah Ryan, tidak ada yang menyangka ternyata akar permasalahannya ada pada istrinya, hatinya sedang dilema antara meninggalkan Rena, atau membawa Rena bersamanya.

Terus terang pertama datang Bahkan sampai setelah mereka menikah kemarin Ryan tidak pernah terlihat hangat pada istrinya, tapi semenjak kejadian di Sekolah tadi siang, membuatnya sedikit protektif kepada gadis kecilnya itu.

"Berapa lama kamu disana sayang, sampai harus membawa istrimu ikut bersamamu?"

selidik mama Vera menatap intens wajah putra tampannya itu.

"Entahlah ma, bisa 1tahun, 2tahun, bahkan mungkin 3tahun". pungkasnya.

"Tapi kalau memang Zerena tidak bisa, ya mau gimana lagi", sambungnya lagi.

Sementara yang menjadi topik pembicaraan daritadi cuma duduk sambil dagunya bertumpu pada kedua lututnya, dia benar benar kaget, bisa bisanya Ryan mau membawanya ke negeri seberang, padahal umur pernikahan mereka baru 2hari, Rena juga belum begitu akrab dengan pria itu, bicara aja masih bisa dihitung pake jari,hanya tiga sampe empat kali.

"Kalau menurut mama kalian ngomongin baik baik dulu, pikirkan masak masak sayang, karena kalian itu sudah menikah, tanggung jawab kami sudah pindah ke pundak kamu yan", ujar mama Sinta sendu.

"Iya ma ntar aku ngomongin sama Rena, baiknya gimana, ya udah kalo gitu aku ke kamar dulu pa ma". sambil melirik ke arah istrinya, seperti memberi kode bahwa dia mengajak istrinya ke kamar.

Setelah Ryan pergi Zerena juga bangkit dari duduknya, dia ijin ke kamarnya, sampai disana dilihatnya suaminya sedang duduk di sofa sambil menelpon seseorang entah siapa.

Melihat istrinya masuk Ryan menoleh sambil menepuk sofa disampingnya, memberi kode pada Zerena untuk duduk di dekatnya.

Rena mengangguk dan melangkah lalu duduk di samping suaminya, setelah Ryan menutup telponnya, iapun menatap istri kecilnya itu.

"Gadis kecil, apa kamu mau ikut bersamaku?, aku janji setelah semua pekerjaanku selesai kita akan kembali lagi kesini,

Kamu tidak perlu takut, aku bukanlah orang asing buat kamu, aku kakakmu sekaligus suamimu, aku pasti menjagamu".

"Kita pergi setelah ijazah kamu keluar, dan satu lagi aku tidak suka anak muda yang bernama Alvin itu". dia lalu melenggang pergi menuju ke kamar mandi.

"Apaan itu, katanya mau ngomongin semuanya baik baik, tapi yang ngomong dia sendiri, dasar pria es balok ",

rutuk Zerena dalam hatinya.

Ryan mencuci wajahnya di wastafel, dia benar benar tidak bisa membiarkan Zerena disini, karena Alvin adalah satu satunya alasan Ryan, yahh pasti Alvin akan berusaha mendekati Istrinya, dan dengan leluasanya Alvin akan akan terus menggoda Zerena jika Ryan meninggalkan Zerena disini.

"Tidak, tidak semudah itu kau mendekati istriku Ferguso....

Apapun yang telah menjadi milikku, takkan pernah aku lepaskan, apalagi berbagi, sorry lah yauuuu...."

Ryan dongkol sendiri, mengingat kelakuan Alvin yang tak tahu malu main peluk peluk sembarangan.

Setelah kepalanya agak dingin, ia pun keluar dari kamar mandi, dilihatnya istrinya sudah tertidur pulas, Zerena makin cantik dengan stelan baju tidurnya yang berwarna kuning, membuatnya semakin manis saja.

Ryan lalu mengambil Laptopnya kemudian mengadakan meeting dadakan dengan asisten pribadinya dan beberapa orang kepercayaannya.

sudah hampir satu jam Ryan meeting, tapi belum ada tanda tanda akan selesai, mereka bekerja sampai hampir Subuh.

Ryan akhirnya bisa istirahat sejenak sebelum pagi datang.

pekerjaannya benar benar menyita waktu tidurnya, "aku benar benar harus segera ke Malaysia sebelum semuanya terlambat, aku benar benar di buat harus bekerja extra"

Dia merebahkan punggungnya, hanya dalam hitungan menit dia sudah terbuai dalam mimpi.

Kamar itu menjadi saksi bisu pernikahan yang tak didasari oleh cinta, mereka menjalaninya tanpa ada bumbu bumbu asmara, walaupun tubuh mereka dalam satu kamar, tapi pikiran dan perasaan mereka berada di tempat berbeda.

sungguh pernikahan unik yang pernah terjadi, mereka bersama tapi tak saling menyapa, tak bicara, apalagi bercanda, sekarang sok sok mau membawa istrinya pergi, nggak salah tuhhhh, semua tak habis pikir.