Untuk kedua kalinya Arjuna dan Sam dibuat ternganga oleh sosok orang yang bernama lengkap Kang Mi Irene itu. Bagaimana tidak, gadis itu ngotot ingin membawa kuda sendiri menuju ke tempat pemburuan.
"Maaf Yang Mulia, jalan yang akan kita lewati medannya begitu sulit," beo sang kasim memberi saran.
Sementara Arjuna hanya diam karena sudah terlalu pusing menghadapi rengekan itu. Apalagi Irene menagih janji untuk melakukan hal sesuka hati sesuai perjanjian padanya.
"Sudahlah Kasim! Biar kan dia melakukan sesuai keinginannya."
"Nah dengar tuh pak Kasim." Irene setuju dengan perkataan Raja.
"Jika nanti dia tidak bisa melewati nya, kita tinggalkan dia di tengah hutan." Sontak lanjutan itu membuat mulut Irene terbuka seolah tidak setuju.
Dengan raut wajah yang menggemaskan gadis itu membatin,"Baiklah! Akan ku buktikan kemampuan berkuda ku!"
Sebelum naik, Irene melakukan kontak mata dulu dengan kuda yang sesekali ia belai, kerena menurutnya hewan itu pasti masih menganggapnya sebagai orang asing, jadi hal tersebut perlu dilakukan.
Arjuna menarik sudut bibirnya melihat hal yang dilakukan Irene. Arjuna merasa Irene berbeda dengan putri lain. Ingin sekali dirinya memukul kecil puncak kepala gadis itu karena gemas.
Entahlah, sepertinya Irene memiliki daya tarik tersendiri di mata Arjuna. Kiw.
Keajaiban seakan datang dua kali, melupakan celotehan Sam yang menyuruh Irene agar tidak menaiki kuda sendiri ketika melakukan perjalanan pemburuan, nyatanya gadis itu mampu melewati jalan-jalan yang terjal yang seakan di absen di waktu kemarin oleh Sam. Bahkan dilihat-lihat gadis bersurai hitam bersinar itu mampu menyeimbangi keterampilan berkuda nya dengan sang kasim dan sang raja.
Namun, memang faktanya dari dulu Irene jago berkuda. Hanya saja Arjuna dan Sam tidak mengetahui nya. Itu akan menjadi rahasia ya.
Setelah sampai di tempat yang sudah ditetapkan sebagai tempat beristirahat dan kemping oleh Arjuna, Sam pun segera mendirikan tenda.
Sang raja tidak ikut membantu, dia memilih untuk berleha-leha, berbaring di atas tanah tertutup tikar. Sementara sang selir memilih untuk duduk di atas batang kayu sembari menikmati suasana hutan.
"Mmm, aku sangat rindu dengan aroma hutan," batin Irene sambil memejamkan mata.
"Apa kau sering berburu?!" pertanyaan dari Arjuna berhasil membuat mata Irene langsung terbuka lebar karena terkejut.
Iris kedua orang itu bertemu. Hal yang sudah biasa, mereka tidak merasakan hal yang istimewa samasekali, karena kedua pasang iris berbeda tapi sama-sama indah itu tidak menyiratkan apa-apa selain hal-hal biasa seperti sebelum-sebelumnya, mungkin.
"Tidak raja, Hanya sesekali," jawab Irene, jujur hatinya mulai tidak enak diwawancarai seperti itu.
Arjuna membangkitkan diri, kemudian menaruh kedua tangannya yang menyilang di atas sepasang lutut yang dia tekuk dengan samar.
"Buruan seperti apa yang ada di istana?" tanyanya kembali kepada orang yang sama.
Irene tersenyum samar, kemudian menjawab,"Burung, kelinci." Lalu batinnya membuat kelanjutan,"
"Semua anak bangsawan melakukan hal itu semua."
Rasa lelah mereka berdua perlahan menghilang. Arjuna bangkit dari tempat duduk nya, bersiap untuk melakukan acara inti. Sementara Irene pun otomatis ikut bangkit juga, karena tidak ingin ketinggalan.
