Chereads / Tears in Heaven / Chapter 1 - 1. Lan Yunxi

Tears in Heaven

🇮🇩Elang_W
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 18.6k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - 1. Lan Yunxi

Suara kicauan burung cinta terdengar mendayu-dayu, burung dengan sayap berwarna keemasan itu bertengger di dahan pohon dengan tenang. Kicauan-kicauan saling bersahutan membuat ramai suasana di Padepokan Guzo, padepokan ilmu bela diri yang didirikan oleh Putra Mahkota kerajaan Villain. Klan dari keluarga Lan menjadi klan terkuat dari keluarga lainnya. Bahkan beberapa tahun lalu, kerajaan Villain memenangkan perang besar dengan kerajaan Ambuna. Klan Wei tumbang dan mengasingkan diri di kota Lebah. Kekuatan kerajaan Villain tidak bisa diragukan karena Lan Yunxi, Putra Mahkota yang ilmu bela dirinya yang terkenal kuat. Lan Yunxi menguasai banyak ilmu bela diri. Mulai pedang, memanah, berkuda, dan ilmu sihir putih.

Lan Yunxi, seorang pria keturunan sah kerajaan Villain yang saat ini ditakuti oleh klan dan sekte lain di Negeri Bougenvilla. Pria dengan perawakan tinggi tegap, rambut lurus panjang, mata berwarna hitam legam dan hidung yang mancung. Lan Yunxi menjadi idaman para perempuan di berbagai klan, banyak yang mencoba mendekatinya. Namun, Lan Yunxi tidak pernah tertarik dari salah satu mereka. Pria itu selalu menyibukkan diri di Padepokan Guzo untuk mengajari murid-muridnya. Lan Yunxi juga mendapatkan kutukan dari ayahnya, sang raja Villain. Bahwa Yunxi tidak akan bisa bersama cinta sejatinya. Yunxi tidak percaya adanya cinta sejati, ia sudah berkali-kali reinkarnasi, tapi tidak ada yang bisa membuatnya jatuh cinta. Kutukan dari sang ayah tidak akan berpengaruh padanya.

Raja Villain mengutuk sang putra mahkota karena Lan Yunxi tidak bersedia menggantikannya menjadi raja. Yunxi tidak ingin meninggalkan Padepokan Guzo, karena banyak murid yang masih menjadi tanggung jawabnya.

Saat ini Yunxi tengah berdiri diam di depan padepokannya. Pria itu menatap seluruh muridnya yang tengah berlatih pedang. Hanya dengan tatapan mata saja sudah membuat orang lain segan dengan Yunxi. Pria yang tampak berwibawa dan mempunyai kekuatan bisa mengendalikan pedang dengan kedipan mata. Tidak ada yang berani melawan Lan Yunxi. Bila nekat, bersiap-siap tumbangnya seluruh pasukan. Satu kesalahan tidak akan diampuni Lan Yunxi, itu sebabnya banyak yang takut dengan pria itu.

Padepokan Guzo tercipta karena rasa empati Yunxi pada mereka yang dari keluarga kalangan bawah, di mana mereka tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Lan Yunxi ingin mereka sama-sama kuat dan tidak mudah ditindas oleh Klan yang semena-mena.

Suara kicauan burung cinta, suara pedang, suara muridnya berceloteh selalu menjadi irama merdu untuk Lan Yunxi. Pria itu sudah cukup bahagia daripada bertahta di kerajaan dengan bergelar raja.

"Wenning, semua muridku sudah mahir memainkan pedang, berkuda, memanah dan menguasai air. Sudah saatnya aku pergi," ucap Lan Yunxi kepada murid kepercayaannya Kai Wenning.

"Tapi, Guru. Lalu bagaimana nasib murid di sini? Apa mereka akan pergi dan mengosongkan padepokan Guzo?" tanya Wenning.

"Tidak ada yang akan mengusik kerajaan lagi. Padepokan ini akan tetap berjalan, aku juga akan kembali nanti. Untuk sementara aku ingin berkelana ke arah barat," jelas Lan Yunxi.

"Guru, tanpa guru apa jadinya padepokan ini?"

"Aku tidak menerima tahta raja karena kalian. Sekarang kalian bahkan bisa menumbangkan seluruh Sekte Wei, kalian sudah mempunyai kemampuan sendiri."

Wenning menundukkan kepalanya. Wenning lah murid pertama Lan Yunxi, pria itu yang sudah setia kepada gurunya. Kini gurunya akan pergi setelah memenangkan pertempuran yang membabat habis klan Wei dan berencana untuk pergi.

