Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

My Promise is My Life

🇮🇩Ismi_Kawai
--
chs / week
--
NOT RATINGS
8.5k
Views
Synopsis
Namanya Tasya Rahmi Gunawan. Usianya 27 tahun. Wanita yang terlahir dengan kecantikan di atas rata-rata. Bukan hanya itu, Tasya pun ditakdirkan memegang sendok emas sejak membuka matanya di dunia. Menjadi puteri dari pasangan Gunawan dan Rahma. Pengusaha retail yang telah melebarkan sayapnya hingga ke mancanegara.  Semua tampak sempurna dengan kehadiran Yoga Alvarendra, Pria yang mempersuntingnya dan menjadikannya Nyonya Alvarendra. Pria itu bukanlah orang biasa. Dia merupakan pewaris tunggal perusahaan properti terkemuka di tanah air. Keluarga Gunawan dengan Alvarendra menjadi koalisi yang kuat yang akhirnya merajai segala saham di dalam negeri. Menjadikan mereka couple goal yang harmonis. Namun, di balik kesempurnaan di mata masyarakat. Tentu saja ada kekurangan akan kenyataan.  Pernikahan sempurna itu belum juga menghasilkan keturunan. Meski pernikahan mereka telah menginjak 8 tahun. Berbagai usaha telah mereka lakukan di belakang media massa. Tidak ada yang tahu, jika Tasya tengah putus asa. Apalagi saat Yoga menuduhnya sebagai penyebab mereka belum mempunyai anak.    "Seharusnya kau memeriksakan diri sejak dini, sebelum kita menikah!"    "Apa maksudmu? Kau menuduhku mandul?"   "Buktinya, kita belum punya anak sampai hari ini!"   Tasya berdecih miris. "Kau selalu mencari kambing hitam. Dan itu tabiatmu yang paling kubenci,"
VIEW MORE

Chapter 1 - awal yang menyesakkan

Pagi itu langit begitu cerah. Cahayanya hangat menerpa kulit putih nan terawat milik seorang wanita yang sedang duduk manis sambil menyesap cokelat hangat di halaman rumahnya. Tidak bisa dikatakan rumah, mansion lebih tepatnya. Karena bangunan itu begitu besar dan mewah dengan dekorasi modern saat ini. Bibir tipis dengan warna merah segar itu mengulum menikmati sisa cokelat yang tersisa, lalu dia menyibak helaian baru pada buku yang dibacanya. Sebuah novel romance klasik karya Jean Austen.

 

Wanita itu adalah Tasya Rahmi Gunawan. Usianya 27 tahun. Wanita yang terlahir dengan kecantikan di atas rata-rata. Matanya bulat seperti bola pingpong dengan bulu mata yang panjang dan lentik. Bibirnya merah muda seperti bunga sakura di musim semi. Bentuk tubuhnya ideal bagai gitar spanyol, tingginya semampai, ditambah rambutnya yang panjang bergelombang berwarna hitam legam. Seolah semesta sedang tersenyum ketika menciptakannya. Bukan hanya itu, Tasya pun ditakdirkan memegang sendok emas sejak membuka matanya di dunia. Menjadi puteri dari pasangan Gunawan dan Rahma. Pengusaha retail yang telah melebarkan sayapnya hingga ke mancanegara. Bahkan nama orang tuanya telah masuk di daftar 50 orang terkaya di dunia. 

 

Semua tampak sempurna dengan kehadiran Yoga Alvarendra, Pria berusia 28 tahun yang mempersuntingnya dan menjadikannya Nyonya Alvarendra. Seorang pria tampan nan gagah yang tentunya sangat serasi bersanding dengan Tasya. Mereka berdua telah dijodohkan sejak berusia 7 tahun dan pernikahan mereka telah memasuki tahun ke-8. Pria itu bukanlah orang biasa. Dia merupakan pewaris tunggal perusahaan properti terkemuka di tanah air. Hampir di setiap daerah dia membuka cabang, memperkuat usaha yang telah diturunkan oleh orang tuanya. Keluarga Gunawan dengan Alvarendra menjadi koalisi yang kuat yang akhirnya merajai segala saham di dalam negeri. Menjadikan mereka couple goal yang harmonis. Semua orang berdecak kagum, dan berharap bisa seperti mereka berdua. Namun, di balik kesempurnaan di mata masyarakat.

 

Di saat dia membaca setiap baris kata, suara langkah terburu-buru menggema memenuhi koridor yang lumayan panjang. Sebuah koridor yang menghubungkan taman dengan dapur.    

 

"Nyonya Tasya!" panggil seseorang. Suara yang berhasil mengalihkan perhatian Tasya dari novel kesukaannya. Bukan siapanya, tapi nada dari panggilan itu yang menarik dirinya untuk menoleh. 

 

Tasya mengerutkan kening. Gadis berumur 22 tahun yang bekerja sebagai pelayan pribadinya itu menarik nafas dalam setelah berlari hingga terengah-engah. 

 

"Ada apa? Mengapa kamu berlari seperti itu?" 

 

Melati mengangkat tangannya seolah meminta waktu sesaat. Dengan perlahan ia menenangkan diri. "Maaf Nyonya, saya ingin menyampaikan hal penting pada anda," jelasnya. 

 

"Apa itu?" tanya Tasya. Wanita itu mulai penasaran. 

 

"Tuan Yoga... beliau... datang bersama wanita muda," Melati menundukkan kepala.  "Saya dengar jika wanita itu simpanan Tuan."