"Kapan lagi dapat keluar dari istana yang pengap itu dan berburu bersama raja," batin Irene sangat bersemangat.
"Yang Mulia, sepertinya hari ini saya tidak akan ikut," ujar Sam setelah melihat ke-dua tuannya tengah mempersiapkan diri. Dia tersenyum canggung karena takut salah berujar dan malah berakhir mendapat omelan dari sang raja.
Arjuna menatap kasim itu dengan dingin. Tak lama dirinya bergumam sambil mengangguk-anggukkan kepala, tengah melakukan pertimbangan.
"Sepertinya Yang Mulia Selir cukup untuk menemani, agar pemburuan anda lebih tenang," cicit sang kasim setengah kurang ajar setengah benar.
Memang, ketika Arjuna melakukan aksi berburu, ada-ada saja tingkah kasim nya itu, bersin lah, batuk lah, nginjak ranting lah, yang pada akhirnya membuat target kabur.
"Bagaimana Kang?" tanya Arjuna seraya melirik Irene.
Yang ditanya malah kaget. Mata Orene bergerak kesana-kemari karena bingung untuk menjawab. Tak lama iris mata hitam legam miliknya mendapati Sam yang sedang memberi ekspresi memohon agar dirinya setuju.
"Kalau saya tidak keberatan Yang Mulia," jawab Irene yang langsung mendapatkan acungan jempol dari sang kasim di sana.
Mata Arjuna beralih ke Sam yang berada dibelakang. Sontak pria paruh baya itu langsung mengubah ekspresi senang nya menjadi ekspresi seolah tidak terjadi apa-apa.
"Baiklah, tidak papa," ujar Arjuna seraya sedikit memperbaiki lengan baju. Pandangannya pun beralih pada Irene kembali, tampak gadis itu tengah mengutak-atik busur miliknya. Tingkah tersebut membuatnya ingin tertawa sendiri, tapi takut dosa.
"Kau yakin akan ikut?!" tanyanya berharap gadis itu ragu dengan keputusan untuk ikut.
Sejujurnya Arjuna cukup cemas dengan keikutsertaan Irene, takut gadis itu terluka.
Irene menghentikan aktivitasnya, beralih menjawab pertanyaan Arjuna dengan raut wajah yang terkesan manis,"Tentu saja Yang Mulia. Saya kemari tidak hanya untuk duduk sambil dikerubungi lalat."
Sontak ucapan itu mau tidak mau tertuju pada Sam, sang kasim raja.
Arjuna yang tadinya ingin menahan tawa, tapi pada akhirnya lolos juga,"Hahaha! Ucapan mu itu menyindir kasim tahu," ujarnya dengan tawa yang masih tersisa.
Irene menutup mulut merasa bersalah. "Aih! Kasim, aku benar-benar tidak bermaksud membuat mu tersinggung." Dia pun menghampiri Sam dan segera meminta maaf kepada pria itu di sana.
"Tidak Yang Mulia. Anda benar, anda benar," balas Sam sok kuat.
Sementara, ditengah adegan yang penuh drama itu, perasaan Arjuna masih tidak enak. Dalam arti hati laki-laki itu masih menyimpan kecemasan karena takut Irene terluka. Apalagi jika luka itu meninggalkan bekas.
Matanya pun belum terlepas pada gadis yang kini tengah memohon maaf pada pria paruh baya itu.
"Berikan tangan mu!" Irene sedikit terkejut dengan kedatangan sekaligus ucapan itu yang malah dia respon seolah tidak mengerti bahasa.
Arjuna berdecak melihat reaksi imut sekaligus mengesalkan itu."Berikan tangan mu!" ucapnya menambah sedikit penekanan seraya menarik tangan Irene setengah paksa,.
Ketika sang rara perlahan menyematkan cincin di jari manis selirnya, Sam yang terkejut pun segera membalikkan badan karena tidak sopan, tapi lebih condong karena takut mengganggu.
