01.00
Dring!!!
Sebuah bunyi yang cukup mengganggu itu muncul, mengisi keheningan yang terjadi pada malam itu. Waktu yang biasanya orang lain pakai untuk melakukan istirahat, sehingga tak menyadari akan panggilan pada ponsel itu.
Meski awalnya merasa tak terganggu, panggilan itu terus bermunculan, sampai membuat sang empu mengumpat pelan, berusaha sebisa mungkin dia untuk tak mengacuhkannya dengan mengambil sebuah bantal yang dipakai untuk menutupi telinganya.
Tidurnya kembali nyenyak.
Beberapa menit waktu berjalan, tak ada lagi gangguan yang menimpanya. Ponselnya pun tampak sudah berhenti berdering dan mengeluarkan suara. Cuaca yang hujan saat itu, membuatnya terasa lebih sejuk.
Dari arah pintu balkon, terlihat knop pintu yang bergerak beberapa kali, akibat pintu itu terkunci, membuat sang pelaku sama sekali tak bisa masuk ke dalam ruang kamar milik Karina. Sempat terhenti beberapa saat pergerakan pada knop itu, lalu seseorang memasukkan sebuah besi ke dalam lubang kunci, menggerakkannya, sampai membuat kunci terbuka.
Setelahnya, sang pelaku membuka pintunya. Tampak tubuh besar dengan perawakan tegap kini berdiri di frame pintu. Pelaku itu memakai pakaian serba hitam, celana jeans panjang juga sebuah hoodie, wajahnya ditutupi oleh masker dan juga kaca mata hitam, membuat siapa saja tak akan bisa melihatnya.
Kaki panjang itu melangkah, menuju ke sebuah ranjang yang cukup lebar di mana terdapat seorang wanita yang sedang meniduri tempat tersebut. Kakinya baru berhenti melangkah kala dia sudah berada tepat di depan bibir ranjang, pandangannya yang tajam itu hanya fokus pada satu titik yang berada tepat di depannya. Memperhatikan wajah cantik alami milik Karina yang saat ini tengah tertidur.
Tangannya terangkat, menyingkirkan sebuah bantal yang menutupi telinga wanita itu, sehingga dia kini bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah milik wanita itu.
"You are so beautiful," gumamnya sambil mengelus dengan sangat pelan wajah wanita itu.
Pandangannya teralihkan, melihat pada ponsel yang berada tepat di atas meja nakas. Nafasnya berhembus dengan kasar kala itu, ponsel yang sedari tadi berdering karena sebabnya sama sekali tak bisa membangunkan Karina.
Lantas dia mengambil benda pipih itu, melihat beberapa panggilan dari nomor tak dikenal, membuatnya langsung berdecak kesal.
Ternyata Karina sama sekali tak menyimpan nomornya.
Itu sangat menyebalkan sekali.
Kala jari tangannya menggeser layar ke atas, sambutan berupa sebuah pola terkunci yang harus diisinya terlebih dahulu. Sial sekali, dia tak mengetahui apa pola untuk kunci ponsel ini, membuatnya menyerah dan menaruh benda pipih itu kembali ke atas meja nakas.
Kini atensi nya kembali fokus ke wajah Karina. Wanita itu sama sekali belum terbangun. Mungkin, Karina adalah seseorang yang memiliki tipe tidur yang tak mudah bangun, meski gempa terjadi.
Kepalanya menggeleng pelan. Lantas tangannya terangkat, menepuk beberapa kali pipi Karina yang sialnya tak membuat wanita itu terbangun sama sekali. "Ck, bagaimana membangunkannya?" kesal Jhosua.
Mungkin ada beberapa ide yang memang sangat bagus untuk membangunkan seseorang yang tengah tertidur. Hanya saja, Jhosua sangat takut jika menyakiti Karina.
Sebuah senyuman yang tak terlalu lebar terbit di wajahnya, kala dia sudah menemukan ide yang cukup cerdas, baginya.
Langsung saja, tangannya menjepit cukup kuat hidung Karina, sampai membuat wanita itu akan merasa sesak akibat perbuatannya kali ini. Namun, dia sama sekali tak peduli dengan pemberontakan yang Karina lakukan, meski matanya tertutup, kepalanya terus menggeleng, berusaha melepaskan sesuatu yang menghambat pernapasannya itu.
