Ibu Sarah meraih kado berukuran kubus yang diberikan oleh Eliya. Ia tersenyum remeh melihat ukuran kado yang baru kali ini diterimanya. Selama ini Ibu Sarah belum pernah mendapatkan kado yang kecil seperti ini. Yah, paling kecil seukuran kotak set perhiasan yang diberikan oleh Shintia.
"Aku penasaran apa isinya, aku belum pernah menerima yang sekecil ini sebelumnya." Ucapan Ibu Sarah sarat akan sindiran pada Eliya. Tapi Eliya tidak bergeming, ia membiarkan Ibu Sarah membuka bungkus kadonya.
"Hati-hati Ibu, siapa tahu isinya adalah jebakan batman, hahahaha!" Audrey tertawa dengan keras, diikuti oleh yang lain.
"Biarkan Ibu mengetahui setelah membukanya," ujar Ibu Sarah. Setelah membuka bungkus kado, ternyata isinya adalah sebuah kotak yang berisikan stelan set baju berbahan lycra. Ibu Sarah mengeluarkan baju itu dari kotaknya, ia menjembreng set baju tersebut dengan wajah shock.
"Baju apa itu?" tanya Audrey.
"Aku baru melihat baju seperti itu, aneh sekali. Apa itu baju renang?" tanya Shintia.
"Itu seperti baju senam, kan?" Shanon melirik Eliya.
Eliya mengangguk, ia tersenyum manis pada Ibu mertuanya. "Itu adalah satu set baju Zumba, Bu. Anti keringat dan anti panas serta anti kusut. Penyerapan keringatnya sangat cepat sehingga tidak akan mengakibatkan masuk angin. Bahannya yang elastis tidak akan meral meski Ibu mencucinya selama 10 tahun kedepan. Warnanya juga sangat cantik, peach, cocok untuk kulit Ibu yang putih." Penjelasan panjang yang Eliya utarakan membuat semuanya terdiam. Eliya tersenyum puas, setidaknya ia bisa memberikan kado yang bermanfaat meski harganya tidak semahal perhiasan.
"Wah, hahahaha. Aku tidak menyangka jika menantu keduaku ini sangat pintar dan berbakat dalam memasarkan produk. Apa kamu berpengalaman sebagai Sales sebelumnya? Atau kamu menghafal jenis produk yang kamu beli?" tanya Pak Gusti yang sejak tadi bungkam. Baginya Eliya cukup membuatnya terkesan.
Pffft
Shintia, Audrey dan Ibu Sarah menahan tawa atas pertanyaan dari Pak Gusti. Ya, bisa saja kan Eliya adalah seorang Sales yang pintar merayu, sampai Adam pun bisa jatuh kepelukannya.
"Bukan Ayah, aku sering mengikuti Zumba harian di dekat rumah. Jadi aku hafal betul pakaian yang bagus untuk dikenakan," Eliya tahu Ibu Sarah meremehkan pemberiannya. Apalagi Pak Gusti menganggapnya Sales.
"Oh begitu, nanti lain waktu aku ingin mengajakmu untuk mengunjungi perusahaan. Siapa tahu kamu tertarik untuk menjadi sekertaris menggantikan seseorang," Pak Gusti melirik Shanon saat mengucapkan kata seseorang. Sudah tahu kan jika Pak Gusti memang kehilangan respek setelah Shanon dinyatakan tidak akan pernah bisa memiliki anak.
"Y-ya," jawab Eliya tak yakin.
"Ya, ya, hadiahmu lumayan juga. Tapi aku tidak suka Zumba, bagiku Yoga dan Golf adalah yang paling menarik. Mungkin lain waktu kamu bisa mengajariku Zumba," ucap Ibu Sarah. Kado pemberian Eliya ia simpan di samping.
"Aku yakin Ibu akan menyukai Zumba, lagu La mordidita akan menambah semangatmu nanti." Eliya mengangkat jempolnya pada Ibu Sarah. Tentu Shintia dan Audrey langsung mendengus.
"La La apa itu? Ya sudah nanti saja dicoba. Sekarang biar kubuka hadiah dari Istri pertama Adam," Ibu Sarah meraih kotak yang besarnya hampir sama dengan kotak perhiasan dari Shintia.
"Sangat tipis, tapi biasanya hadiah Kak Shanon selalu penuh kejutan." Audrey tersenyum pada Shanon yang hanya dibalas dengan senyuman tipis.
"Benar juga, Shanon selalu tahu cara agar membuat Ibu senang. Sekarang mari kita lihat, hadiah apakah ini?" Ibu Sarah mulai membuka perlahan bungkus kado bertema bunga itu.
