Malam harinya, Maira pun sedang duduk di jendela kamarnya sembari menatap langit malam yang indah. Ia pun kembali teringat akan pertanyaan ibunya tadi perihal kapan ia akan menikah.
"Menikah? Memangnya penting ya?" Maira terus saja bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Sebenarnya Maira sama sekali tidak pernah kepikiran untuk segera menikah. Yang ia pikirkan saat ini hanyalah bekerja dan menjaga ibunya. Itu saja. Tetapi, melihat usianya yang sudah memasuki kepala tiga, hal ini pun membuatnya kembali memikirkan tentang pernikahan.
"Ting!" Handphonenya pun berbunyi. Ada sebuah notifikasi chat dari nomor baru. "Siapa sih," ujarnya. Dan setelah Maira membacanya, pesan itu ternyata dari Andika. "Andika? Dari mana dia tau nomorku? Pasti Intan nih," terkanya. Maira dan Andika pun saling berbalas chat satu sama lainnya. Hingga larut malam.
Jam pun sudah menunjukkan pukul 10.00 malam. Tapi, Maira pun masih saja mengirimkan pesan pada Andika.
5 menit kemudian, ia pun menyudahinya. "Aku tidur dulu ya Dik," ucapnya bersamaan dengan mengetik pesan singkat untuk Andika. Lalu, kemudian mengirimkan pesan itu pada Andika. Tak lama kemudian, ia pun tidur.
"Kukuruyuuk!"
Ayam jantan pun sudah berkokok. Matahari pun sudah bersinar terang. Hari pun sudah semakin siang. Jam dinding pun menunjukkan pukul 05.30 pagi, Maira pun terbangun.
"Hooaamm, sudah pagi rupanya." Katanya sambil menguap. Maira pun mengusap matanya, lalu perlahan mulai memperhatikan sekitarnya. "Baru jam setengah enam pagi. Lebih baik aku segera memasak, daripada nanti telat masuk kantor lagi," ujarnya. Ia lalu bergegas lari ke dapur. Ternyata di dapur sudah ada ibunya yang saat ini sedang memasak. "Selamat pagi bu," kata Maira. "Selamat pagi sayang," jawab Tina. "Ibu masak apa?", tanya Maira. Tina pun menjawab, "Ini May. Ibu masak tongseng daging sapi campur buncis. Kamu mau kan?". Maira pun mengangguk. Kemudian, Tina pun bertanya kembali padanya, "Kamu mau pakai lauk apa May? Ayam goreng apa ikan goreng?". Lalu, Maira pun menjawab, "Aku mau pakai ayam goreng saja Bu", jawab Maira. "Baiklah, akan ibu siapkan bekal untukmu." Jawab Tina sembari mencari-cari dimana kotak bekal Maira. Setelah berhasil menemukan kotak bekal Maira, Tina lalu menyiapkan bekal makan siang untuk Maira.
"May mau mandi dulu ya Bu," kata Maira. "Iya May," jawab Tina. Maira pun mandi. Selesai mandi ia lalu sarapan pagi.
"Kriiinngggg-kriiinnggg" Handphone nya pun berbunyi. Ada telfon dari Intan. "Halo, Tan. Kenapa?", tanya Maira. "Udah liat grup wa belum?", tanya Intan. "Belum. Memangnya kenapa?", tanya Maira. "Ada notif pada ngajakin reunian, Ra. Enaknya dateng nggak ya?", tanya Intan. "Reuni? Kapan?", tanya Maira. "Besok malem, Ra. Di Cafe dekat kampus." Jawab Intan. "Dateng aja lah. Palingan cuma makan-makan ini," kata Maira. "Eh, iya juga ya. Dateng aja deh kalau gitu," jawab Intan. "Udah dulu ya Tan, masih makan nih. Bentar lagi otw," kata Maira. Ia lalu menutup telfonnya begitu saja.
"Siapa yang telfon May?", tanya Tina. "Itu Bu, Intan. Ngabarin kalau temen-temen kampus pada ngajakin reunian Bu." Kata Maira. "Hhmm, begitu ya. Yasudah, habiskan dulu. Terus berangkat. Keburu siang loh," kata Tina. Maira pun segera menghabiskan makanannya.
Pukul 06.15 menit.
"May berangkat ya Bu," ujar Maira. "Iya sayang. Hati-hati," kata Tina. "Iya bu. Assalamualaikum," ucap Maira sembari mencium tangan ibunya itu. "Bekalnya jangan lupa dimakan ya May," teriak Tina. "Iya bu," sahut Maira. Tak lama kemudian, Maira pun berangkat ke kantor.