"Guru, ijinkan aku ikut guru," ujar Wenning. Lan Yunxi menolehkan kepalanya sejenak, pria itu terkenal dengan pria dingin yang irit bicara. Pembawaan yang kalem dan berwibawa. Namun siapa sangka, Lan Yunxi bisa lebih ganas dari raja rimba kalau sudah diusik.

"Baik, besok pagi-pagi sekali kita berangkat," jawab Lan Yunxi.

"Terimakasih guru, terimakasih," ujar Wenning dengan senyum mengembang di bibirnya.

Lan Yunxi menganggukkan kepalanya, sedangkan Wenning segera pamit undur diri untuk mempersiapkan kepergiannya besok.

Lan Yunxi menatap langit yang cerah di atas sana. Keputusan Yunxi sudah bulat, mulai besok ia akan berkelana ke arah barat. Di Kota Lebah, ada Padepokan Ghuzhi, di mana guru Yunxi tinggal di sana.

Lan Yunxi tumbuh besar di bawah pengajaran guru Su Ziran. Setelah menguasai seluruh ilmu, Lan Yunxi kembali ke tanah asalnya dan membangun padepokan Guzo. Sekarang gurunya membutuhkannya, kemarin Yunxi mendapat surat dari gurunya. Di kota Lebah sedang tidak baik-baik saja. Ada sekte dengan aliran berbeda yang menyusup ingin menghancurkan Kota Lebah. Lan Yunxi datang ke sana untuk membantu gurunya, juga di padepokan Ghuzhi akan mengadakan penerimaan murid baru, Guru Ziran meminta Lan Yunxi untuk mengajari murid-murid baru yang akan datang dari berbagai kota.

Malam berganti dengan pagi, pagi ini Yunxi dan Wenning sudah meninggalkan Padepokan Guzo. Dengan menunggangi kuda mereka, mereka menuju ke barat untuk menuju Kota Lebah. Jarak tanah kelahiran Yunxi dengan kota Lebah lumayan jauh. Tiga hari tiga malam mereka baru sampai di Kota Lebah. Kota yang terkenal indah karena banyaknya bunga Peony di sepanjang jalan.

Setelah perjalanan lama, Yunxi dan Wenning sampai di Padepokan Ghuzhi. Yunxi menuruni kudanya dan menatap batu yang berdiri besar. Dua batu raksasa ada di kanan kiri pintu masuk padepokan Ghuzhi.

"Wenning, ini tempatku dulu menimba ilmu. Kamu muridku pertama yang aku ajak ke sini," ucap Yunxi menatap pintu masuk bertuliskan padepkan Ghuzhi. Wenning menganggukkan kepalanya.

"Ayo!" ajak Yunxi.

Kedua orang itu memasuki padepokan Ghuzhi dengan pelan. Yunxi menarik napasnya sejenak, pria itu merasa dejavu dengan tempat itu. Awal dia datang di tempat itu, ia hanya anak biasa yang tidak bisa apa-apa. Berkat Su Ziran, ia kini menjadi guru dengan klan terkuat di Negeri Bougenvilla.

"Selamat datang kembali, muridku." Suara seorang pria dengan suara khas serak terdengar. Yunxi menolehkan kepalanya ke samping. Senyum tipis terukir di bibir Yunxi.

"Selamat berjumpa lagi, Guru," ujar Yunxi menghadap ke gurunya. Yunxi menekuk satu kakinya dan merendahkan tubuhnya untuk salam hormat. Begitu pun dengan Su Ziran yang memberikan salam hormat kepada muridnya.

"Selamat datang di Padepokan Ghuzhi," ata Su Ziran.

"Terimakasih sudah memberiku kesempatan untuk datang kembali," jawab Yunxi.

"Yunxi, istirahatlah. Murid-murid baru akan datang nanti sebelum petang," ucap Su Ziran.

"Aku akan menunggunya di depan, Guru," jawab Yunxi.

"Sama seperti dulu, tidak pernah lelah," puji Su Ziran menepuk pundak Yunxi.

Su Ziran menatap Yunxi dari atas sampai bawah. Setelah bertahun-tahun, semua terasa berubah. Yunxi yang dulu berperawakan kecil, kini sudah menjadi dewasa dan terlihat kuat. Murid kesayangan Su Ziran yang selalu membuat bangga.

"Ingat, seribu peraturan di padepokan Ghuzhi yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun yang masuk di sini," ucap Su Ziran.

"Siap, Guru," jawab Yunxi. Su Ziran tersenyum kecil sebelum pergi meninggalkan muridnya.

"Wenning, aku akan kembali ke gerbang utama. Istirahatlah!" titah Yunxi. Wenning menganggukkan kepalanya. Sedangkan Yunxi kembali ke gerbang depan untuk menanti murid-murid baru yang akan datang.