"Anda?" Valeri membeku di tempatnya.
Pria ini…
"Ternyata ingatanmu masih bagus, Valeri. Senang bertemu denganmu disini." Pria bertubuh tinggi itu mengulurkan tangan. Valeri ragu antara menolak atau menerima uluran tangan tersebut.
Valeri terlihat celingukan memperhatikan sekitarnya. Takut-takut jika Tuan Daniel melihatnya terlalu lama berbicara dengan pengunjung, bisa membuat atasannya marah. Valeri tidak mau dipecat dihari pertama dirinya bekerja. Sementara pria didepannya ini masih saja menahan uluran tangannya. Dan,astaga. Valeri dibuat meleleh dengan senyum pria itu.
"Apa kau takut ketahuan manajer u? Santai saja." Pria bermata coklat tersebut lalu menggenggam tangan Valeri. "Jika kau dalam masalah, aku akan membantumu." Pria itu terkekeh manis lalu melepaskan tangan Valeri yang masih mematung.
"Pemilik tempat ini adalah sahabatku. Oh, bukan. Lebih tepatnya kami Rival,dalam hal apapun," bisiknya di akhir kalimat.
"Bahkan, dalam hal perempuan saja, kami berdua suka bersaing. Aku juga heran, kenapa kesukaan kami berdua itu sama," ucap pria itu terkekeh. Membuat Valeri tersenyum canggung.
"Aku Axton Delano. Ingat nama dan wajahku jika suatu hari lagi kita bertemu." Axton mengatakan tersebut dengan gerakan jarinya yang memutar menunjuk wajahnya sendiri. Seolah mengisyaratkan pada Valeri untuk merekam wajahnya.
"Tentu, Tuan Delano. Anda pernah menolongku, mana mungkin aku lupa," ucap Valeri setelah bisa menetralkan degub jantungnya.
Pria ini pernah menolongnya saat Valeri dikejar-kejar oleh para penagih hutang. Beruntung hari itu Valeri terbebas dari cengkraman Pedro uang hendak menjualnya ke tempat prostitusi. Semua itu berkat pria di depannya ini yang susah sangat berjasa hari itu.
Astaga… Valeri sesungguhnya terpaku pada ketampanan pria di depannya ini. Valeri sungguh berharap bisa bertemu lagi. Dan sekarang, pria itu benar-benar ada di hadapannya.
"Apa tempat ini cocok untukmu?" tanya Axton sedikit meninggikan suaranya,karena bising yang mendominasi.
"Ini hari pertama saya, Tuan. Saya akan berusaha lebih baik lagi," tutur Valeri sopan.
"Apa orang-orang itu masih mengganggumu?"
"Tidak, Tuan. Beberapa waktu ini, Saya berhasil bersembunyi dari mereka,"
"Bagus, jika mereka masih mengganggumu, hubungi aku dan aku akan membereskan semuanya." Axton memberikan kartu namanya pada Valeri. Dengan ragu Valeri menerimanya. Sedikit mengamati lalu memasukkan kartu nama tersebut ke saku bajunya.
"Jika kau butuh perlindungan atau pekerjaan yang layak, datang ketempatku atau hubungi aku,""ucap Axton serius. Valeri hanya mengangguk paham.
"Baiklah, selamat bekerja. Aku berharap kita bertemu lagi." Pria itu menepuk pundak Valeri pelan, kemudian berlalu. Sementara itu, Valeri masih menatap kagum pada pria yang baru saja dia temui lagi itu. Di belakang Axton ada seorang pria berkacamata yang mengikuti kemana arah Axton pergi. Mungkin itu sebangsa supir atau asistennya.
Namanya Axton. Ya, Axton Delano. Valeri kembali tersenyum dan berbalik. Bisa jadi dia adalah jodoh yang diturunkan Tuhan untuknya dengan cara seperti ini.
Bukannya Valeri terlalu percaya diri. Tapi Valeri tidak akan menolak jika memiliki pasangan seperti Axton. Benar-benar mempesona. Senyum tak surut dari bibir merah Valeri. Namun, rasanya kemalangan tak pernah jauh darinya.
Ditengah kebahagiaannya yang membuncah, Valeri melakukan kecerobohan. Valeri menabrak salah seorang pelanggan lain,hingga Valeri jatuh tersungkur. Valeri meringis merasakan lengan dan kakinya yang sepertinya terkilir karena salah jatuh. Valeri baru sadar ternyata gelas kosong yang ia bawa tadi sudah berantakan. Dan sebagian isinya sudah berceceran dilantai. Bahkan mengenai sepatu pria yang ia tabrak.
"Apa kau buta?! "
Suara itu…
Valeri benar-benar membeku mendengar suara yang cukup familiar ditelinganya. Suara yang membuat Valeri harus bersembunyi berhari-hari. Suara yang selalu membuat hatinya tak tenang dan didera rasa kekhawatiran yang teramat sangat.
Pria itu adalah pedro, lintah darat dimana ayah Valeri berhutang.