Setelah sekitar 30 menit diperjalanan, akhirnya Maira pun tiba di kantor. Ia pun memarkirkan sepeda motornya. Lalu, berjalan memasuki lobby kantor.
"Pagi. Kayaknya ada yang lagi sumringah banget nih," goda Intan. "Apaan sih Tan, jangan mulai deh." Jawab Maira dengan ketus. "Kemarin Andika minta nomor telfon kamu loh, Ra." Kata Intan, seraya menghentikan langkah kaki Maira. Maira pun menoleh dan berkata, "Dia yang minta apa emang kamu yang ngasih nomor aku ke dia Tan?" Begitu kata Maira sambil menatap curiga kearah sahabatnya itu. Intan pun mengelak. "Aku tidak memberikan nomor telfonmu, Ra. Tapi memang Andika sendiri yang memintanya padaku. Kalau tidak percaya lihat saja isi chatnya kepadaku. Aku belum menghapusnya," ujar Intan. "Mana!" Maira pun merampas ponsel milik Intan dan membaca pesan dari Aindika yang dikirimkan pada Intan.
"Sudah percaya kan?", tanya Intan. "Iya, percaya. Tapi, untuk apa dia meminta nomor telfonku?", tanya Maira. "Entahlah. Tapi kemarin dia bilang kalau dia hanya ingin menanyakan bagaimana kondisi kakimu," jawab Intan. "Begitu ya," ujar Maira. Ia lalu memasuki ruangannya.
"Tokk--tokk--tokk" Terdengar suara ketukan pintu. "Silahkan masuk," jawab Maira. Ternyata yang datang Pak Angga. "Ada yang bisa saya bantu Pak?", tanya Maira. "Tolong berkas ini kamu cetak sepuluh lembar, lalu di fotokopi jadi seratus lembar ya." Kata Pak Angga. Atasannya yang super killer itu memang suka seenaknya saja kepadanya. Maira pun sampai heran. Dosa apa yang pernah ia lakukan sehingga ia harus selalu diperbudak oleh atasannya itu. "Kenapa diam?", tanya Pak Angga membuyarkan lamunan Maira. "Tidak kok, Pak. Baiklah, saya akan segera mengerjakannya." Jawab Maira. Tak lama setelah itu, Pak Angga pun keluar dari ruangannya.
Maira lalu bergegas menuju ke ruang fotokopi yang tersedia di kantornya. "Mas, tolong ini di cetak jadi sepuluh lembar ya. Terus di fotokopi jadi seratus lembar. Bisa kan ya?", tanya Maira pada petugas fotokopi. "Bisa kok Mbak," jawab Petugas tersebut. Ternyata setelah keduanya saling bertatapan, petugas fotokopi di kantornya itu adalah Andika.
"Dika?", sapanya. "Hai Ra," jawab Andika. "Ternyata kamu disini ya," ujar Maira. "Iya, Ra." Jawab Andika. Sepertinya ia sangat gugup sekali bertemu dengan Maira. "Dik?", ucap Maira. "Iya," jawab Andika. "Kamu kenapa? Kok murung gitu?", tanya Maira. "A-a-aku malu padamu, Ra." Jawab Andika dengan mengerjakan pekerjaannya. "Malu kenapa?", tanya Maira. "Tentang pekerjaanku ini," jawab Andika. "Kenapa harus malu. Yang terpenting halal kan? Bukan hasil dari nyuri ataupun ngerampok. Jadi nggak perlu malu lah, Dik." Maira pun tersenyum.
Keduanya pun asik mengobrol. Mereka mendadak menjadi akrab "Sudah nih, Ra." Ujar Andika sambil menyerahkan berkas yang sudah selesai di fotokopi. "Sudah ya, terima kasih ya Dik. Kalau gitu aku balik ke ruanganku dulu ya. Sampai ketemu nanti," ujar Maira. Ia lalu kembali ke ruangannya dan berjalan kembali menuju ke ruangan Pak Angga.
"Permisi," ucap Maira. "Masuk!" Jawab Pak Angga dari dalam ruangan. Maira pun masuk.
"Ini berkas yang bapak minta, Pak. Silahkan dicek kembali," kata Maira. "Yasudah. Terima kasih. Kamu bisa kembali bekerja," kata Pak Angga. "Baik Pak. Saya permisi dulu," kata Maira. Tak lama kemudian, Maira pun kembali ke ruangannya. "Awas aja, kalau baru nyampek ruangan trus disamperin lagi," gerutu Maira, sambil berjalan memasuki ruangan kerjanya.