Seperti pagi-pagi lainnya Maika bangun dari tidur malamnya dan bersiap untuk melewati hari-hari yang entah akan menyenangkan atau mungkin menyebalkan, jiwanya yang telah bertahun-tahun hidup tanpa ambisi dan juga ekspetasi membuatnya begitu pasrah dengan kehidupan. Tak ada jawaban pasti ini adalah hal baik ataukah buruk? Yang jelas ia hanya berusaha melakukan yang terbaik hari demi hari dan juga berusaha menjadi manusia baik.
Sebelum ia meninggalkan rumah untuk pergi ke kampus Maika terlebih dahulu membantu neneknya menyelesaikan pekerjaan rumah, hal pertama yang ia lakukan adalah mencuci pakaian kotor, lalu menjemurnya kemudian ia membuat sarapan untuknya dan juga neneknya, barulah ia mandi dan bersiap pergi ke kampus.
"Maika berangkat dulu ya nek," kata Maika berpamitan kepada neneknya.
"Iya Mai hati-hati di jalan ya! Jangan ngebut!" balas nenek.
"Iya nek tenang saja lagi pula Maika nggak pernah berani kebut-kebutan kok," balas Maika.
"Bagus lah kalua gitu ya udah ini uang saku kamu," ujar nenek semabri memberikan beberapa lembar uang.
"Terima kasih ya nek!" balas Maika.
"Iya sama-sama belajar yang pintar!" balas nenek.
Setelah berpamitan Maika pun pergi meninggalkan neneknya, ia mulai memakai helm demi keselamatan dan ketaatan dalam berkendara, lalu menyalakan mesin sepeda motornya dan siap menuju ke kampus.
"Mai," bisik seseorang.
"Apa La? Jangan gaanggu aku dulu ya! Aku lagi nyetir soalnya," tanay Maika.
"Iya udah deh aku cumin mau bilang nanti eaktu menyabrang jalan hati-hati ya!" balas Laena.
"Kamu lihat apa lagi emangnya? Jangan bikin taku ah La!" tanya Maika yang mulai parno.
"Nggak kok tenang aja kan aku Cuma mengingatkan untuk lebih berhati-hati," balas Laena menenangkan.
Maika pun kembali fokus menyetir meskipun di dalam hatinya pun merasa ketakutan setelah apa yang ia dengar dari Laena.
Setelah beberapa saat perjalanan dari rumah nenek menuju ke kampus akhirnya Maika tiba juga di parkiran kampus, ia memang lebih suka parker di depan kampus dan harus menyabrangi jalan ketimbang harus parkir di dalam kampus. Namun karena ucapan Laena tadi ia pun lebih memilih untuk parkir di dalam kampus.
"Tumben kamu parkir di sini Mai," kata Laena meledek.
"Iya kalau nggak karena kamu ngomong kayak begitu aku nggak akan parkir di dalam," balas Maika.
"Ya udah deh ayo masuk ke kelas! Nanti kamu terlambat lagi lo," ajak Laena.
"Mai!!" panggil seseorang dari belakangnya.
"Eh iya," balas Maika yang langsung menoleh ke arah belakangnya.
"Kamu baru sampai juga?Kirain aku doang yang hampir telat," tanya Fedli.
"Iya nih Fed soalnya jalanan macet dan juga tadi sebelum berangkat kuliah kan aku harus bantu nenek ku dulu," balas Maika.
"Oh gitu ya udah nggak apa-apa sih yang penting kan kita nggak terlambat beneran," balas Fedli.
"Iya udah kalau gitu ayo kita langsung ke kelas aja! Nanti kita telat beneran lagi," balas Maika.
"Iya Mai ayo!" ajak Fedli.
Maika dan Fedli pun berjalan keluar dari area parkiran kampus menuju ke arah gedung falkutas mereka.
Di tengah perjalanan menuju ke dalam kelas Maika dan Fedli dibuat binggung dengan orang-orang yang pada berlarian ke arahkeluar, entah apa yang kini sedang terjadi? Mereka sama sekali tak memahaminya.
"Fed ada apa ya?" Tanya Maika binngung.
"Iya Mai ada apa ya? Aku juga nggak tau," balas Fedli yang malah bertanya balik.
"Permisi!" ujar sesorang pria tampan dengan wajah paniknya terlihat air matanya sudah mengalir di pipinya walaupun air mata itu sangat tak pantas ada di wajah garangnya.
"Eh itu kan Kak Nolan, kenapa dia kelihatan panik gitu?" tanya Maika binggung.
