Maika tak tau mengapa hatinya begitu gelisah setelah ia melihat kejadian yang baru saja terjadi tadi? Padahal sebelumnya ia tak terlalu perasa terhadap seseorang yang tak ia kenal dekat. Namun Maika tetap berusaha fokus mendengarkan penjelasan dari dosen yang kini tengah mengajar di ruang kelasnya.
"Ah ada apa dengan ku?" tanyanya aneh.
"Kenapa aku menjadi gelisah seperti ini? Padahal kan aku juga tidak terlalu mengenal Kak Alishba itu, apa karena dia kakak sepupu Naura ya?" tanyanya lagi.
"Baik anak-anak ibu minta kalian mengumpulkan tugas yang ibu berikan tadi sebelum pekan depan ya! Sampai jumpa di pertemuan selanjutnya, ibu akhir perkuliahan hari ini, terima kasih atas perhatiannya," ucap Bu Ani dosen yang mengajar saat ini.
"Baik ibu," balas para mahasiswa dan mahasiswi.
"Aduh gara-gara melamun nih aku tidak memperhatikan penjelasan Bu Ani tadi, tugasnya apa lagi?" tanya Maika yang kesal kepada dirinya sendiri.
Setelah Bu Ani meninggalkan ruang kelas para mahasiswa dan mahasiswi pun juga langsung meninggalkan kelas, namun beberapa masih ada yang singgah di dalam kelas untuk menyelesaikan tugas kelompok atau keperluan mereka lainnya.
"Fed!" panggil Maika kepada Fedli.
"Eh iya Mai?" tanya Fedli yang langsung menghentikan langkah kakinya.
"Aku mau nanya nih tadi tugas yang dikasih Bu Ani apa ya?" tanya Maika.
"Oh itu Mai tadi disuruh buat makalah tentang mikroorganisme," balas Fedli.
"Oh gitu ya, terima kasih," ucap Maika.
"Iya Mai sama-sama, kamu tadi melamun ya? Pantas aja nggak tau tugasnya," tanya Fedli.
"Iya Fed kamu kok tau sih?" tanya Maika.
"Iya tadi aku perhatikan kamu kayak melamun gitu, kalau ada masalah yang berat nggak usah terlalu dipikirkan deh jalani aja!" balas Fedli.
"Iya Fed tapi kenapa kamu memperhatikan aku? Seharusnya tuh kamu perhatikan Bu Ani yang sedang menjelaskan materi tadi," tanya Maika.
"Eh iya juga," balas Fedli tersenyum malu.
"Iya udah deh aku mau balik dulu ya!" pamit Maika.
"Iya aku juga mau balik Mai, bareng aja ke parkirannya gimana?" tanya Fedli.
"Iya udah ayo!" ajak Maika sembari menenteng tasnya.
***
Langit yang mulai gelap menghantarkannnya untuk pulang ke rumahnya meskipun tangannya tetap bergetar karena dengan bodohnya ia melakukan kesehatan di luar akal sehatnya. Sebenarnya bukan maksudnya untuk melakukan hal itu namun emosi, amarah dan juga dendam membuatnya bertindak bodoh tanpa perhitungan.
"Ah sial! Kenapa aku melakukan hal bodoh itu? Seharusnya aku lebih bisa mengendalikan diriku dan merancang rencana balas dendam yang lebih baik ketimbang tadi," tanyanya menyalahkan dirinya sendiri.
"Hai ma," ujar seorang remaja lelaki di belakangnya.
"Hai sayang," balas Mesya.
"Kamu gimana tadi kuliahnya?" tanya Mesya.
"Iya seperti biasanya ma pulang kuliah juga aku langsung kerja," balasnya.
"Emm kalau begitu kamu pasti capek banget ya?" tanya Mesya.
"
Iya sih ma mangkannya aku mau langsung tidur abis ini," balasnya.
"Jangan dulu dong Sen kamu mandi dulu terus makan ya! Mama udah masakin nih buat kamu," balas Mesya.
"Iya udah deh," jawab Sena menuruti perintah mamanya.
Sena pun langsung bergegas meninggalkan mamanya yang tengah bersantai di teras rumah dan masuk ke dalam kamar mandi.
"Seharusnya kamu tidak perlu merasakan hidup yang sekeras ini Sen, maafkan maa belum bisa memberikan kehidupan yang terbaik buat kamu! Karena mama sendiri juga harus berjuang seorang diri untuk membesarkan kamu," ujar Meisya meneteskan air matanya.
