Chereads / The Romance Empress / Chapter 6 - Ikan Bakar dan Sebuah Apel

Chapter 6 - Ikan Bakar dan Sebuah Apel

Di pagi menjelang siang Irene dan Arjuna baru terbangun dari masing-masing tidurnya, karena mereka pulang larut malam setelah berburu, jadi terlambat bangun adalah sebuah keniscayaan.

Sementara Kasim Fuu alias Sam sudah menyiapkan makanan untuk kedua tuannya. Di sana terdapat kentang panggang, singkong panggang, dan wortel yang dipanggang yang sudah dia tata dengan rapi.

"Kau tidak memancing tadi?" sindir sang raja halus yang protes dengan menu santapan paginya.

"Tidak ada protein di sini!" batin laki-laki bergelar raja itu.

Irene yang sedang duduk diantara mereka pun hanya bisa menonton perdebatan kecil itu seraya menikmati makanan yang ada.

"Saya memancing Yang Mulia. Tapi saya tidak mendapat hasil apa-apa," ucap Sam terdengar setengah ketakutan.

Arjuna menghela nafas kecewa, dan berkata dengan malas, kemudian berkata,"Lain kali berusaha lah lebih keras!" Kasim itu pun mengangguk.

Karena merajuk, sedikit pun Arjuna tidak menyentuh makanan-makanan yang telah disediakan. Laki-laki itu kembali ke tenda untuk melanjutkan tidurnya.

Setelah menelan umbi terakhir, Irene berbisik pada Sam yang tengah murung,"Sttt! Kasim?!"

Pria itu menyahut,"Ada apa Yang Mulia? Apa anda butuh sesuatu?"

Irene menggeleng cepat dan berkata,"Kita cari ikan sekarang, agar Yang Mulia makan."

Sang kasim awalnya sedikit ragu, namun tak lama, dia pun mengangguk setuju,"Baik Yang Mulia. Aku takut nanti Yang Mulia sakit," ujarnya sedikit cemas.

Irene hendak bangkit, namun terhenti akibat curhatan pria paruh baya itu, lagi.

"Tapi Yang Mulia, saya tidak pandai memancing ikan."

"Tidak! Kita tidak akan memancing ikan. Aku lebih suka menyebut nya berburu ikan," ucap Irene bersama smirk kemenangan.

Segera gadis itu memasuki tendanya untuk mengambil alat panah di sana.

Ya, Irene dan Arjuna tidak se tenda, jadi jangan harap ada adegan uwu-uwu an.

***

"Yang Mulia, Yang Mulia!" panggil Kasim dari luar tenda.

Arjuna melenguh panjang bercampur dengan perasan kekesalannya yang belum hilang. "Aish! Ada apa dengan Kasim itu?!"

Tak lama laki-laki itu pun keluar dengan kesadaran sempurna.

"Ada apa?!" Sebelum Sam menjawab, Suara cempreng sukses mengalihkan perhatian sang raja.

"Yang Mulia!" panggil Irene mirip anak kecil yang setengah berteriak. Dia memamerkan ikan bakar yang ada ditangan seraya memamerkan sederet gigi putihnya yang rapi.

Wajah Arjuna langsung berbinar pada gadis itu, tapi tidak kepada sang kasim. Dengan segera, dia pun langsung menghampiri Irene, mendudukkan diri disampingnya.

Meskipun seorang raja, Arjuna juga manusia, berhak merasakan kelaparan, jadi jangan dihujat.

Irene langsung menyerah kan ikan bakar tusuk kepada sang raja.

"Kau?!" tanya laki-laki dengan raut wajah bertanya 'mengapa ikan itu malah diberikan padaku?'

"Tidak apa-apa. Aku akan membakar nya lagi. Yang Mulia belum makan," jawab Irene kemudian membakar ikan lagi.

"Kau dapat darimana?" tanya sang raja sembari menyantap sajian ikan bakar buatannya.

Irene tersenyum simpul pada Arjuna, kemudian menunjukkan Sam dengan wajahnya, lalu beralih kembali ke perapian seraya berkata,"Kasim Fuu, dia telah berusaha lebih keras sesuai dengan keinginan anda." Ditiup olehnya arang menyala setelah itu.

Tiba-tiba saja Irene merasa ada sesuatu yang tertinggal. "Aish! Pak Kasim kemari! Ayo! Aku akan membakar kan ikan untuk mu juga karena kau sudah bekerja keras!"

"Kasim Fuu, ayo!" tambah Arjuna.

Kasim itu mengangguk dengan perasaan senang karena raja kini sudah tidak marah lagi.

"Terimakasih Yang Mulia!" batin Sam merujuk pada selir raja.

Arjuna dan Sam pun menyantap hidangan ikan bakar milik masing-masing. Kecuali Irene, gadis itu masih sibuk untuk membakar ikan berukuran sedang miliknya.

"Kau sepertinya handal dalam membakar ikan?!" puji Arjuna pada Irene.

"Ya. Aku sudah terbiasa Yang Mulia, aku sering membakar ikan bersama teman-teman ku dulu," jawab nya seraya memicing untuk menghindari butiran abu yang hampir masuk ke dalam matanya.

"Matamu tidak apa-apa?" tanya Arjuna sedikit khawatir.

"Aku baik-baik saja Yang Mulia," balas Irene kemudian tersenyum simpul.

