"Tidak mungkin saya menceraikan Eliya. Kami tak ada masalah dalam rumah tangga. Saya hanya ingin mengutarakan bahwa posisi Eliya adalah Istri kedua saya, Ayah."
Awalnya Pak Azzam dan Ibu Cinta tercengang karena penuturan Adam berbeda dengan apa yang terbesit di dalam pikiran mereka. Tapi, Adam secara jelas mengatakan bahwa posisi Eliya adalah Istri kedua?
Kenapa rasanya Pak Azzam dan Ibu Cinta tidak rela?
Eliya adalah Putri mereka satu-satunya, yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Orangtua mana pun pasti ingin anaknya mendapatkan kebahagiaan. Tapi selama ini Ibu Cinta belum pernah menemukan seorang Wanita, yang hatinya benar-benar bahagia menjadi Istri kedua. Contohnya adalah tetangga mereka sendiri.
"Apa yang Mas Adam bilang betul, aku adalah Istri kedua .." Ini yang Eliya tidak siap, reaksi orangtuanya lah yang membuat hati Eliya tak tega. Ia tidak masalah menjadi Istri kedua, toh semuanya sudah terjadi dan Eliya memang menyukai Adam. Tapi orangtuanya? Eliya tak mau menggambarkannya terlalu jauh.
"Apa kamu tahu sebelumnya kalau Adam sudah punya Istri?" tanya Nenek. Sebab Ibu Cinta tak mampu berkata-kata saat ini.
"Aku baru tahu hari ini. Aku juga tidak pernah curiga sedikitpun kalau ternyata ... Aku hanyalah–"
"Maafkan saya yang tidak jujur sejak awal. Tapi saya pastikan Eliya akan bahagia bersama saya, apapun yang terjadi." Adam sekarang menjadi pusat perhatian, sebab kata-katanya mampu membuat keluarga Eliya percaya.
Bukan hanya itu, Shanon dan Eliya pun saling lirik satu sama lain. Shanon yang masih aneh ketika Suaminya mengusahakan kebahagiaan untuk Wanita lain dan Eliya yang merasa tak enak pada Shanon atas perkataan Adam. Meski hatinya cenat-cenut karena Adam akan memastikan kebahagiaannya.
"Tolong jangan buat perbedaan antara Istri pertama dan Istri kedua," pinta Ibu Cinta. Bahkan semua keluarga Eliya pun mengharapkan hal yang sama.
Keputusan final yang telah di minta oleh Ibu Cinta, langsung di sanggupi oleh Adam. Bukan hal sulit baginya untuk memberikan sebuah kebahagiaan. Wanita suka kemewahan, Wanita suka sesuatu yang indah, Wanita suka keinginannya selalu dituruti. Bagi Adam yang belum terlalu mengenal Eliya, ia menilai Eliya sama dengan Wanita yang lain yang pernah ditemui.
Shanon masih betah bungkam sampai mereka pulang. Bukan bermaksud sombong, ia membisu karena tidak mengenal keluarga Eliya dan mereka pun tidak bertanya apapun padanya. Tapi yang membuat Shanon kagum, keluarga Eliya sangat kompak dan hangat. Berbeda sekali dengan keluarganya.
***
"Kenapa membawaku ke rumahmu dan Eliya?" tanya Shanon saat mobil yang mereka gunakan, sudah sampai di lahan parkir rumah tempat Adam dan Eliya bernaung.
"Sudah malam, lebih baik kamu tidur di rumah ini saja. Bisa?"
Shanon mengangguk. Kalau menolak pun pasti Adam akan tetap memaksanya. Tak ada pilihan jika Adam sudah membuat keputusan.
Eliya turun dari mobil lebih dahulu. Masih ada rasa canggung saat berdekatan dengan Adam dan Shanon. Padahal biasanya ia nyaman saja saat berduaan dengan Adam. Mungkin karena Shanon adalah Istri pertama Adam? Ah, perasaan seperti itu harus segera dihapuskan. Shanon dan dirinya harus bisa akur dan dekat.
Eliya sudah membuka pintu rumah, ia menoleh kebelakang untuk melihat Adam. Tapi tubuhnya langsung menegang dengan nafas yang tersendat. Pemandangan yang dilihatnya bagaikan asap yang membuat matanya perih. Adam tengah bersenda gurau dengan Shanon, mereka berjalan seolah dunia hanya milik berdua.
Itu adalah impian Eliya. Itu yang diharapkan oleh Eliya saat menikah dengan Adam. Ia ingin bisa bercengkrama dengan Adam layaknya Suami Istri, tapi kenyataannya Adam selalu menjaga jarak dengannya. Sampai detik ini pun masih begitu.