"Iya kenapa dia panik ya Mai? Padahal biasanya dia selalu tenang bahkan dalam menghadapi masalah apapun di dalam organisasi," tanya Fedli yang kebetulan juga mengikuti organisasi yang dipimpin oleh Rolan.
"Wah pasti ini ada suatu hal yang nggak beres Fed," balas Maika.
"Iya Mai tapi apa?" tanya Fedli binngung.
Naura teman satu kelas mereka pun ikut panic berlarian kea rah pintu keluar. Fedli dan Maika yang melihatnya pun langsung mencegahnya terlebih dahulu untuk sekedar menanyakan apa yang sedang terjadi saat ini.
"Nah itu Naura! Coba kamu tanya dia aja Mai," kata Fedli memberikan sara.
"I-iya Fed," balas Maika.
Maika pun langsung cepat-cepat menarik tangan Naura sebelum ia pergi melewatinya begitu saja.
"Nau ada apa sih? Kenapa orang-orang pada panik?" tanya Maika.
"I-itu Mai katanya ada kecelakaan di depan kampus kita dan kabarnya yang kecelakaan itu Kak Alishba, kakak sepupu aku," balas Naura menangis.
"Ha? Kamu serius Nau?" tanya Maika tak percaya.
"Iya mangkannya aku mau lihat ke depan dulu semoga Kak Alish baik-baik aja," balas Naura menangis.
"I-iya udah kalau gitu aku ikut ke sana ya!" balas Maika.
"A-aku juga ikut," sahut Fedli.
Mereka bertiga pun langsung berlari ke depan kampus yang jaraknya lumayan jauh dengan posisi mereka saat ini untuk memeriksa siapa yang kecelakaan di depan sana.
Sesampainya di depan kampus benar adanya seorang wanita cantik tergeletak di aspal jalan, tubuhnya yang berlumuran darah langsung di dekap begitu erat dengan seorang pria tampan yang tak lain adalah Nolan. Naura yang berdiri tepat di samping kiri Maika pun langsung terduduk lemas, kedua kakinya tak lagi dapat berfungsi untuk menopang tubuhnya dengan baik.
"Kak Alish," teriaknya disertai dengan suara tangisan yang menyesakkan.
Maika yang melihatnya pun langsung duduk di sampingnya dan mendekap temannya itu. Tak lama kemudian mobil ambulan datang untuk menolongnya. Nolan si tampan itu langsung meminta petugas kesehatan membawa pacarnya itu ke dalam mobil.
"Tolong dia pak!" pintah Nola kepada petugas medis.
"Iya pasti akan kami tolong," balas salah seorang petugas medis.
Sebelum tubuh Alishba benar-benar dimasukkan ke dalam mobil ambulan, Naura pun langsung berdiri dan berlari untuk memeluk kakak sepupunya itu meski tubuh Alishba berlumuran dengan darah.
"Kak,"bisiknya.
"Kak tolong sadar lah" teriaknya.
Nolan yang ada di situ pun langsung menarik pelan Naura untuk menenangkannya.
"Siapapun di sini yang mengenal keluarga gadis ini mohon untuk segera menghubungi keluarganya ya!" pinta salah seorang petugas kesehatan.
"Saya keluarganya, saya adik sepupunya Kak Alishba," balas Naura cepat.
"Baik kalau begitu apa bias kamu ikut di mobil ambulan sekarang? Dan juga menghubungi keluarga yang lain?" tanya petugas kesehatan.
"Iya pasti bisa," balas Naura menangis.
"Pak saya pacarnya apa saya juga boleh ikut menemani Alishba di mobil ambulan?" tanya Nolan memohon.
"Iya sudah tida apa-apa kalau begitu ayo segera berangka!" balas petugas kesehatan.
Nolan dan juga Naura pun langsung segera masuk ke dalam mobil ambulan, mereka duduk berhadap-hadapan tepat di samping Alishba yang terbangun lemah.
"Al tolong sadar ya! Kamu kuat! Kamu pasti bias pulih secepat mungkin kok," kata Nolan.
Sementara Naura yang masih saja menangis namun tetap berusaha menghubungi orang tua Naura yang juga paman dan bibinya.
***
"Gimana kamu sudah kabari orang tua Alishba?" tanya Nolan.
"Sudah kak katanya mereka segera ke rumah sakit yang akan kita tuju," balas Naura.
"Bagus lah kalau begitu," jawab Nolan.
Meski tetap dengan air mata yang berurai namun Nolan tetap harus terlihat tegar karena ada Naura yang harus lebih dahulu ia tenangkan ketimbang dirinya sendiri.