Arjuna sedikit membuang muka. Entah mengapa setelah melihat senyum manis itu hatinya sedikit berdebar dan itu membuatnya merasa tidak nyaman.

Sesaat kemudian gadis itu duduk di sampingnya. Dia sedikit gugup.

Namun bukan Arjuna namanya yang pandai menyembunyikan rasa gugup itu.

"Kau bilang dulu kau terbiasa membakar ikan bersama teman-temanmu, apa itu menyenangkan?" tanya Arjuna sedikit penasaran sekaligus untuk menghilangkan kecanggungan yang menghinggapi dirinya.

Irene tersenyum kemudian menjawab,"Tentu saja Yang Mulia, kami bersenang-senang."

"Selain membakar ikan, apalagi yang kau lakukan bersama teman-teman mu?" tanya sang raja.

"Mmm, cukup banyak, berenang, panahan, terkadang berkuda juga, memetik bunga, menyulam, dan masih banyak lagi," jawab Arjuna kemudian menyuapkan secuil daging ikan ke mulutnya.

"Aku pikir Putri Pilihan seperti mu lingkungan pertemanan nya cukup dibatasi."

Glek!

Daging ikan itu sukses ditelan oleh Irene, dia menjawab."Anda benar Yang Mulia. Itulah sebabnya mengapa saya hanya dua orang teman, satu laki-laki, satu perempuan." Setelah itu Irene menenggelamkan bibirnya kembali ke perut ikan bakar.

Arjuna memperhatikan gadis itu sejenak, dan berpikir"Pantas saja tingkah nya seolah campuran dua jenis kelamin!"

"Yang Mulia sendiri, bagaimana teman masa kecil Yang Mulia? Pasti Yang Mulia memiliki banyak teman," tanya Irene dengan wajah sumringah.

Seketika muka laki-laki itu yang semula normal berubah menjadi datar dan sedikit pucat.

Arjuna memaksakan senyuman, dan menjawab,"Ya, menyenangkan."

Namun raut wajah laki-laki itu tidak sesuai dengan jawabannya yang menyebutkan kata 'menyenangkan'.

"Aku ingin mencuci tangan ku di sungai," ujar Arjuna kemudian melegang pergi, meninggalkan tempat itu.

Sementara Irene menatap kepergian sang raja yang menurutnya begitu tiba-tiba.

Gadis itu menatap tanya Sam yang kini tengah membeku. Dia pun dan bertanya,"Ada apa dengan Yang Mulia?"

"Sepertinya Yang Mulia tengah bersedih." Irene sedikit terkejut dengan pernyataan itu.

"Alasannya?"

"Maaf Yang Mulia, saya tidak bisa bercerita, karena hal ini adalah hal pribadi Raja. Yang Mulia bisa menanyakan hal tersebut pada Raja langsung jika ingin mengetahuinya," jawab Sam kemudian menikmati makanan lagi, namun tidak se-semangat sebelumnya.

"Apa ini karena ucapan ku?!" batin Irene kemudian beranjak, lalu jejak kaki yang Arjuna lewati.

Tampak laki-laki itu tengah duduk di pinggir sungai, melihatnya Irene sedikit menelan ludah seraya menyiapkan mental untuk menghampiri.

"Raja, maafkan aku. Jika aku salah berucap."

Arjuna merilik gadis yang kini tengah duduk di sampingnya tanpa permisi bahkan tanpa dia sadari.

"Tidak, kau tidak salah. Aku yang salah telah membuat pertanyaan bodoh itu."

"Pertanyaan bodoh yang mana Yang Mulia?" Sebenarnya Irene ingin bertanya seperti itu, tapi takut sang raja malah semakin berlarut. Namun jujur, dirinya pun juga belum mengerti pembahasan itu.

Segera Ireme menyodorkan sebuah apel pada sang raja seraya berkata,"Tadi, aku sempat memetiknya ketika Kasim Fuu tengah mencari ikan."

Arjuna hanya menarik ujung bibirnya."Kau saja yang makan!"

Irene cemberut dengan respon itu. Dia pun memutuskan untuk menyembunyikan apel nya kembali ke balik baju seperti semula.

"Kau tidak memakannya?" tanya Arjuna sedikit khawatir suasana hati gadis itu.

Irene menggeleng."Tidak, aku sudah memakan apel tadi."

"Baiklah, aku akan memakannya. Sini!" ucap Arjuna menagih apel itu kembali.

Senyum manis terbit dari gadis berparas cantik itu. Seraya menyodorkan tangan berisi buah apel, Irene berkata,"Ini Yang Mulia. Selamat menikmati!"

Arjuna mengambil alih buah itu kemudian mengacak-acak rambut gadis disampingnya itu.

Setelah melihat lempar sisa buah apel milik sang raja, terdengar suara, "Yang Mulia, aku ingin ke sana! Apa Yang Mulia mau ikut?!" Irene bertanya setengah mengajak sambil menunjuk air terjun.

"Tidak boleh, batu besar nya sangat curam, kau bisa terjatuh nanti "

"Apa Yang Mulia tidak melupakan perjanjian itu?!" Irene menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya.

Arjuna menghela nafas,"Baiklah! Itu yang membuat mulut ku tidak bisa terbuka," batinnya.

"Pamit Yang Mulia."

Irene bangkit, kemudian melangkah menuju tempat yang di inginkan, meninggalkan sang raja yang masih duduk di sana.

"Aku akan menemani mu," ujar Arjuna segera mengejar gadis itu.