○23
Satu minggu. Selama hari-hari biru Karina jalani dengan aktivitasnya di dalam rumah. Dia tak memiliki jadwal mengajar, karena memang waktunya telah libur, beberapa hari lalu usai terjadinya ujian, sehingga terjadi jeda paling tidak dua Minggu untuk menunggu raport jadi.
Beberapa kali, dia hanya akan meminta muridnya untuk datang ke rumah saja jika ingin meminta nilai. Mood nya sedang tak baik, dia hanya tak ingin diawasi oleh seseorang jika keluar rumah. Apalagi, di sekolah terdapat seseorang dengan memiliki marga 'Adijaya' yang sangat dihindarinya.
Meski merasa sedikit kebosanan, Karina berusaha untuk menahan diri agar tak keluar dari rumah. Selain menghindari Jhosua, ini juga adalah waktu yang sangat tepat untuk dia menghabiskan waktu bersama dengan Joy.
Bukankah ini tempo yang jarang dilakukannya? Ya, berusaha mendekat dengan Joy bukanlah ide yang buruk baginya.
"Untuk siang ini, Joy mau makan apa?" tanya Karina. Tubuhnya menunduk, kedua tangannya itu memegang ujung meja dengan pandangan yang fokus pada sosok Joy di depannya.
Anak itu tampak memegang pop it warna-warni di tangannya, berpikir untuk beberapa saat untuk menemukan ide makanan yang bagus pada siang hari yang dingin ini.
"Aku mau sup ayam hangat aja," jawab dia pada akhirnya.
"Baiklah, makanan akan jadi sebentar lagi." Tubuh Karina menegak, segera dia membuka kulkas dua pintu yang tersedia di dapur itu. Keningnya mengerut melihat isi kulkas nya yang ternyata perlahan telah habis.
Sial, dia sudah sangat lama tak berbelanja dan tentunya persediaan bahan makanan dia telah habis.
Membuka sebuah box yang biasa menjadi tempat menaruh daging-dagingan. Lantas dia berdecak kesal melihat isi box itu hanyalah daging ayam pada bagian ceker, leher dan kepala, bagian yang sangat tak disukai oleh Joy.
Tak hanya itu saja, beberapa bahan lainnya seperti bawang, sayuran berupa kol dan juga penyedap rasa telah habis. Tak tersisa sedikitpun di dalam sana.
Kini, Karina hanya memahami sebuah wortel satu biji yang tersisa. Dia meringis pelan, tubuhnya pun perlahan berbalik, melihat Joy yang tampak masih asyik bermain pop it.
"Hmm, Joy," panggil Karina, berhasil mengalihkan pandangan gadis kecil itu.
"Apa, Bu?"
"Itu, beberapa bahan makanan untuk membuat sup telah habis. Kau mau makan yang lain saja? Seperti omelette."
"Aku bosan dengan omelette," keluh Joy. Anak itu menaruh pop it ke atas meja, perubahan raut wajahnya yang kini menjadi cemberut terlihat dengan sangat jelas.
"Ya sudah, Ibu akan membeli bahan makanannya dulu. Kau tunggu sebentar, ya." Berusaha Karina membujuk Joy.
Anak itu mengangguk dengan penuh rasa semangat. "Tapi aku mau ikut!" Joy membuat permintaan lagi dengan menunjukkan wajah penuh permohonannya.
Namun, Karina langsung menolak dengan berkata, "Gak. Ini masih gerimis, nanti kamu sakit lagi."
"Yahh." Pipi yang berisi itu menggembung dengan bibirnya yang mengerucut. "Padahal aku mau ikut," gumam nya.
Karina membuang mukanya, tak ingin melihat wajah Joy yang cemberut. Dia hanya tak ingin merasa iba dan terpaksa mengajak Joy pergi. Tidak, itu adalah keputusan yang salah. Membiarkan Joy di rumah adalah sebuah ide yang baik agar bisa terhindar dari Jhosua atau anak buahnya.
***
Jaket tebal dengan bahan kulit yang dapat melindunginya dari suhu rendah itu dieratkan lagi. Dia sungguh tak tahan dengan suasana di luar ruangan ini, terasa sangat dingin sekali. Wajar saja memang, karena hujan terjadi dari semalam sampai siang ini masih gerimis dan tentunya kejadian tersebut menimbulkan begitu banyak tempat yang banjir.
Untungnya, tempat tinggal Karina ini tak terjadi banjir besar. Yah, wanita itu merasa sangat bersyukur karena setidaknya dia bisa memilih tempat yang cocok dan strategis.
