Chereads / Madu Mas Adam / Chapter 5 - Salah arti

Chapter 5 - Salah arti

Perkataan Adam benar-benar dilaksanakan. Pria itu datang menemui orangtua Eliya tanpa memikirkan bahwa kehadirannya ini akan membuat kehebohan dirumah orangtua Eliya. Jelas saja membawa kehebohan, orangtua Eliya memang sangat menyukai menantu mereka. Tak terhitung berapakali pelukan kasih sayang yang diberikan oleh Ayah dan Ibu Eliya saat pernikahan mereka berlangsung.

Ketika Eliya menginjakan kakinya di halaman rumah. Eliya melihat Pak Azzam–Ayahnya– sedang memberi makan beberapa ayam yang ia pelihara dan rawat dengan baik. Eliya menghampiri Ayahnya lebih dulu, bermaksud memberitahu kedatangannya bersama Suaminya kesana.

"Eliya, kenapa tidak bilang dari semalam? Kenapa mendadak? Ayah belum sempat memotong ayam untuk bakar-bakar Ayam bersama Suamimu."

Eliya tertawa mendengar lelucon Ayahnya. Eh, itu bukan hanya sekedar lelucon. Ayahnya serius dengan apa yang diucapkan, itu lah kegunaan dia memelihara banyak ayam juga. "Aku juga mendadak kesininya, tidak usah ada acara bakar ayam segala, Ayah."

Pak Azzam mengangguk paham, tatapannya teralih pada Adam yang berdiri dengan penuh kharisma di dekat pohon mangga berbuah lebat. Sepasang mata Pak Azzam berbinar layaknya menang lotre. Bahagia sekali dia bertemu menantu tersayangnya itu.

Adam yang melihat jika Ayah mertuanya tengah menatapnya, langsung menarik Shanon untuk berjalan mendekati Pak Azzam. Selama ia melangkah, pikirannya mulai berkecamuk tentang perkataan yang akan ia jelaskan pada Pak Azzam. Memang Adam bukan orang yang pandai merangkai kata, basa-basi ringan saja ia kesulitan. Maka ia bersikeras sekarang.

"Menantuku Adam yang berbakat, bagaimana kabarmu? Apa kau sibuk sehingga tak ada waktu untuk menjengukku disini?" tanya Pak Azzam saat Adam sudah berdiri dihadapannya.

Adam menarik bibirnya yang kaku untuk tersenyum. Dibiarkannya Pak Azzam memeluk tubuhnya erat. "Seperti yang ingin Ayah dengar, kabar saya baik."

"Senang mendengarnya, Nak." Pak Azzam melepaskan pelukannya pada Adam. "Apa hari ini ada rencana menginap disini bersama Eliya?"

"Tidak, saya datang kesini justru ada sesuatu yang mau di sampaikan."

Pak Azzam beralih pada Eliya. Firasatnya mendadak tak enak mendengar Adam datang hanya karena ada yang mau di sampaikan. Apalagi Adam dan Eliya hampir jarang sekali datang menemui dirinya.

"Ayah tapi jangan marah, apalagi sampai mengeluarkan kekerasan, ya?" pinta Eliya dengan wajah memelas.

"Kita bicara di dalam saja, sekalian temui Ibumu." Pak Azzam melangkah lebih dulu, tidak seperti tadi yang terlihat sangat senang. Sekarang mimik beliau berubah drastis. Eliya jadi tak enak pada Adam.

"Mas, Ayah nyuruh kita untuk bicara di dalam saja biar lebih nyaman." Adam tahu jika mungkin saja sesudah pembicaraan ini Pak Azzam bisa saja menuntut perceraian, tapi Adam tidak terlalu peduli. Lebih bagus kan bila dirinya dengan Eliya bercerai, toh Adam juga kesulitan memiliki dua Istri tapi ia tidak mau membagi cintanya.

Adam melangkah mengikuti Eliya. Bisa Adam tebak sekarang suasana hati Eliya sedang tidak baik. Kakinya saja asal jalan tidak memfilter ada bebatuan atau menghindar dari jalan yang becek. Ceroboh sekali.

"Perhatikan jalanmu, Eliya."

Bukan hanya Eliya, tapi Shanon yang sejak tadi diam pun kini ikut-ikutan meliriknya. Tidak, Shanon bukan cemburu kok. Dia hanya heran mengapa Adam memperhatikan detail hal kecil seperti itu.

"Oh, aku tadi melamun Mas. Maaf kalau gara-gara itu Mas Adam jadi keganggu."

Adam menggeleng, ia kemudian menyuruh Eliya melanjutkan langkahnya dengan dagunya. Eliya menurut dan berjalan dengan memperhatikan langkahnya. Dalam hati ia merasa sangat tersentuh dengan Adam yang memperhatikannya. Coba saja setiap hari, Mas.

Di dalam rumah bukan hanya ada Pak Azzam, melainkan Ibu Cinta–Ibunya Eliya, Kakek, Nenek dan Sepupu Eliya juga turut hadir disana. Mereka sudah duduk lebih dulu dengan pandangan dingin yang dilayangkan pada Adam. Ibu Cinta yang biasanya selalu cerewet di depan Azzam pun kini memilih bungkam seperti yang lain. Mereka juga tidak menyambut dan mempersilahkan duduk Adam dan Eliya.

Eliya jadi tak enak sekali pada Adam. Masalahnya ia juga tidak mengerti mengapa Keluarganya seperti itu pada Adam. Tadi Ayahnya baik-baik saja, sekarang berubah bak orang asing.

"Masuk saja, duduk lalu jelaskan permasalahan rumah tangga kalian." Ujar Ibu Cinta, masih dingin dan sinis pada Anak dan Menantunya.

