Eliya telah selesai menyiapkan sarapan pagi untuk Shanon dan Adam pastinya. Sambil menunggu Adam dan Shanon, Eliya menambahkan beberapa sayuran agar masakan lebih menarik. Dulu Eliya memang senang bereksperimen soal masakan. Beruntungnya setiap hasil eksperimen yang dicoba selalu berakhir enak. Jadi tak ada yang namanya makanan terbuang sia-sia.
Eliya menyukai sayuran dan ikan. Adam menyukai jenis daging apapun tapi susah untuk makan sayur. Makannya Eliya sengaja selalu memasak sayuran agar Suaminya senantiasa sehat.
"Apa yang sedang kamu masak?"
Eliya menoleh dan melihat Shanon sedang mengucek matanya. Padahal baru bangun tidur, tapi Shanon terlihat sangat cantik di mata Eliya.
"Aku sedang memasak sayur soup iga dan semur daging. Aku tidak yakin kamu akan suka. Tapi Mas Adam sangat menyukainya," jawab Eliya.
"Aku selalu memakan apapun, maksudnya aku bukan orang yang pemilih. Tidak usah khawatir, aku akan makan dengan nyaman." Shanon berjalan menuju meja makan. Ia menarik kursi lalu duduk dengan anggun. Shanon memperhatikan bagaimana Eliya sangat cekatan dalam memasakan. Berbeda sekali dengan dirinya yang memegang pisau saja masih salah, tangannya bahkan tremor.
"Bagus lah, tapi kalau ada sesuatu yang kamu mau makan, bilang saja padaku." Eliya tersenyum ramah pada Shanon. Setelah kejadian canggung semalam, setidaknya hari ini ia harus lebih bersikap hangat pada Shanon.
"Aku tidak akan berkunjung ke rumah ini lagi. Tidak usah memikirkan soal makanan apapun untuk menyambutku," ujar Shanon. Ia kembali dingin seperti biasanya.
Eliya menghela nafas pelan, sepertinya sulit untuk dekat dengan Shanon. Padahal Eliya ingin sekali bisa akrab dengan Shanon. Tidak, bukan untuk cari muka agar Adam baik padanya. Eliya hanya ingin menghapuskan kata Istri pertama dan Istri kedua.
"Tidak menungguku untuk makan bersama?" Adam datang dengan stelan kerja yang sudah rapi dipakainya. Matanya hanya tertuju pada Shanon sampai ia duduk di samping Wanita itu.
"Kami belum menyentuh makanan, jadi kamu tidak perlu khawatir." Shanon baru saja akan mengambil piring untuk mengalas nasi, tapi Eliya sudah lebih dulu memberikan piring berisi nasi pada Adam.
Adam menerimanya, ia juga membiarkan Eliya menambahkan lauk pauk di piringnya. Lagipula biasanya memang seperti ini.
"Terimakasih."
Ya, biasanya memang seperti itu. Tapi Shanon yang belum terbiasa. Padahal Shanon sudah mewanti-wanti dirinya sendiri, bahwa sekarang ia adalah tamu di rumah Istri kedua Adam. Otomatis statusnya yang Istri pertama bak dihilangkan dan Eliya bisa leluasa memenuhi kewajibannya sebagai Istri kedua.
Tapi ada rasa tak terima di dalam hati Shanon saat Adam mulai melahap santapan makanan yang sudah Eliya berikan padanya. Kenapa Shanon egois?
"Kamu masih terpesona padaku? Menyesal karena semalaman aku tidak memelukmu saat tidur? Shanon, kenapa terus menatapku seperti itu?" tanya Adam. Tersungging senyuman tipis di bibirnya.
Shanon tergelak, ia seolah dipaksa untuk segera sadar dari lamunan perasaan tak tahu malu, yang menyusup kedalam hatinya. "Oh, aku sedang memikirkan Ibuku. Dia pasti khawatir aku belum pulang."
"Aku akan mengantarmu pulang. Tunggu sampai aku pulang kerja ya, biar kamu dan Eliya bisa saling dekat."
Eliya mengangguk semangat. Ia memang ingin dekat dengan Shanon. Meski Shanon terkesan dingin dan menjaga jarak darinya. Eliya tidak tahu saja bahwa Shanon tengah terdesak dengan keinginan Adam.
"Aku rasa tidak perlu, aku ingin pulang sekarang juga." Ucapan Shanon membuat Eliya dan Adam saling pandang. Mereka tidak tahu telah membuat kesalahan apa.