Ternyata isinya adalah sertifikat dari arena pacuan kuda termasuk golf di dalamnya. Semuanya terkejut. Nilainya sangat fantastis sekali, apalagi pacuan kuda ini merupakan tempat yang sering dikunjungi oleh Pak Gusti dan Ibu Sarah.
"Tuh, apa kubilang, Kak Shanon selalu memberikan sesuatu yang menakjubkan!" seru Audrey.
Eliya jadi berkecil hati, awalnya Eliya cukup percaya diri dengan sesuatu yang sudah diberikan. Tapi ternyata Shanon memberikan sesuatu yang lebih berharga dan bermanfaat. Eliya memuji Shanon yang tetap tenang seperti itu.
"Palingan dia membelinya atas suruhan Adam. Mana mungkin Shanon memiliki pemikiran untuk membelikanmu arena pacuan kuda beserta taman golf," kata Pak Gusti. Sudah tahu jika pasti ada campur tangan Adam di dalamnya. Lagipula, darimana Shanon mendapatkan uang sebanyak itu jika bukan dari Adam.
"Memangnya kenapa kalau hadiah Shanon ada campur tanganku?" Adam melangkah menghampiri mereka. Ia langsung merangkul pundak Shanon dengan mesra, tak lupa mencuri kecupan di pipinya. "Aku bekerja keras dan menghasilkan banyak uang, tentu itu semua untuk Istriku."
"Istrimu ada dua Adam. Bagaimana bisa kamu membedakan keduanya, jika Shanon kamu berikan uang untuk membeli sebuah arena, seharusnya kamu juga memberikan Eliya uang untuk membeli sebuah stadium," kali ini Nenek Herlyn lah yang berbicara. Tidak setuju dengan Adam yang masih menomor satukan Shanon di depan Eliya.
"Maaf Ibu mertua, Shanon memang sudah mempersiapkan hadiah lain untuk ipar, tapi Adam sendiri yang berinisiatif membelikan arena itu untuknya." Jelas saja Ibu Amira tidak ingin Anaknya diperlakukan seperti itu.
"Sudah cukup, hadiah ini tetap diberikan Shanon untukku. Jadi tidak ada lagi kata ini adalah uang Adam," Ibu Sarah menyimpan sertifikat itu di meja.
Suasana berubah menjadi tidak menyenangkan. Memang Nenek Herlyn dan Pak Gusti sulit untuk menerima Shanon sekarang. Itu lah yang membuat sikap Shanon berubah. Dulu Shanon adalah Wanita yang ceria, tapi sekarang keceriaan itu hanya ia tunjukan di depan Adam saja.
"Aku tidak bisa terlalu lama. Aku ijin pamit bersama Istriku untuk menghadiri perjamuan kolega perusahaan," ucap Adam pada semuanya. Ia juga sudah tidak nyaman berada disana.
"Istrimu yang mana?" tanya Pak Gusti.
"Eliya," jawab Adam. Kemudian ia menatap Eliya yang perlahan berjalan mendekatinya.
"Aku juga ikut. Biarkan satu hari aku ikut bersama kalian," meski Shanon yang meminta Suaminya untuk menikah lagi, tetap saja ada perasaan tidak rela melihat Adam yang akan pergi hanya bersama Eliya saja.
"Itu yang diharapkan," Adam tersenyum pada Shanon. Akhirnya mereka pamit dan keluar dari rumah.
Eliya hanya bisa tersenyum pahit melihat Adam yang bergandengan tangan dengan Shanon di depannya. Mereka padahal pasangan yang serasi. Tapi mengetahui kekurangan yang Shanon miliki, Eliya bersyukur bahwa ialah yang akan mengandung anak dari Adam nanti. Eliya berharap itu akan segera terlaksanakan.
"Siapa kolega yang akan kamu temui, Dam?" tanya Shanon.
Adam terkekeh, matanya yang biasanya tajam kini tenggelam karena tarikan dari pipinya. Eliya sempat tertegun melihat Suaminya yang berkali lipat tampan.
"Kolegaku ini adalah orang yang penting. Dia ada ikatan darah dengan Eliya, tentunya ada ikatan juga denganku dan kamu."
"Maksudnya?" tanya Shanon kembali, mewakili Eliya yang sama penasarannya dengan Shanon.
"Kita akan menemui orangtua Eliya. Istri keduaku ini ingin aku menjelaskan semuanya. Tentu kamu harus membantuku, Shanon."
"Ha?!" Eliya dan Shanon sama-sama terkejut. Eliya memang menginginkan Adam menjelaskan semuanya padanya. Tapi Eliya belum siap jika Adam langsung menjelaskannya pada orangtuanya. Tidak, bagaimana ini?