Shanon membiarkan Eliya dan Adam tidur di dalam satu kamar. Sebenarnya Eliya dan Adam memang biasa tidur bersama, meski di tengah kasur mereka diberikan sekat berupa bantal dan guling. Tapi Eliya merasa tak enak untuk tidur di samping Adam. Eliya juga berpikir Adam mungkin saja merindukan Istri pertamanya itu kan.
Maka Eliya dengan inisiatif sendiri berpindah ke kamar tamu. Tak apa, Eliya hanya berusaha untuk lebih tahu diri saja.
Shanon tak sama seperti Eliya, ia bertanya pada Adam dimana keberadaan Eliya. Yang di jawab Adam dengan acuh tak acuh.
"Mungkin dia ingin tidur di kamar lain."
Shanon geram dibuatnya. Ia menginap di sini bukan karena kemauannya. Shanon pun tidak berniat untuk mengganggu Adam dan Eliya. Lantas mengapa Eliya memilih tidur di kamar lain?
Shanon mencari keberadaan Eliya. Dalam hatinya, ia sangat mengutuk sikap Eliya yang seperti ini. Shanon sudah berbesar hati mengizinkan Suaminya untuk menikah lagi agar bisa memiliki keturunan. Tapi sang Istri kedua malah menjauhkan dirinya seperti ini.
"Kenapa tidak tidur bersama Adam?" tanya Shanon pada Eliya yang sudah berbaring nyaman di kasur.
Eliya terperanjat melihat Shanon, Wanita itu berdiri di dekat pintu kamar sambil berkacak pinggang. "A-aku tidur di sini saja. Mungkin kamu dan Mas Adam ingin bersama setelah sekian lama."
"Oh, jadi begitu pikirmu. Eliya, dengarkan aku ya. Saat ini aku menginginkan kamu tidur bersama Adam. Aku sudah mengizinkan pernikahan kalian terjadi, aku ingin agar Adam segera memiliki penerus dari kamu. Apa kamu mengerti perkataanku?" Shanon memang dingin saat berkata begitu. Tapi tetap saja perkataannya penuh penekanan, sehingga Eliya dibuat gelisah olehnya.
"Aku hanya tidak enak padamu. Bagaimana pun kamu adalah Istri pertamanya Mas Adam. Aku sangat menghargai kamu, Shanon."
Shanon tertegun dengan perkataan Eliya. Selama ini yang ia pikirkan hanya lah Adam segera memiliki penerus saja, tanpa memikirkan perasaan Eliya atau pun Adam sendiri. Mungkin saja Adam dan Eliya tengah memaksakan diri mereka untuk dekat satu sama lain, tapi tak berjalan mulus?
"Maafkan aku karena membuatmu tak nyaman. Aku tidak ingin kamu terbebani dengan posisi Istri pertama dan Istri kedua. Eliya .." Shanon melangkah mendekati Eliya. Kemudian ia berdiri tepat di samping Eliya, yang masih duduk di atas kasur. "Kali ini hilangkan soal Istri pertama dan kedua. Kita sama-sama Istri Adam. Jangan canggung atau merasa tak enak padaku. Kamu paham?"
Eliya mengangguk perlahan. Ia paham, tapi tetap saja ia masih berat dengan posisi Istri kedua. Eliya takut salah atau berlebihan, ia juga takut terkesan terlalu mengeksploitasi Adam jika terlalu sering di dekat Adam. Tapi Shanon menyuruhnya untuk seperti itu.
"Baik lah, aku akan melakukan apa yang aku inginkan."
Shanon tersenyum tipis, tapi hatinya tiba-tiba tak yakin dengan keinginannya sendiri. Shanon mencoba menguatkan diri sendiri dengan senyuman Adam, yang terpatri di dalam pikirannya.
Begitu saja lebih baik.
Eliya mengikuti apa yang menjadi keinginan Shanon. Ia mendatangi kamarnya sambil membawa selimut. Tepat saat pintu kamar dirinya dan Adam terbuka, ternyata Suaminya itu sedang duduk di sofa yang terpajang dekat kasur.
"Kenapa lama sekali? Apa kamu tidak berniat tidur dengan saya malam ini?" tanya Adam, ia menatap Eliya dengan dingin.