***
Air hangat yang mengalir di tubuhnya itu sedikit menghilangkan penat yang ia rasakan, banyak cerita yang terjadi hari ini namun tak sepatah kata pun yang ia beritahukan kepada mamanya padahal hari yang ia lalui hari ini begitu sulit dan menyebalkan. Sena tak ingin beban yang dipikul oleh mamanya semakin berat karena ia tau mamanya telah berjuang keras untuk memberikan kehidupan terbaik untuknya.
Selesai mandi Sena langsung mengeringkan tubuhnya dengan handuk lalu pergi ke meja makan untuk makan malam bersama dengan mamanya.
"Mama masak apa?" tanya Sena.
"Mama tadi juga barusan pulang sih Sen jadi cuman bisa buatkan kamu nasi goreng udang ini," balas mama.
"Oh iya ma nggak apa-apa kok," balas Sena tersenyum sembari langsung mengambil piring dan garpu.
"Maaf ya Sen," balas mama.
"Kenapa mama minta maaf sih? Tenang aja Sena suka kok nasi goreng udang apalagi ini buatan mama, Sena juga paham kalau mama harus bekerja seharian ini demi memenuhi kebutuhan hidup kita belum lagi biaya kuliah aku yang mahal jadi mama pasti juga capek," balas Sena.
"Iya sayang mama juga tau kalau kamu capek harus kuliah sambil kerja mangkannya mama berusaha masakin yang enak buat kamu walaupun tenaga mama juga udah sangat terbatas," balas mama.
"Iya ma nggak apa-apa kok meskipun capek tapi Sena senang mengerjakannya lagian kan kuliah ini udah jadi pilihan Sena jadi ya Sena harus siap capek, lagian namanya hidup di dunia tuh emang tempatnya capek," balas Sena bijaksana.
"Iya sayang, ya udah ayo dimakan!" pinta mama.
Sena dan Mesya pun menikmati hidangan makan malam hari ini setelah makan mereka pun menuju ke dalam kamar masing-masing untuk mengistirahatkan diri dari penatnya hati ini.
"Selama malam Sen!" ucap Mesya.
"Iya selamat malam juga ma!" balas Sena.
***
Kini mama menangis begitu kencangnya mendengar kabar dari dokter bahwa sang putri selamat namun masih dalam keadaan koma dalam jangka waktu yang tidak ditentukan.
"Kenapa bisa?" tanya mama.
"Ma tenang dulu," balas papa.
"Gimana aku bisa tenang sih pa? Anak ku koma dan dokter tidak tau kapan dia akan sadar?" tanya mama.
"Iya ma aku tau tapi papa yakin kalau Alishba tuh kuat pasti dia akan sadar sesegera mungkin, sekarang yang bisa kita lakukan hanyalah berdoa mengharapkan keajaiban yang diberikan oleh Tuhan kepada Alishba," balas papa.
"Papa harus segera menemukan siapa yang telah menabrak Alishba hingga seperti ini pa!" pinta mama.
"Iya ma itu sudah pasti akan papa lakukan, papa juga tidak terima anak perempuan papa menjadi seperti ini karena ulahnya, papa nggak akan beri ampunan orang itu!" ujar papa.
"Iya sudah pa kalau begitu besok papa harus buat surat laporan ke kantor polisi ya!" pinta mama dengan suara terisak.
"Iya ma," jawab papa menyetujui.
Nolan yang berada di sudut ruang tunggu hanya dapat menangis sembari menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Ronan sahabatnya itu tak henti menepuk pundak Nolan untuk sedikit menenangkannya meskipun ia tau Nolan tak akan tenang dengan begitu mudahnya.
"Ron gimana kalau Alishba sampai nggak bangun dari komanya?" tanya Nolan.
"Nggak Nol kamu harus optimis dulu! Alishba tuh kuat dan nggak mudah putus asa pasti dia bisa bangun dari komanya secepatnya," balas Ronan.
"Iya Ron aku tau Alishba memang kuat dan tak mudah putus asa tapi apa kamu lupa kita punya Tuhan yang maha menentukan segalanya? Kalau Tuhan berkehendak lain kita bisa apa Ron?" tanya Nolan ketakutan.
"Hush! Kamu nggak boleh mikir negatif kayak gitu Nol! Kita harus tetap berpikir positif dan berprasangka baik kepada Tuhan, mangkannya saat ini yang bisa kita lakukan hanyalah berdoa memohon kepada Tuhan agar Alishba bisa segera bangun dari komanya," balas Ronan.
"Jika aku menemukan siapa pelaku yang menabrak Alishba? Nggak akan kau beri ampun!" kata Nolan kesal.