Hari ini, Karina mendapatkan kabar bahwa Arsen akan pulang. Yah, setidaknya hampir dua Minggu lebih pria itu pergi ke luar kota, meninggalkan keluarganya. Hubungan antara Arsen dan Karina pun lebih merenggang, apalagi mereka sangat jarang saling memberikan kabar, hal tersebut disebabkan oleh kesibukan Arsen untuk menyelesaikan pekerjaannya di sana.
Karina pun tak ingin mengganggu. Meski prasangka buruk itu masih mengendap di dalam pikirannya dan terus menjadi mimpi buruk dia, berpikir positif adalah salah satu jalan agar bisa merasa lebih tenang dalam menjalani hari-hari nya.
Pagi itu, Karina bersama dengan Joy sudah siap untuk ke bandar, menyusul Arsen yang akan sampai beberapa jam lagi. Oleh karena itu, Karina lebih enjoy dalam mempersiapkan kepergian mereka. Dia masih menyediakan makan siang agar nanti pulang, Arsen bisa langsung menyantap makanan buatannya tanpa perlu menunggu lagi.
"Bu, udah belum?!" Anak itu berteriak dari dalam kamar, dia lah yang sangat antusias menunggu kepulangan ayahnya.
"Sebentar!" Karina membelah dengan teriakan juga.
Wanita itu mengikat rambutnya dengan gaya ponytail, setelahnya dia pun langsung menuju ke kamar Joy, melihat anak kecil itu yang kini tengah memakai sebuah jepit rambut.
"Ayo berangkat, ayahmu pasti akan sampai sebentar lagi."
Mereka langsung bersiap untuk berangkat. Karina mengeluarkan mobilnya dari dalam garasi, sementara Joy yang akan mengunci pintu rumah dan gerbang, agar Karina tak bolak-balik melakukannya.
Setelah selesai, mobil itu melaju dengan cukup kencang menuju ke Bandara Soekarno-Hatta. Jarak yang mereka tempur sekitar 40 km dan jika tak ada kemacetan juga jalanan lancar, mungkin hanya satu jam saja mereka sampai.
Namun sialnya Karina lupa kalau saat itu adalah hari Minggu, tak lupa juga kalau libur akhir semester telah dimulai, membuat jalanan tentu saja dipenuhi oleh kendaraan. Akibat masalah tersebut, Karina mengalami keterlambatan selama setengah jam.
Tak ada panggilan dari Arsen, artinya pria itu belum sampai. Hal tersebutlah yang membuat Karina merasa lebih tenang. Karina yakin, pasti pria itu akan marah jika mereka sampai terlambat menjemput dan untuk saat ini, Karina merasa begitu malas jika harus bertengkar dengan suaminya.
Mobilnya terhenti di sebuah parkiran, napas Karina berhembus dengan lega. Dilepaskannya seatbelt yang lalu melekat di tubuhnya. "Joy, ayo kita sudah sampai." Wanita itu mengambil tas nya, lalu membangunkan Joy yang sudah ketiduran di dalam mobil.
Yah, bisa dibilang mereka berangkat saat hati masih sangat pagi dan tentunya Joy mengantuk karena anak itu juga bangun tepat pukul 3 pagi.
Tatapan anak itu terlihat sayu, sangat menunjukkan bahwa dia memang masih mengantuk. Rasanya sangat tak tega karena memaksa anak itu bangun, sehingga Karina lebih memilih untuk langsung menggendong tubuh mungil putrinya yang terlihat lemas itu.
Keluar dari mobilnya, dia berjalan dengan cukup pelan untuk memasuki bandara. Ponselnya berdering, dengan satu tangannya dia menempelkan bahu dan kepalanya agar bisa menjemput ponsel itu.
"Halo, kamu dah sampai?"
'Ya, aku sudah keluar dari pesawat sekarang tidak aku akan menuju ke ruang tunggu, kau sudah sampai bukan?'
"Aku dah di bandara dan menuju ke ruang tunggu juga."
'Baik, cepatlah datang."
Karina mengangguk pelan. Wanita itu pun meraih ponselnya itu setelah panggilan terputus. Dia melangkah cepat menuju ke holding area, di mana tempat itu akan menjadi tempat pertemuan mereka.