 

"Oh, sudah datang rupanya," ucap Tasya santai. Dia kemudian menutup novelnya. Melati sampai terhenyak tidak menyangka dengan respon majikannya.   

 

"Nyonya sudah tau? Lalu bagaimana dengan Nyonya?"

 

Tasya tersenyum mengejek. "Setiap media menayangkan skandal suamiku, menyatakan jika wanita itu menolongnya. Dan, dengan alasan itu pula… suamiku menikahinya. Mungkin, dia pikir dengan begitu aku tidak akan marah padanya." 

 

"Nyonya-" Melati merasa tidak enak. 

 

"Aku akan menemuinya," ujar Tasya lalu beranjak dari kursi taman. Wanita itu melangkah dengan anggun untuk menemui Yoga.

 

Suara langkah kaki menuruni tangga mengambil alih atensi sepasang pengantin baru yang terlihat sumringah. Tasya mengulum senyum penuh arti menutupi rasa sakit menyayat di setiap pandangan yang bertabrakan dengan suaminya. Wanita itu tidak mau menunjukkan kelemahan, dia akan memperlihatkan jika Yoga sudah tidak berarti lagi untuknya. Dan Nyonya Alvarendra hanya akan menjadi miliknya.  

 

"Tasya, kebetulan aku ingin mengenalkanmu pada seseorang," Yoga menyambut senyuman hangta palsu dari istrinya tanpa tahu malu. 

 

"Aku sudah tau, seorang simpanan yang menolongmu dari maut," sarkas Tasya. Dia menatap datar seorang wanita yang terlihat lebih muda darinya. Wanita itu terlihat gemetar dan berlindung di balik punggung Yoga.

 

Cih, penghianat! batin Tasya.

 

"Tasya, bisa kau jaga ucapanmu?" Yoga tampak tidak terima dengan perkataan Tasya. 

 

"Bukankah benar dia simpananmu?" Tasya pura-pura bodoh. 

 

Yoga menghela nafas dan menggeleng berusaha menetralkan situasi yang memanas. "Maaf jika kau marah, aku hanya ingin melindunginya. Semua terjadi begitu saja-" 

 

"Yoga Alvarendra, kau tidak perlu pedulikan aku. Tidak ada larangan untukmu menikah lagi. Bahkan dengan 10 wanita," sela Tasya tanpa merubah raut wajahnya yang tidak terbaca.  

 

"Inilah yang membuatku jenuh, kau terlalu kaku. Aku seperti menikahi robot! Berbeda dengan dirinya yang lemah lembut dan manja," Yoga berceloteh hal tidak pada tempatnya hingga Tasya terkekeh.

 

Wanita itu menyeringai, dari dulu dia seperti ini karena menjaga martabatnya sebagai Nyonya Alvarendra. Menjaga nama baik keluarga suaminya di depan khalayak, tidakkah Yoga lebih mengenalnya lebih dari siapapun? Mengapa pria itu baru sekarang mengeluhkannya? Dia tidak pernah mengutarakan keinginannya, dia pun bersikap sama dengan Tasya. Dingin dan kaku, pria itu hanya ingin dimengerti tanpa ingin mengerti pasangannya. Malah sikapnya lebih baik saat mereka sama2 kecil.

 

"Jika memang dirinya yang selama ini kau inginkan, aku tidak keberatan. Ingatkan padanya untuk tau siapa Nyonya di rumah ini, jangan sekali-sekali mencoba mendekatiku." 

 

Ucapan Tasya terdengar seperti ultimatum di telinga Yoga. "Kau mengancam?"

 

"Kau seharusnya bersyukur aku tidak menjambak rambut wanitamu dan menyeretnya ke jalanan," Tasya mendesis di telinga Yoga dan melewatinya. 

 

"Nyonya... maafkan saya, atas kehadiran saya. Nyonya dan Tuan bertengkar." Wanita itu berkata dengan terbata membuat langkah Tasya tertahan. 

 

Tasya menatap sekilas istri baru Yoga, dia tidak termakan oleh wajah memelas yang dibuat-buat itu. Tasya tahu semua hanya lah topeng semata. Ekor matanya melirik tajam. "Jika begitu, sebaiknya kau jaga sikap selama di sini," Tasya pun memilih pergi meninggalkan Yoga yang memandang tidak percaya. 

 

Tasya memasuki kamar dengan hati bergemuruh, rasa panas dan nyeri menjalar memenuhi dadanya. Sakit sekali, bahkan dia tidak menyadari setiap bulir bening yang terjatuh dari sudut maniknya. Tasya mendekati cermin, memandang dirinya yang begitu menyedihkan. Wanita cantik nan sempurna itu memiliki nasib yang berbanding terbalik dengan parasnya. Tasya menepuk dadanya keras berusaha menepis dan menghilangkan denyut menyesakkan.   

 

"Brengsek! Kau salah Yoga, aku tidak akan pernah memperlihatkan rasa sakitku di hadapanmu. Cintaku terhenti sejak hari ini untukmu, sejak kau menginjakkan kaki wanita itu di rumah ini!" Tasya memaki dan meluapkan kekecewaannya di dalam kamarnya yang sunyi. 

 

Yoga adalah pria pertamanya yang membuat Tasya mengenal apa itu cinta, pria yang akhirnya menjadi pusat dunianya selama ini. Kini pria itu juga yang memporak-porandakan hati Tasya hingga tidak berbentuk lagi. Hancur serta lebur menjadi debu yang berhamburan terbawa angin malam kelam tanpa bintang.