"Kau sangat beruntung, Valeri." Begitulah Valeri berkata sarkas pada dirinya sendiri.
"Bangun!"
Valeri justru semakin menunduk. Bahkan suara hinggar binggar klub tersebut tak bisa menyamarkan suara pria yang berada di depannya ini.
Valeri susah payah bangun, dan berhasil. Namun Valeri menunduk agar pria di depannya ini tak mengenalinya.
"Bersihkan sepatuku, juga bajuku. Aku kesini untuk bertemu seorang teman. Dan kau justru mengacaukan penampilanku," ucap Pedro kesal.
"Ma…maaf Tuan, aku tidak sengaja. Lain kali aku akan lebih berhati-hati lagi," ucap Valeri berusaha menutupi kegugupannya.
Pedro menunduk untuk memastikan sesuatu. Kemudian pria bertubuh tambun itu tertawa. Merasa telah menemukan sesuatu yang berharga.
"Luar biasa, aku mencarimu kemana-mana dan ternyata kau disini. Luar biasa," Pedro tertawa senang kemudian menarik Valeri untuk mendekat. Valeri susah ketakutan setengah mati. Ternyata Tuhan belum berpihak padanya.
"Tuan, aku mohon biarkan aku bekerja di sini. Aku berjanji akan membayar semua hutang ayahku," mohon Valeri.
"Kau pikir aku percaya, hah?! Aku sudah mencarimu dan kau sengaja bersembunyi, kan?" Pedro mencengkeram kedua lengan Valeri dengan kuat. Sampai membuat Valeri meringis kesakitan.
"Anda yang membuatku ketakutan hingga aku harus bersembunyi," ucap Valeri gemetar. Wajah Valeri sudah sangat dekat dengan Pedro. Bahkan, bau busuk dari mulut Pedro pun bisa Valeri rasakan dalam jarak sedekat itu. Benar-benar membuat Valeri ingin mengeluarkan semua isi perutnya.
Sejauh apapun Valeri mencoba bersembunyi, nyatanya hasilnya nihil. Baru saja Valeri bahagia mendapat pekerjaan pertamanya, kini Valeri harus bertemu dengan lintah darat sialan itu.
"aku berjanji akan mencicil hutang itu. Tapi saya mohon lepaskan aku." Valeri sudah tidak bisa membendung airmatanya lagi. Perasaan takut lebih mendominasi pikirannya. Jika dia tertangkap,maka tidak ada yang akan menolongnya. Emily dan Thomas tak akan sanggup melakukan itu.
"Ayo ikut denganku. Aku pastikan dalam satu jam, hutang ayahmu akan lunas asal kau diam dan tidak menyulitkan." seringai licik terbit dari bibir Pedro. Membuat Valeri pias seketika.
Dengan cepat Pedro menarik Valeri naik ke ruang VIP. Jantung Valeri seketika bergemuruh. Dia tidak boleh berakhir dengan Pedro seperti ini. Dengan cepat Valeri menghentak tangannya, hingga akhirnya terlepas. Dengan cepat Valeri berlari menerobos kerumunan pengunjung. Dua anak buah Pedro pun kewalahan mengejar Valeri.
"Kurang ajar! Bawa perempuan sialan itu kesini!" teriak Pedro penuh amarah.
Sementara itu, Valeri terus berlari hingga bisa keluar klub tersebut. Persetan dengan pekerjaannya juga Emily dan Thomas.
Yang Valeri pikirkan adalah pergi dari tempat tersebut dan bersembunyi entah dimana.
Valeri tidak boleh bertemu lagi dengan Pedro. Atau dia akan berakhir mengenaskan seperti para wanita yang sudah diperdagangkan itu.
Terjadi aksi kejar-kejaran antara Valeri dan anak buah Pedro. Membuat keadaan klub sedikit riuh. Tanpa pikir panjang, Valeri langsung menyeberang begitu saja. Valeri hanya bisa berpikir bahwa dirinya harus cepat sampai diseberang jalan dan pergi jauh.
Lagi-lagi, Valeri memang harus tertimpa kemalangan. Sebuah mobil mewah berwarna gelap membentur pinggangnya. Hingga membuat Valeri tersungkur. Beruntung mobil tidak begitu cepat. Hingga Valeri tidak mengalami luka yang parah. Tapi cukup membuat Valeri meringis kesakitan dan merasakan pening dikepalanya.
"Kena kau! Mau lari kemana, hah?! ucap Pedro yang berhasil mencengkeram lengan Valeri.
"Ampuni aku, aku mohon," ucap Valeri mengatupkan tangannya gemetar.
"Ikut aku dan akan aku beri tahu caranya memohon ampun. Setidaknya, aku akan mencicipimu dulu sebelum kulempar ketempat pelacuran!"
"Tidak…tidak… jangan," racau Valeri mencoba melepas cengkraman Pedro.
"Lepaskan wanita itu!" Seorang pria terlihat turun dari mobil mewah berwarna gelap tersebut.
***