Chereads / CINTA UNTUK MAIRA / Chapter 4 - Pertanyaan Mengejutkan

Chapter 4 - Pertanyaan Mengejutkan

Pukul 04.30 sore.

Seluruh karyawan kantor pun pulang. Hanya tersisa Maira saja diruang kerjanya. Intan pun menghampirinya.

"Ra, kamu nggak pulang?", tanya Intan. "Pulang kok. Sebentar lagi," jawab Maira, tanpa melihat kearah Intan. Ia terus saja menatap laptopnya. "Aku tunggu didepan ya, Ra." Kata Intan sembari memegang pundak sahabatnya itu. "Iya Tan. Eh, tunggu dulu. Mau nebeng lagi ya," ketus Maira. "Iya, hehe. Boleh kan Ra?", tanya Intan. "Fiuh. Yasudah, boleh kok. Tunggu di depan ya, bentar lagi kelar kok." Jawab Maira. Intan lalu pergi meninggalkannya sendirian.

15 menit pun berlalu. Maira sudah menyelesaikan pekerjaannya. "Akhirnya, kelar juga deh." Kata Maira, sembari mengemasi berkas-berkasnya yang berserakan diatas meja. Tak lama kemudian ia pun keluar dari ruangannya dan berjalan menuju ke parkiran. Tiba-tiba Maira pun terjatuh. "Aduh!" Kertas-kertas yang dibawanya pun jatuh berhamburan. Sepertinya ia tersandung batu kecil. Ia pun mengemasi kertas-kertasnya yang berserakan.

"Sini aku bantu!" Kata seorang laki-laki yang baru saja menghampirinya. "Terima kasih," jawab Maira. Setelah wajah itu persis berada didepan matanya, Maira baru saja tersadar bahwa laki-laki itu adalah Andika.

"Kamu Andika kan?", tanya Maira. Seketika itu membuat Andika berhenti membereskan kertas-kertasnya yang berserakan. "Iya, aku Andika. Kenapa?", tanyanya. "Hhmm, nggak apa-apa kok." Jawab Maira. "Ini kertasmu. Lain kali hati-hati ya," kata Andika. "Terima kasih," ujar Maira. Andika pun berjalan meninggalkannya.

Maira pun mencoba untuk bangun dan berdiri. Tetapi, saat ini lututnya tengah terluka. "Aduuh, auw. Perih banget sih," rintihnya. Melihat Maira susah untuk berdiri dan berjalan, Andika pun kembali menghampirinya. "Sini, aku bantu Ra." Ia lalu menjulurkan tangannya dan membantu Maira untuk berdiri. Maira pun tertegun menatap Andika. "Ternyata memang benar ya kata Intan. Andika ini baik banget," batinnya.

"Kamu ngapain senyum-senyum sendiri. Sakit?", tanya Andika. "Eh, enggak kok. Lutut aku aja nih yang sakit," jawab Maira. "Kamu mau kemana sih?", tanya Andika. "Aku mau ke parkiran. Intan sudah menungguku disana," jawab Maira. "Yasudah, aku antar sampai parkiran ya." Kata Maira. Andika pun membopongnya sampai ke parkiran kantor.

"Itu kan Maira? Kenapa dia sama Andika?", gumam Intan. Ia terus saja menatap Maira dan juga Andika yang tengah berjalan menghampirinya.

"Kalian kenapa? Eh, kakimu itu kenapa Ra?", tanya Intan. "Nggak apa-apa kok, Tan. Hanya luka kecil." Jawab Maira dengan senyum diwajahnya. "Nih, temen kamu. Habis jatuh didepan lobi kantor," kata Andika sambil memberikan tangan Maira pada Intan. "Beneran Ra?", tanya Intan lagi. "Iya. Tapi nggak apa-apa kok," jawab Maira. "Kamu yakin bisa bawa motor dalam keadaan kayak gini Ra?", tanya Intan. "Bisa kok. Ayo naik," ujar Maira. "Kita pulang dulu ya, Ka. Terima kasih udah bantuin Maira," ujar Intan sembari melambaikan tangannya pada Andika. Keduanya lalu pulang. Tak lama kemudian, Andika pun juga pulang.

Diperjalanan pulang,

"Ra, kakimu nggak apa-apa nih?", tanya Intan. "Tenang saja. Nggak apa-apa kok," jawab Maira. Sedari tadi Maira pun terus saja memikirkan Andika. "Ternyata dia baik juga ya, Tan." Kata Maira sambil senyum-senyum sendiri. "Dia siapa?", tanya Intan. "Eh, bukan siapa-siapa kok." Jawab Maira dengan gugupnya.