Sesampainya di sana, Karina langsung mengambil tempat duduk besi yang tersedia di sana. Joy berada di dalam pangkuannya, anak itu masih saja tertidur nyenyak dan tak terganggu sedikitpun dengan keadaan ramai juga ricuh di sekitarnya.
"Karina!" Seseorang memanggilnya dengan sedikit berteriak. Lantas Karina menengok ke sumber suara tersebut, melihat seorang pria yang memakai kaus hitam dengan celana jeans pendek selutut. Tangannya melambai, sementara tangan yang lain memegang koper. Pria itu melangkah menghampirinya, membuat Karina langsung terbangun.
"Arsen," gumam nya. Senyuman terbit di wajah cantik miliknya. Saat Arsen sudah telat berada di depannya, dia mendapatkan sebuah pelukan yang cukup erat dari pria itu.
Pelukan itu penuh akan kerinduan.
Setelah beberapa detik, Arsen pun melepaskan pelukannya. Pandangannya teralihkan, melihat pada sosok mungil yang ada di dalam gendongan Karina.
"Joy," panggil Arsen, pria itu mengambil tubuh Joy dan membawanya ke dalam gendongan dia.
Anak itu perlahan membuka matanya. Pandangan dia masih buram melihat ayahnya, sehingga beberapa kali dia mengedip untuk menormalkan penglihatannya.
"Ayah!" Anak itu berteriak ceria. Dia langsung memeluk leher ayahnya dengan erat. "Lama banget Ayah pulang," ujarnya dengan suara yang sangat pelan.
"Sekarang Ayah sudah di sini, ayo kita pulang."
Karina beralih mengambil koper yang sedari tadi pegang Arsen, dia membiarkan Joy digendong oleh Arsen, lagian juga dia sangat yakin sekali kalau anak itu pasti sangat merindukan sosok Arsen.
"Arsen!" Panggilan itu terdengar saat mereka yang akan melangkah pergi dari sana.
Lantas atensi mereka teralihkan, melihat sosok wanita yang kini tengah berlari kencang menuju ke tempatnya berada.
Suasana hati Karina langsung memburuk kala melihat wanita itu. Wanita dengan rambut pirang sebahu itu menghampiri mereka.
"Kenapa Wendy?"
"Anu--- itu aku gak ada yang bisa menyusul, bisakah aku bareng kalian---- maaf kalau aku kesan nya gak sopan---"
"Gak masalah, aku akan mengantarkan kamu. Lagian juga, rumah kita searah."
Sontak mata Karina melotot mendengarnya. Dalam hati, tentu saja dia merasa sangat tak setuju dengan jawaban Arsen tadi, tapi mengungkapkan ketidaksetujuannya tentu akan menimbulkan perdebatan di antara mereka.
"Ibu Karina gak masalahkan?"
Dengan terpaksa Karina menggeleng. "Saya tak masalah, lagian juga taksi online cukup mahal untuk perjalanan yang jauh," ujarnya dengan senyuman sinis.
Senyuman yang hanya dimengerti oleh Wendy saja.
"Ya udah, ayo kita pulang sekarang. Lebih baik jangan membuang waktu."
Mereka mulai melangkah pergi dari sana. Tak sekalipun Karina membuka suaranya selama dalam perjalanan, sementara Arsen dengan Wendy terus berbincang, membuat hatinya terasa panas kala itu.
'Ck, kenapa jalan ku tak selalu mulus, sih? Bule jadi-jadian ini selalu menggangguku!'
Mulutnya mengerucut melihat interaksi mereka yang sangat dekat. Hatinya merasa sangat greget sekali, ingin memisahkan mereka. 'Mengapa di sini aku seperti orang lain? Harusnya aku berada di tengah-tengah antara mereka.'
Kini, mereka sudah berada di parkiran, Karina menunjukkan di mana tempat mobilnya berada.
"Aku akan di belakang sama Bule--- maksudku Wendy. Joy akan di depan." Karina menginterupsi cepat, membuat mereka langsung menatapnya.
Saat Karina melihat Wendy dengan cukup lekat, dia bisa menemukan senyuman kecil yang tercipta di wajahnya. Namun berbeda dengan matanya yang tampak tajam.
'Huh, aku yakin di balik senyuman itu dia pasti tengah kesal padaku.'