Kaki jenjang wanita itu melangkah cepat memasuki supermarket yang jaraknya sekitar 1 km dari rumahnya, tak terlalu jauh. Diambilnya sebuah troli berwarna merah, mengisi beberapa bahan makanan yang diingat telah habis di kulkas ke dalam troli itu.
Suasana di tempat itu tak terlalu ramai, menciptakan kenyamanan untuk Karina yang berada di sana. Namun itu tak terjadi dalam waktu yang lama, sebuah firasat buruk tiba-tiba hadir di dalam dirinya.
Dia merasa tengah diikuti oleh seseorang. Punggungnya terasa panas, seperti ada laser merah yang menyorot nya.
Ketidaknyaman itu menyebabkan Karina ingin cepat-cepat pergi dari sana. Setelah dia memasukkan berbagai macam daging-dagingan ke dalam troli itu, secepatnya dia ingin menuju ke meja kasir, melewati berbagai macam rak yang menjual berbagai macam sabun.
Tempat yang sangat sepi.
Sebuah tarikan yang sangat kuat terasa di tangannya, sampai dia memekik, tetapi secepatnya ada sebuah kain yang langsung menghalanginya untuk mengeluarkan suara. Tubuhnya didorong dengan sangat kuat pada tembok kosong, sehingga menyebabkan rasa sakit tersendiri untuk bagian punggungnya itu.
Lantas Karina meringis pelana akibat rasa sakit dan nyeri itu. Pandangannya yang penuh dengan rasa sakit itu tertuju pada sosok pria yang menjadi pelaku atas kejadian ini.
Sontak matanya melotot setelah melihat sosok yang ada di depannya. Jarak mereka sangat dekat sekali, bahkan hembusan nafas pria itu terasa di kulitnya.
Karina terasa dikurung, kedua tangan pria itu memegang tembok pada bagian sisi kiri dan kanan tubuhnya. Tak ada celah untuk dia bisa pergi dari sini, sehingga perjuangannya untuk bebas dari Jhosua adalah dengan mendorong kencang tubuh pria itu, berharap dia bisa mundur sehingga ada celah untuknya kabur.
Tenaga Jhosua tak kalah kuat untuk menahan posisinya. Bibirnya melengkung, membentuk senyuman yang mengerikan, penuh mengerikan dari wajah hantu yang sering Karina tonton di layar kaca.
"Aku sangat merindukanmu, My Psycho," bisik pria itu, semakin mendekatkan wajahnya, membuat Karina langsung menoleh ke kanan agar menghindari sesuatu yang buruk kemungkinan terjadi. "Jangan menghindari ku, sungguh aku sangat tersiksa dengan apa yang kau lakukan." Suaranya terdengar sangat lirih sekali, menunjukkan bagaimana tersiksanya dia selama ini karena Karina terus menolak keberadaannya.
"Lepaskan aku sekarang juga atau aku akan berteriak di sini." Karina berusaha untuk mengancam, ini adalah tempat umum dan tentunya di tak lain pasti ada orang lain, hanya saja dia sial ke tempat rak yang sepi,sehingga tak ada orang lain melihat apa yang Jhosua lakukan kepada dirinya.
Sudut bibirnya menyungging, tampak tak ada ketakutan sedikitpun dari matanya meski sudah diancam oleh Karina.
"Berteriaklah sekarang, aku tak peduli sekalipun." Wajahnya semakin maju, sampai ujung hidung mereka bersentuhan. Mata Jhosua perlahan menutup, dia bergerak menjauh wajahnya tepat di leher jenjang milik Karina, mencium aroma wangi yang berasal dari wanita itu, berhasil menciptakan ketenangan pada dirinya. "Jangan bergerak, aku hanya ingin tetap seperti ini untuk beberapa saat saja," bisik Jhosua.
Hanya dengan aroma tubuh Karina saja, semua masalah yang terjadi padanya hilang seketika. Apalagi kala dia mendekap tubuh mungil milik wanita itu, tak peduli jika sedari tadi Karina terus memberontak, dengan sekuat tenaga nya dia masih berusaha untuk mempertahankan posisinya itu.
Sampai beberapa menit berlalu, Karina yang sudah lelah pun tampak menyerah, membiarkan posisi mereka seperti ini. "Jhosua," panggil dia dengan suara yang sangat lembut.
Lantas Jhosua mengangkat kepalanya, menelisik lebih jauh pada pandangan wanita itu yang tampak berbeda.
"Bisakah kau berhenti untuk semua ini?"