"Ya, aku memang tidak berniat tadinya–"
"Tadinya? Lalu sekarang sesuatu telah mengubahmu?" potong Adam. Terlihat sepertinya tahu betul apa yang terjadi pada Eliya.
"Iya Mas," Eliya melangkah menuju kasur hangat yang biasa ia tiduri bersama Adam. Eliya tidak lantas menaiki kasur, entah mengapa keraguan tiba-tiba menyusup kedalam hatinya. Apalagi Adam seperti tidak senang dirinya ada di sana.
"Kamu kurang nyaman dengan saya sekarang?"
Eliya mengangguk kaku. Lebih tepatnya ia tidak nyaman saat Shanon ada di rumahnya. Andai saja Eliya tidak mengetahui Shanon sebagai Istri pertama Adam, mungkin Eliya tidak akan serba salah begini.
Eliya terkejut saat Adam tiba-tiba berdiri dari duduknya, lalu berjalan melewatinya begitu saja. Biasanya, meski mereka dalam keadaan yang tidak baik, Adam akan tetap bicara saat berniat pergi meninggalkan Eliya. Tapi barusan Pria itu hanya melangkah keluar dari kamar seolah dirinya makhluk kasat mata yang tak terlihat.
"Aduh, sepertinya aku membuat hubungan kami dalam keadaan sulit. Aku bingung harus bagaimana, suasananya sangat awkward sekali." Gumam Eliya, ia resah hingga meremat jemarinya dengan erat.
Tak berbeda jauh dengan Eliya, ternyata Adam pun sama. Baru kali ini ia merasa canggung saat akan tidur bersama Eliya. Padahal mereka hanya tidur seperti biasa, memejamkan mata dan berkelana di alam mimpi. Bukan melakukan kegiatan simbiosis mutualisme yang menjadi tujuan menikahnya dengan Eliya.
Adam menegak habis gelas berisi air putih dingin. Ia berharap otaknya kembali normal dan bisa bersikap biasa kembali. Bukan, Adam canggung bukan karena perasaannya telah bertumbuh menjadi ikatan cinta. Adam sadar di dalam hatinya, Shanon masih lah bertakhta dengan kokoh. Tapi ... Mengapa ia sangat canggung?
Adam tidak paham dengan apa yang ia rasakan kali ini. Atau kah ia canggung karena Shanon ada di sini bersamanya?
"Melamun setelah minum air putih dingin, apakah pikiranmu kusut?" tanya Shanon. Ia yang ingin mengambil minum ke dapur, di kagetkan oleh Adam yang diam mematung dengan tatapan kosong.
"Sayang, kamu masih terjaga? Aku kira kamu sudah tidur," jawab Adam sekenanya saja.
"Aku haus dan tidak menyangka melihatmu melamun di dapur. Apa yang kamu pikirkan? Mengapa malah diam di sini, Adam? Sekarang waktunya kamu tidur ... Bersama Eliya."
Adam mendengus saat mendengar bagaimana ungkapan Shanon bernada tak ikhlas. Harusnya bila keberatan, Shanon bisa jujur saja padanya. Adam juga merindukan keberadaan Shanon di sampingnya. Tapi sepertinya Shanon tidak memikirkan perasaannya sama sekali.
"Aku bisa tidur dimana saja, tak ada yang bisa mengatur pilihanku." Adam meninggalkan Shanon untuk ke kamar lain yang ada di rumahnya. Adam tak ingin suasana saat ini malah berakhir buruk pada hubungan dirinya dan Shanon.
"Astaga apakah aku salah? Aku ingin Adam dan Eliya bersikap sewajarnya seolah aku tak ada di sini. Tapi aku malah mengacaukan keadaan mereka," ujar Shanon. Ia menggigiti kuku jarinya karena gelisah.
Malam itu menjadi malam yang panjang untuk Eliya, Adam dan Shanon. Tak ada yang namanya tidur nyenyak karena pikiran mereka berat dengan prasangka.
Eliya ingin menyusul Adam, tapi kakinya sangat berat untuk digerakkan. Alhasil ia hanya bisa berguling ke kanan dan ke kiri, mencari posisi nyaman agar bisa tidur nyenyak. Sulit tentu saja. Esok hari Eliya harus meminta maaf pada Adam. Mungkin saja secara tidak sengaja ia telah menyinggung Adam dan Shanon.