Keberuntungan ada di pihak Arjuna dan Irene. Ketika keduanya sedang berjalan tak jauh dari lubang laknat itu, seekor harimau menyambut indra penglihatan mereka.
"Beruntung sekali malam ini,"
gumam Arjuna.
Melihat hewan itu saja sudah merasa puas, apalagi sampai berhasil menangkapnya, itu lebih akan lebih memuaskan sang raja.
"Di balik kesialan pasti ada keberuntungan, " bisik Irene menanggapi. Padahal kalimat itu tidak bermaksud dibuat olehnya untuk aksi humor, tapi dia mendengar tawa kecil di samping.
"Sudah bercanda nya!" ucap Arjuna sambil perlahan mengangkat busur beserta anak panah.
Gadis itu menaikan sebelah alisnya. Ingin sekali protes karena dia tidak merasa senang bercanda seperti yang dikatakan oleh sang raja. Apa salahnya coba sampai harus diingatkan seperti tadi? Tapi ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan aksi demo.
Tanpa berlama-lama, dia pun segera ikut berancang-ancang.
"Berhenti! Gunakan busur besi di punggung ku!" perintah Arjuna membuat tangannya seketika berhenti.
Irene berpikir,"Ini bukan waktu untuk bertanya apalagi protes. Di sini raja yang memimpin pemburuan. Jadi, sebagai anak buah yang sudah sepatutnya mengikuti instruksi dari pemimpin."
Dia pun perlahan menaikkan busur dan menarik anak panah yang telah diambil dari kantung sang raja.
"Targetkan anak panah mu ke lehernya. Tancapkan dengan kuat dengan posisi tegak lurus. Tapi sisakan minimal setengah dari panjang anak panah mu itu."
Ini berburu apa matematika?! Namun untung saja dia cukup pintar memahami perintah itu, hanya saja, dirinya masih ragu untuk memulai.
Seakan mampu membaca pikiran nya. Arjuna berbisik,"Jangan takut gagal. Percaya diri lah! Jika pun gagal, aku tidak akan memarahi mu! Aku akan memberi aba-aba!"
Meskipun Irene belum percaya diri sepenuhnya, tapi dia bertekad untuk melakukan yang terbaik.
"Satu, dua, tiga!"
Jleb!
Keberuntungan lainnya, lagi-lagi gadis itu berhasil. Sedetik kemudian Arjuna langsung melepas anak panah nya.
Baru saja harimau besar itu akan berdiri, namun akhirnya tumbang terlebih dulu. Anak panah milik Arjuna sukses mendorong anak panah milik Irene yang berhasil masuk memutus alat pernapasan harimau itu.
Sang pemburu tampan menghela nafas dengan wajah yang memancarkan kemenangan, kesenangan dan kepuasan. Dia pun langsung berlari menuju hasil buruan, meninggalkan sang pemburu cantik di semak-semak.
"Astaga! Yang Mulia sangat bersemangat!" gumam Irene kemudian mengejar ketertinggalan.
Nafas Arjuna masih ngos-ngosan, karena neberapa detik yang lalu dia berkelahi dengan rasa tidak percaya diri karena takut gagal. Meskipun seorang raja, dirinya manusia, pernah mengalami rasa takut.
Sementara perasaan gadis itu biasa saja. Irene sedikit heran, mengapa sang raja nampak begitu lelah seperti sudah melakukan lomba lari estafet seribu kilometer setelah berhasil menaklukkan hewan buas itu?
"Kita berhasil membunuh harimau ini tanpa membuatnya bersuara di waktu yang lama," ujar Arjuna dengan pandangan yang tak lepas dari mangsa yang kini tengah tergeletak di atas tanah itu.
Irene tersenyum tipis, dia berjongkok di depan kepala harimau, kemudian mengelus-ngelus sudut mata itu seraya berkata,"Kita juga berhasil membuatnya terbunuh tanpa merasakan sakit di waktu yang lama." Raut wajahnya seolah tengah menguatkan diri.
Arjuna tersenyum miring, kemudian menumpu tubuhnya dengan kedua tumit di samping gadis itu.
"Kenapa?! Kau sedih atas kematiannya?!"
Sengaja dia melemparkan pertanyaan itu karena ingin menguji mental Irene sebagai pemburu.
Jika gadis didepannya itu menangis, sumpah demi topi Sam yang terbakar kemarin, dia tidak akan mengajak lagi selirnya untuk berburu lagi.
Irene berpikir dengan raut wajah yang cukup serius, dia bergumam sejenak," sedikit," jawabnya.
Kemudian dia mengerutkan bibir tanpa melepas pandangan dari hewan itu dan melanjutkan ucapannya yang radom,"Sepertinya harimau ini cukup terkenal di sekitar sini!"