"Astaga. Apa ini Yang Mulia?!" suara sang selir yang terdengar oleh nya dari belakang.
Arjuna menggaruk-garuk anak rambutnya seolah bingung menjawab pertanyaan Irene."Mmm, itu untuk menghilangkan bekas jika kau terluka."
"Benarkah?! Wow sangat hebat," ucap Irene begitu takjub mendengar kekhasiatan cincin yang tengah dikenakannya kini.
Desain cincin itu pun begitu sederhana dan elegan, lingkaran tipis perak yang bersinar dengan permata putih di tengah-tengah.
Desain tersebut tidak seperti bapak-bapak yang suka memasang permata segede gaban di cincin yang dikenakannya. Kalau macam itu lebih mirip dukun, dan Irene pasti malu ketika memakai yang seperti itu.
"Tapi itu cuma menghilangkan bekas luka ringan dan sedang," tambah Arjuna yang menurutnya reaksi gadis itu terlalu berlebihan.
"Tapi tetap saja Yang Mulia, ini sangat hebat," respon Irene seolah tidak setuju dengan mata yang masih setiap menatap cincin itu takjub dan sesekali dia berikan elusan lembut.
Pada akhirnya Arjuna tersenyum senang jika Irene menyukai cincin itu.
***
"Raja, apakah cincin ini berasal dari Kerajaan Barat?" tanya Irene belum selesai-selesai membahas tentang cincin itu.
Langkah Arjuna sedikit melamban, dia agak terkejut dengan ucapan selirnya,"Bagaimana kau tahu?"
Irene tersenyum kecil, kemudian berkata,"Kerajaan Barat kan terkenal dengan sihir nya."
"Kau tahu tentang kerajaan itu?" tanya Arjuna sedikit heran.
"Mmm, aku membaca buku," jawab Irene sambil mengangguk-angguk kecil dengan mata yang seperti sedang menerawang masa lalu.
Mendengar hal tersebut, langkah kaki Arjuna semakin melamban,"Apa di kerajaan ada buku yang seperti itu?" Dia tidak merasa buku-buku perpustakaan di Kerajaan Utara ada yang membahas tentang keraajaan lain, biasanya dia tahu mengenai kerajaan lain ketika melakukan diplomasi atau kunjungan.
"Atau kau membaca nya ketika kita berkunjung ke sana bulan lalu?" lanjut Arjuna menebak, karena bulan lalu Irene lah yang menemaninya ke kerajaan barat untuk meghadiri pertemuan kerajaan-kerajaan besar yang dilaksanakan tiga tahun sekali, karena sang permaisuri tengah mengandung.
"Mmm, tidak juga Yang Mulia. Dulu teman ku adalah anak Menteri Luar Kerajaan. Dia sering ikut dengan ayahnya ketika melakukan kunjungan ke kerajaan lain, dan aku selalu memintanya untuk membawakan buku dari sana."
"Kau rajin juga ya," puji Arjuna membuat gadis itu sedikit besar kepala, sedikit.
Irene memandang Arjuna dari samping, setelah laki-laki itu mengacak-acak rambutnya. Sejenak dia terpesona dengan laki-laki itu yang pada akhirnya membuatnya canggung sendiri.
Arjuna yang melirik balik sontak membuat gadis itu kaget dan sedikit kegelapan.
Irene pun beralih menatap ke depan setenang mungkin.
"Kemari! Jangan jauh-jauh dari ku!" pinta Arjuna yang membuat Irene semakin terkejut saja. Mungkin hal tersebut karena efek canggung tadi yang menghinggapi nya.
Gadis yang ada pada jarak tiga langkah dari Arjuna pun langsung menjawab,"Ti-tidak perlu Yang Mulia. Lihat! Aku baik-baik saja di sini." Irene memperlihatkan kondisi tubuhnya yang masih utuh meski berada jauh dari keberadaan sang raja. "Aku tidak akan apa-ap_"
Bruk!