"Iya Bu," Eliya mempersilahkan Adam dan Shanon untuk masuk lebih dulu.

Adam juga diam saja, ia masuk kedalam rumah dengan tenang. Sama seperti Shanon yang tidak merasa terintimidasi oleh Keluarga Eliya.

Shanon duduk disamping kiri Adam, sedangkan Eliya duduk disamping kanannya. Ketiganya bak sedang menerima petuah dari orangtua.

"Jadi apa yang mau dibicarakan oleh menantu kami?" tanya Pak Azzam.

Adam menelan salivanya untuk membasahi tenggorokannya yang dirasa sangat kering. Kenapa membicarakan kejujuran lebih menegangkan dibandingkan dengan melangsungkan pernikahan? Pikir Adam. Untung ada Shanon yang tiba-tiba menggenggam jemari tangannya, membuat Adam lebih tenang.

"Saya ingin mengatakan yang sebenarnya. Awalnya saya diam saja karena sedang mencari waktu yang tepat, bagi saya sekarang lah saatnya."

Hanya Pak Azzam dan Ibu Cinta lah yang saling berpandangan. Sepertinya mereka memiliki pemikiran yang sama.

"Jadi kamu sudah tidak menyukai Anak saya lagi? Kamu ingin menceraikan Anak saya?" tanya Pak Azzam dengan tergesa-gesa. Tentu membuat Eliya terkejut, tak menyangka itu lah yang dipikirkan oleh sang Ayah.

"Bercerai? Kenapa harus?" Adam mengernyit heran. Bukan itu topik yang ingin ia bahas. Memikirkannya saja tidak sama sekali.

"Ya lalu ada apa gerangan kamu datang kemari membawa Wanita lain, lalu ingin membicarakan sesuatu pada kami? Apa yang ingin kamu sampaikan selain bercerai, kan?" Ibu Cinta berbicara murung. Ia sudah sangat membanggakan Menantunya itu pada para tetangga. Tapi apakah harus berakhir begini?

"Ayah, Ibu, jangan berbicara ngawur. Mas Adam datang ke sini bukan untuk membicarakan masalah perceraian denganku, tapi sesuatu yang lain." Eliya menerangkan dengan pelan, berharap orangtuanya tidak berpikiran lain lagi.

"Memang apa kalau bukan perceraian? Perselingkuhan begitu? Adam selingkuh dengan Wanita yang dibawanya itu?" tanya Ibu Cinta. Maklum, beliau sering kali menonton drama yang bertemakan perselingkuhan rumah tangga.

"Tolong jangan memojokan saya, seolah saya Pria dengan hati bercabang seperti itu." Dalam hidupnya, Adam belum pernah selingkuh sama sekali dari Shanon. Ya, Shanon adalah kekasih pertama sekaligus Istri pertamanya. Jika bukan karena keinginan Shanon, ia juga tak akan mau menikahi oranglain lagi.

"Makanya cepat jelaskan semuanya, Nak. Kami penasaran sekarang," Nenek Lidia lah yang berbicara.

Adam menghela nafas perlahan. Akhirnya ia mulai memiliki keberanian sejak dituduh berselingkuh tadi.

"Sebenarnya saya sudah beristri, kalian semua bisa lihat di samping kiri saya? Dia adalah Istri pertama saya ..."

Semuanya menatap Shanon dengan pandangan berbeda. Mereka meniliti seorang Shanon bagaikan permata bernilai ratusan tahun. Se-detail itu. Tapi Shanon membiarkan saja, ia cukup tertarik dengan keluarga Eliya yang kompak begitu.

"Jadi kamu sudah beristri dan Istrimu ini sangat cantik melebihi Eliya, jadi .." kali ini Sepupu Eliya lah yang berbicara lalu menutup mulutnya sambil menggeleng tak percaya. Matanya membola atas sesuatu yang muncul di dalam pikirannya sendiri.

"Nayla? Apa yang kamu pikirin? Jangan mulai aneh-aneh," Eliya paham betul bagaimana Sepupunya itu.

"Eliya, Ibu tidak menyangka kamu berani menggoda Suami orang hingga ia menikahimu!" bentak Ibu Cinta. Ia memang membenci seorang pelakur, tidak menyangka Anaknya akan seperti itu.

"Kamu telah membuat malu Ayah, Nak. Kamu kekasih gelap Adam?" Ayahnya pun sama seperti itu. Ia memeluk sang Istri untuk menenangkannya.

"Keluarga kami belum pernah ada yang selingkuh sebelumnya, kamu mencoreng tradisi kami Eliya!" sang Kakek turut memarahi Eliya.

Eliya panik karena semua keluarganya salah paham, ia menatap Adam dan Shanon dengan memelas. Ini lah yang Eliya takutkan dengan pembicaraan seperti ini, keluarganya termasuk 'unik' dengan pemikiran mereka yang tak bisa ditebak.

"Semuanya dengar, aku tidak menggoda Mas Adam dan aku bukan pelakor! Tidak sama sekali, Ayah, Ibu .."

"Benar apa kata Eliya, saya kesini karena ingin–"

"Ingin menceraikannya? Ya, ceraikan saja. Kami akan menerima keputusan itu, kasihan sekali Istri pertamamu." Ujar Ibu Cinta sambil menyusut airmata yang menggenang di pelupuk matanya.

"Ibu kenapa bicara begitu?" Eliya melangkah untuk menghampiri sang Ibu tapi Ayahnya memberi sinyal stop menggunakan tangannya.

Adam dan Shanon saling berpandangan, mereka tentu sama terkejutnya dengan Eliya. Tidak menyangka pembicaraan tentang kejujuran ini malah berakhir dengan drama.