Pernyataan itu berhasil membuat alis Arjuna bertautan kerena terheran-heran, yang pada akhirnya dia bertanya karena penasaran,"Maksud mu?!"
"Iya maksud ku harimau ini cukup terkenal di sekitar sini,"
jawab Irene malah mengulangi perkataannya.
Arjuna berdecak,"Iya maksud ku, kenapa harimau ini harus terkenal?" tanyanya ngegas.
"Lihat Yang Mulia, harimau ini sangat tampan. Pasti dia terkenal di kalangan hewan-hewan di sini, apalagi di kalangan harimau betina," jawab Irene seraya melihat ke kanan ke kiri.
Arjuna tertawa dibuatnya, apalagi melihat tampang gadis itu yang serius. Entahlah dia berpikir,"Apa gadis ini dibesarkan di hutan?"
Setelah tawa kecilnya berhenti, dia pun kembali bertanya,"Bagaimana bisa kau membedakan mana yang tampan mana yang tidak?! Bagiku harimau ini biasa saja." Dirinya memang sengaja melayani sikap random sang selir.
"Mmm, biasanya aku melihat matanya."
"Tapi mata dia tertutup" ucapnya seraya menunjuk harimau itu.
Irene yang menyadari kekeliruannya mulai meneliti setiap inci visual harimau itu.
"Mmm, kumis?!" gumamnya kemudian menggeleng cepat,"Ah! Sulit untuk dijelaskan Yang Mulia."
Baru saja Arjuna hendak membuka suara.
"Ah...Ku pikir pancaran aura nya." ucap gadis itu tiba-tiba, "Tapi jika Yang Mulia tidak berpikir seperti itu, tidak apa-apa." Irene tidak ambil pusing karena dia pun bingung juga.
"Ya, harimau memang melambangkan keberanian dan kegagahan," ujar Arjuna direspon anggukan setuju oleh gadis itu.
"Jika menurut mu tampan, aku akan mengawetkan nya, dan menjadikannya patung_"
"Dan memajangnya di aula ku kan Yang Mulia?!" Tanpa sadar Irene menyela.
"Tentu saja di aula ku," sambung Arjuna tak terima.
"Aih! Jika seperti itu, mengapa harus ada 'aku' di dalamnya?! Aneh-aneh saja, tap_"
"Kau mau pelayan-pelayan mu ketakutan?! Apalagi Permaisuri, dipastikan dia tidak akan berkunjung lagi ke aula mu," pungkas sang raja balas dendam.
Gadis mengangguk setuju. Ya Permaisuri Jie begitu lembut, hatinya, mentalnya, sikapnya, semuanya. Bahkan dengan kucing pun, Permaisuri takut.
"Lantas bagaimana dengan ku?" tanya sang raja tidak-tidak.
Dia sedikit tidak faham,"Maksud Yang Mulia?" Sedikit kemudian dirinya mengerti,"Aura Yang Mulia?" tanyanya kepada sang raja.
Arjuna berpikir sejenak kemudian mengangguk sajalah.
"Di mata ku?" Dia melakukan hal yang sama.
"Mmm..." gumam Irene sambil memperhatikan wajah Arjuna.
Tapi tiba-tiba gadis itu canggung sendiri ditatap sang raja seperti itu, benar-benar tereksekusi dan membuat nya seperti sedang dipenjara.
"Bagaimana hm?" suara berat itu malah membuat gadis itu terperanjat dan semakin gugup.
Karena tak ingin mengecewakan dan Irene tahu jika tidak menjawab pertanyaan seorang raja itu merupakan sikap yang tidak sopan.
Gadis itu pun mencoba mengatur wajahnya dan perasaannya agar biasa saja, dia memaksakan senyuman dengan hati yang berdebar-debar,"E-em Yang Mulia ga-gah, berani, dan ta-tampan," ucapnya sambil memberi acungan dua jempol.
Arjuna berusaha menahan tawanya melihat sang selir seperti tertekan dengan wajah memerah, apalagi respon nya hampir mirip Sam yaitu dihiasi dengan 'Acungan jempol'
"Kau mirip dengan Kasim ku," ujarnya bangkit bersama sisa tawa.
Irene kaget,"Hah?! Benarkah Yang Mulia?! Jangan-jangan aku adalah anak Kasim Fuu lagi." celatuk nya membuat semakin terkejut.
"Apa kau serius?!"
Dia tertawa kecil,"Tentu saja tidak Yang Mulia, aku hanya bercanda. Aku tetap Putri dari Raja
Kang dan Permaisuri Hi."
"Astaga. Kau membuat ku cemas saja."
Tidak drama, Arjuna memang terkejut setengah mati. Kasim Fuu kan tidak menikah, dan tidak akan menikah.