"Apapun keinginanmu," Adam menaruh alat makannya dengan rapi. nafsu makannya mendadak hilang saat tahu Shanon tengah merajuk padanya. Bukan kah seharusnya Adam yang tengah kesal karena semalam?
"Aku ikut denganmu ... Sampai ke kantor," ujar Shanon. Jika sedang merajuk dan kesal, biasanya Shanon tidak suka penolakan.
"Yakin? Hari ini aku akan menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk. Kamu akan bosan disana," kata Adam dengan tenang.
"Memangnya kenapa? Bersamamu dalam satu ruangan yang sama tidak akan membuatku bosan."
Eliya melihat kesungguhan sekaligus emosi di dalam kata Shanon saat berbicara. Tapi kenapa?
Jujur Eliya merasa cemburu saat Shanon berusaha untuk ikut ke kantornya Adam. Sudah bisa dipastikan Adam takkan menolak dan mereka berdua bisa bermesraan disana. Eliya menghela nafas pelan, dirinya saja belum pernah datang ke kantor Adam. Itu adalah keinginannya, tapi ia masih sungkan. Eliya tidak seberani Shanon dalam mengungkapkan apa yang ia inginkan.
"Boleh saja, Eliya juga bisa ikut jika dia mau." Adam dan Shanon menatap Eliya dengan pandangan berbeda. Tatapan teduh yang Adam layangkan dan tatapan intimidasi yang Shanon layangkan.
"Aku ... Sepertinya aku lebih nyaman menunggu di rumah saja," Eliya terkekeh sesudah berbicara. Ia menggaruk leher belakangnya yang tidak gatal.
"Jangan keluar rumah tanpa izin dariku, Eliya. Aku berangkat dengan Shanon," kata Adam. Dirinya memang tidak suka jika Eliya tidak memberikan kabar apapun. Meski hubungan keduanya belum sedekat itu, Adam tetap menganggap Eliya adalah Istrinya dan Eliya wajib memberitahukan apapun pada Adam.
"Iya Mas, hati-hati." Eliya ikut mengantar Adam dan Shanon sampai kedepan pintu rumahnya. Memang ini sudah menjadi kebiasaannya setiap hari, meski Adam tidak pernah memberikan pelukan atau kecupan manis di dahinya.
Shanon diam-diam melirik Eliya yang masih setia berdiri di depan pintu rumah yang terbuka. Shanon merasa bodoh sekali karena kesal pada Eliya. Padahal semalam ia mendorong Eliya untuk dekat dengan Adam. Tapi melihat Eliya memberikan sepiring nasi pada Adam saja, ia sudah kepanasan.
Shanon jadi ragu dengan keputusannya sendiri. Apakah baik-baik saja meminta Adam untuk menceraikan Eliya?
Ah, pikiran apa itu!
Adam harus memiliki keturunan agar ia menjadi pewaris tunggal, sekarang bukan saatnya untuk memikirkan perasaan dirinya sendiri.
"Melamun lagi," bisik Adam tepat di telinga kanan Shanon. Melihat Shanon berjengit, Adam berusaha menahan tawanya.
"Oh, iya, aku sepertinya kurang tidur. Sulit fokus hari ini, tapi aku tetap ingin ikut ke kantormu." Shanon tertegun saat melihat Adam tersenyum, kegantengan Suaminya memang tak bisa dijelaskan oleh kata-kata.
"Katakan apa yang kamu pikirkan, apakah soal semalam?" Adam membukakan pintu mobil untuk Shanon, ia menunggu Shanon masuk dengan sabar.
Shanon masuk kedalam mobil, ia menghiraukan Adam dan langsung menutup pintu mobil. Shanon meremat baju yang dikenakan olehnya untuk meredam perasaan gelisah.
Adam turut masuk kedalam mobil, sebelum menyalakan mesin mobil, Adam menatap Shanon sebentar. Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Shanon? Biasanya Shanon tak pernah banyak melamun begitu. Tapi Adam tak mau ambil pusing, ia sangat mengerti Shanon. Biasanya Shanon akan berbicara jika sudah siap. Adam tinggal menunggu saja meski ia penasaran sejak tadi.
"Aku ... Tidak suka seseorang selain aku, menyiapkan makan untukmu."
Adam yang bersiap akan melajukan mobilnya, mendadak terpaku di tempat. Benar saja Shanon memang mengutarakan apa yang ia pikirkan. Tapi Adam tidak pernah menyangka sesuatu yang sepele seperti itu lah yang membuat pikiran Shanon tidak fokus.