Sampai akhirnya mata indah milik Karina terbuka, napasnya tersengal-sengal dari mulut. Sontak dia membelalakan matanya saat melihat sosok Jhosua di depannya.
Hampir saja dia berteriak kuat, untung saja Jhosua bergerak cepat untuk langsung membekap mulut wanita itu, menghentikan apa yang ingin dilakukan oleh Karina tadi.
"Apa yang kau lakukan di sini sialan?" tanya Karina setelah tangan Jhosua tak membekapnya lagi. Suaranya kini lebih pelan, tapi penuh akan penekanan pada setiap kata yang terucap.
"Aku merindukan mu." Jhosua akan membawa tubuh mungil Karina ke dalam pelukannya, tapi dengan cepat wanita itu mendorong bahunya cukup kuat, menolak pelukan itu.
"Menjauhlah!"
"Hahaha, tidak sayang. Aku tak bisa menjauhimu." Tawa Jhosua menggelegar, kebahagiaan itu kian bertambah seiring ketakutan Karina yang bertambah. Tak peduli jika dirinya kini terlihat gila di mata wanita yang dicintainya itu.
"Gila!" teriak Karina lagi, berusaha mengesampingkan rasa takut itu agar bisa melawan sosok Jhosua yang mengerikan.
"Ya, aku gila karena mu sayang, hahahaha." Tangan kekar itu menelusup, merangkul pinggul Karina yang mungil baginya. Setelah itu, dia langsung mendorong tubuhnya maju dan mengambil posisi tidur dengan Karina yang sampai saat ini masih ada di pelukannya.
Karina terus bergerak, berusaha terlepas dari dekapan Jhosua yang sangat menyesakkan untuk dia.
"Jangan bergerak babe, kau membuatku tak nyaman." Pria itu memberikan peringatan dengan suara yang sangat pelan.
Lama-lama, Karina merasa lelah juga atas pemberontakannya, aktivitas yang dilakukannya saat ini dirasa sangat sia-sia, karena pada akhirnya tenaga Jhosua yang sangat besar tak akan bisa dikalahkan olehnya.
Tubuhnya kembali diam, tampak sudah pasrah, membuat bibir Jhosua melengkung ke atas. Dengan begini, dia merasa lebih nyaman. "Aku mengantuk, aku hanya ingin tidur denganmu saja, sementara." Tangan kekar itu mengelus pelan rambut Karina dengan lembutnya, berusaha membuat wanita itu tidur kembali.
Usahanya itu tak berakhir dengan sia-sia, karena dia kini telah mendengar bunyi dengkuran halus yang berasal dari mungil milik Karina. Lantas Jhosua ikut tidur juga, dengan begini dia bisa merasakan ketenangan dalam tidurnya, tak seperti malam-malam kemarin.
Waktu terus berjalan, dengan posisi mereka yang sama sekali tak berubah kala itu. Hingga matahari perlahan muncul, naik terus sampai sinarnya kini memasuki jendela kamar milik Karina.
"Ibu!" Suara teriakan yang menggelegar ke seluruh ruangan itu berhasil membuat Karina terganggu.
"Ibu, ih bangun!" Sofia menepuk beberapa kali bahu ibunya, berusaha membangunkan tidur Karina.
Sampai mata cantik itu terbuka, menatap Joy yang kini berada tepat di depannya. Lantas keningnya mengerut, mulai merasakan sebuah keanehan. "Joy," gumam nya dengan suara yang serak.
"Ini udah siang, Bu. Aku laperrrr," keluh Joy sembari mengelus perutnya yang sedikit membuncit.
"Kamu dari tadi di sini?" tanya Karina yang sama sekali tak memperdulikan keluhan Joy.
"Gak aku baru datang."
Pandangan Karina lantas beredar, tampak sedang mencari sesuatu.
"Ibuuu, aku laperrrr."
"Iya-iya, sabar. Kamu tunggu luar dulu, Ibu mau beres-beres bentar."
Joy menurut, dia pun langsung keluar dari ruangan tersebut, meninggalkan Karina yang langsung bernapas lega.
Kepalanya menengok kanan dan kiri, merasa bahwa dirinya benar-benar berada sendirian di sana.
"Huh, mungkin saja dia sudah pergi dari sini, ya. Untungnya tak ketahuan oleh Joy."