"Berapa lama lagi kamu akan melamun seperti itu?" tanya Adam.
Eliya terperanjat dari lamunannya. Ia kemudian tertawa untuk mencairkan suasana. Malu sekali rasanya terpergok sedang melamunkan hal yang tak mungkin.
"Maaf aku sedang tidak fokus, silahkan masuk duluan."
Adam tidak terlalu peduli dengan Eliya, maka ia kembali melangkah untuk masuk ke dalam rumah. Membiarkan Shanon yang diam-diam melirik Eliya.
"Kenapa tidak masuk?" tanya Shanon.
"Kamu saja yang masuk duluan. Mungkin Mas Adam sudah menunggu di dalam," jawab Eliya. Ia cukup sadar diri sebagai Istri kedua.
"Ini bukan rumahku, aku datang ke sini sebagai seorang tamu. Bukan kah seharusnya kamu yang menyambutku?"
Eliya tertegun dengan perkataan Shanon. Kenapa ... Shanon memikirkan soal dirinya? Bukan kah Shanon adalah Istri sah yang bisa berlaku seperti apapun? Bahkan Adam masih lah sangat mengutamakannya.
"Silahkan masuk duluan saja, biar aku masuk sesudahnya."
Shanon tampak mengangguk, ia melangkah dengan anggun ke dalam rumah. Membiarkan Eliya yang sedang memukuli dahinya karena telah menghilangkan kesempatan berkuasa sang Istri kedua. Payah sekali kau, Eliya.
Eliya menyusul Shanon memasuki rumah. Ia kemudian mengunci pintu terlebih dahulu, sebelum melangkah menuju kamarnya. Melihat sekeliling rumah yang masih rapi, hati Eliya bersyukur sekali. Kedatangan Shanon yang mendadak ke rumahnya jadi tidak terlalu membebani.
Saat memasuki kamar miliknya dan Adam, Eliya melihat Adam tengah membelakangi tubuhnya sambil mengambil baju yang berada di lemari. Badan atasnya dibiarkan terbuka, hanya celana kain saja yang masih dikenakan.
"Tolong ambilkan handuk," pinta Adam tanpa melihat pada Eliya.
Eliya tanpa berpikir lama, langsung mengambil handuk yang memang tergantung di dekat pintu kamar. Sedikit heran karena tumben sekali Adam menyuruhnya tanpa canggung sama sekali. Seperti tidak biasanya.
Eliya menjadi lebih gugup saat tubuhnya sudah berada dekat sekali dengan Adam yang masih mencari-cari baju. Maklum saja, sejak awal menikah keduanya belum pernah berada dalam posisi seperti ini. Biasanya Adam sudah berbusana lengkap saat keluar dari kamar mandi. Begitu pun Eliya.
"Mas .." cicit Eliya dengan gugup.
"Oh, kamu tau dimana letak handuk ... nya?" Adam sangat terkejut saat membalikan tubuhnya, ternyata Eliya lah yang ia lihat. Kedua mata Adam membola, begitu pun Eliya yang belum terbiasa melihat tubuh tanpa baju Suaminya.
"Ini handuknya, anu, aku tidak sengaja masuk ke kamar. Aku .. Aku pergi, maafkan aku!" Eliya melempar handuk itu pada Adam lalu berlari keluar dari kamar dengan wajahnya yang panas dan memerah.
"Wanita itu .." gumam Adam, masih terkejut dengan apa yang terjadi.
"Apa aku melewatkan sesuatu?" Shanon baru saja masuk ke kamar Adam dan Eliya. Tadi ia sempat penasaran melihat Eliya yang keluar dari kamar sambil berlari.
"Kamu habis dari mana?" Adam bertanya balik karena tadi ia mengira Shanon lah yang ada di kamarnya.
"Aku tadi mengambil minum dulu sebentar, apa yang terjadi antara kamu dan Eliya?" tanya Shanon. Tidak menuntut tapi harus dijawab karena Shanon penasaran.
"Tidak ada. Aku mengira kamu lah yang di kamar bersamaku, ternyata Eliya." Adam menyampirkan handuk yang tadi dilempar Eliya padanya, kemudian berjalan menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya.
Shanon memikirkan sesuatu. Ia menebak jika hubungan Adam dan Shanon belum terlalu jauh. Keduanya pasti masih canggung satu sama lain. Shanon tidak bisa diam saja, ia tidak ingin pernikahan Eliya dan Adam malah berakhir sia-sia.
Bagaimana pun caranya, Shanon harus bisa membuat Adam dan Eliya memiliki kemajuan dalam hubungan mereka.