"Aku tau, maksud kamu Andika kan. Cie," terka Intan. "Iya deh iya. Andika," jawab Maira. "Ganteng juga kan Ra," ujar Intan cekikikan. "Iya," jawab Maira. "Cie, ada yang kesemsem sama pesona Andika nih. Haha." Tawa Intan pun pecah. "Apa an sih Tan. Jangan mulai deh," ujar Maira. "Tenang aja Ra. Aku siap kok Ra jadi mak comblangmu sama si Andika itu," kata Intan. "Sstt. Sudahlah, lupakan saja." Kata Maira berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

30 menit kemudian, keduanya tiba dirumah Intan. "Nggak mau mampir dulu, Ra." Ucap Intan. "Nggak deh, Tan. Mau cepet-cepet pulang aja. Mau obatin nih luka. Kasian kan dari tadi darah gue kebuang sia-sia dah," kata Maira. "Dasar Maira. Yasudah. Hati-hati ya,," kata Intan. "Bye, Tan." Kata Maira sembari melambaikan tangannya pada Intan. Intan lalu masuk ke rumahnya.

"Ting" Tiba-tiba handphonenya pun berbunyi. Ada sebuah notifikasi pesan masuk dari Andika.

"Hai, In" Tulisnya dengan emoticon senyum. Kemudian, Intan pun membalasnya. "Hai juga Ka. Ada apa?", tulis Intan. "Apakah aku menganggumu?", balas Andika. "Tidak, Ka." tulis Intan. "Boleh nggak kalau aku minta nomor telfonnya Maira?", tulis Andika. "Untuk apa Ka?", balas Intan. "Aku hanya ingin memastikan bahwa ia baik-baik saja," tulis Andika. Tak lama kemudian, Intan pun mengirimkan nomor telfon sahabatnya itu pada Andika. "Sudah aku kirimkan ya, Ka." Balas Intan. "Baik, terima kasih banyak ya, In." tulis Andika. Setelah selesai berbalas pesan singkat dengan Andika, Intan pun menyimpulkan bahwa Andika mulai menyukai Maira.

"Waahh, semoga saja firasatku ini memang benar," ucapnya sambil tersenyum bahagia.

Sementara itu, disisi lain Maira yang baru saja tiba dirumah itu pun kaget. Melihat sekeliling rumahnya menjadi bersih dan juga rapi. "Siapa yang bersih-bersih rumah ya," gumamnya. Tak lama kemudian, ia pun mendapati ibunya tengah memasak makanan didapur.

"Assalamualaikum. Ibu ngapain? Memangnya sudah enakan ya, Bu. Biar May saja yang memasak bu. Ibu istirahat saja," kata Maira. "Ibu nggak apa-apa kok, May. Ibu sudah mendingan kok. Lagi pula, nggak ngapa-ngapain itu rasanya nggak enak May. Apalagi cuma tiduran," kata Tina. "Lututmu kenapa May?", tanya Tina lagi. "Iya, Bu. May juga tau. Tapi, ibu kan lagi sakit. Kaki May nggak apa-apa kok Bu. Tadi cuman jatuh dan luka sedikit. May bisa ngerjain semuanya sendiri kok, Bu." Ucapnya dengan memeluk tubuh ibunya yang tengah menggoreng kentang.

"Sudah. Mandi sana, bersihkan dirimu. Jangan lupa obati lukamu itu. Ambil kotak P3K di lemari obat. Setelah itu kita makan," kata Tina. "Baiklah bu," jawab Maira. Tak lama kemudian, ia pun segera bergegas ke kamar mandi dan membersihkan dirinya.

15 menit pun berlalu, Maira sudah selesai mandi. Ia lalu menghampiri ibunya di meja makan. "Sini sayang, makan malam dulu. Jalannya pelan-pelan saja." Ucap Tina sembari mengambilkan sepiring nasi untuknya. "Iya bu. May bisa ambil sendiri kok bu," jawab Maira. Ia tak ingin merepotkan ibunya. "Sudah diobatin belum?", tanya Tina. "Sudah kok bu. Nanti juga kering," jawab Maira.

"Ini, sambel goreng kentang kesukaanmu," kata Tina. "Iya bu," jawab Maira. "Bagaimana pekerjaanmu hari ini May?", tanya Tina. "Alhamdulillah bu, semuanya lancar." Jawab Maira dengan memasukkan sesendok nasi kedalam mulutnya. "Syukurlah kalau begitu. Oh iya May, berapa usiamu sekarang?", tanya Tina. "Sudah hampir kepala tiga, bukan?", imbuh Tina lagi. Maira pun mengangguk. "Memangnya kenapa Bu?", tanya Maira. "Apakah kamu tidak ingin menikah?", tanya Tina.

"Uhuk-uhuk" Maira pun tersedak. Ia sangat kaget sekali mendengar pertanyaan ibunya itu. "Belum kepingin, Bu." Jawab Maira tanpa melihat kearah ibunya. "Yasudah, lanjutkan saja makanmu." Kata Tina menyudahi pembahasannya soal menikah.