Min Seok dan Min Young tidak langsung pulang ke rumah. Min Young malah melampiaskan frustasinya dengan minum-minum di bar. Min Seok sampai cemas dan berusaha mencegahnya.
"Kakak Min Seok, apa kau tahu? Sejak kecil sampai dewasa, aku selalu bisa mendapatkan apapun yang kuinginkan dengan mudah. Jadi kali ini pun akan sama. Akhirnya, dia akan menjadi milikku," celoteh Min Young disela mabuknya.
"Kau pikir si tua Wil itu boneka barbie yang bisa kau beli dengan uang? Sebaiknya kau menyerah saja, terlalu sulit untuk menaklukkannya. Bagaimana kalau kau jadi pacarku saja?" ucap Min Seok dengan nada yang serius.
"Kakak Min Seok, memangnya kau pernah mencintai seorang wanita?"
"Fansku banyak yang tergila-gila mencintaiku. Kalau aku pilih satu, yang lain pasti bakalan nangis."
"Makanya kau tidak mengerti. Cinta itu bukan kehidupan, aku harus mendapatkannya! Wildan Kusuma, bahkan aku bisa menyebutkannya dengan baik. Dia harus menjadi milikku," ucap Min Young dengan pandangan sendu. Min Seok menatapnya sedih.
***
Rafida berada di kamarnya. Ia bahkan sudah mengganti pakaiannya. Rafida termenung dan teringat akan apa yang terjadi selama di rumah Nenek Ling.
Bagaimana perlakukan Min Young dan Min Seok yang sangat mengenal Mr.Wil dengan sangat baik. Bahkan mereka tau apa yang disukai dan tidak disukai oleh Mr.Wil.
"Huft. Apa yang sedang aku pikirkan. Memangnya aku harus tau semua itu? Bahkan pernikahan ini bukan karena suka sama suka. Selama ini apa yang sudah aku lakukan?" gumam Rafida merasa sangat tidak berdaya.
Tak lama kemudian, Rafida mendatangi ruang kerja Mr.Wil dan tanpa sadar memakai baju yang terbuka. Mr.Wil bingung.
"Hmm, dia kenapa?" batin Mr.Wil.
"Mau nonton TV bersama?" tanya Rafida.
"Apa kau tidak merasa kedinginan?" tanya bingung Mr.Wil menatap Rafida yang dengan cueknya duduk di atas meja kerjanya.
"Tidak. Aku sangat gerah. Jika tidak mau yasudah. Aku nonton sendiri saja."
Rafida turun dari meja dan berlalu ke ruang tengah. Mr.Wil menatapnya dengan bingung, ia menatap jam yang sudah menunjukkan pukul dua pagi.
Ia pun mengalah dan menutup laptopnya. Menyusul Rafida yang sudah menyalakan televisi dengan tumpukan minuman bir di atas meja.
Saat mereka nonton TV bersama, Mr.Wil tampak fokus melihat iklan cowok mandi.
"Apa itu bagus?" tanya Mr.Wil menunjuk ke arah sabun yang sedang diiklankan. Tapi Rafida yang sudah mabuk justru menangkap Mr.Wil menunjuk model pria itu.
Byur ... Rafida terkejut dan menumpahkan minuman yang sedang ia minum. Mr.Wil menoleh kaget.
"Ah maaf. Mas Wildan gak mau minum?" tanya Rafida dengan rona merah di pipinya.
Auranya yang panas membuat suasana berubah. Mr.Wil pun ikut merasa panas terlebih saat Rafida memanggil dirinya dengan sebutan yang ia inginkan.
Ditambah dengan suara manja yan tak sadar sudah Rafida buat.
"Kenapa kau sangat banyak minum hari ini?" tanya Mr.Wil dengan mencoba menahan gairah yang mulai meningkat diantara keduanya.
"Ohh kenapa wajah Mas Wildan memerah?" tanya Rafida balik yang sudah terlalu mabuk.
"Kamu terlalu mabuk. Ayo kita ke kamar dan-" Rafida langsung menjauh dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya dan bergeleng kuat.
"Tidak. Aku tidak mau!" teriak Rafida keras menolak.
"Bicara apa kau?" tanya Mr.Wil kebingungan.
"Jangan malam ini. Aku memang pernah bilang bahwa aku mungkin tidak bisa menahan diri. Tapi, tidak malam ini. Mas Wildan terlalu banyak memandangi wanita lain. Aku takut," jelas Rafida dengan suara yang mulai parau.
Mr.Wil pun duduk kembali dan menatap Rafida intens.
"Apa yang kau takuti?"
"Bahwa ada wanita lain, yang akan kau pikirkan saat sedang bersamaku."
"Sudah kubilang. Aku tidak bisa bersamanya apalagi menikahinya. Bayangkan saja. Usia kami sangat terpaut jauh. Dan aku sudah menikah denganmu," jelas Mr.Wil yang menyadari kecemburuan Rafida sepanjang hari ini.
"Jadi, karena Mas Wildan sudah menikah denganku. Mas Wildan tidak bisa menyukai wanita lain lagi? Dan akan menyukaiku?" tanya Rafida menyimpulkan.
"Eiy ... Jangan menyimpulkannya seperti itu-" ucapan Mr.Wil terpotong tatkala Rafida bangkit dan langsung duduk dipangkuannya.
Rafida menatapnya dengan gemuruh gairah yang menggoda.
Entah setan mana yang lewat. Tapi, tanpa aba-aba dan pikiran yang panjang. Kini keduanya sudah saling menautkan bibir. Berciuman mesra dengan gairah yang semakin memuncak.
Mr.Wil melepaskan tautan mereka dan menatap Rafida sebentar. Untuk mencari sesuatu yang entah apakah ada di dalam mata Rafida dan langsung menggendong Rafida untuk masuk ke dalam kamarnya.
***
Mr.Wil terbangun tiba-tiba dengan mata yang langsung terbuka lebar. Ia menatap langit-langit kamarnya dengan bingung.
Mr.Wil sangat segar dan tidur nyenyak bagai bayi. Ia menoleh melihat jam yang menunjukkan pukul sepuluh pagi. Ia tercengang dan hendak bangun.
Namun, Mr.Wil baru menyadari bahwa ada sebuah tangan mungil melingkari perut berotot miliknya. Mr.Wil pun menoleh dan mendapati Rafida yang masih terlelap dengan mulut yang menganga.
Mr.Wil mengangkat tangan satunya lagi dan menutup mulut Rafida hingga tertutup. Namun, hal itu membuat Rafida semakin erat memeluk Mr.Wil.
Mr.Wil mencoba menggeser tubuhnya. Ia memindahkan tangan Rafida dan melepaskannya dari pelukan Rafida. Ia turun dan masuk ke toilet.
Menyalakan shower dan merenung di bawah kucuran air hangat itu.
"Gila. Apa yang sudah aku lakukan? Bahkan ini tidak ada dalam rencanaku. Haruskah aku melupakannya dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa? Akh, bikin pusing saja," ucap Mr.Wil yang kelabakan atas apa yang sudah ia perbuat semalam.
Tak lama kemudian Rafida terbangun di kamarnya. Tapi ia mendapati dirinya memakai piyama yang beda dari apa yang dipakainya kemarin.
Iapun mencoba mengintip keluar dan melihat pintu kamar Mr.Wil tertutup.
"Mas Wildan pasti sudah berangkat kerja. Aman!" ucap Rafida dan keluar dengan santai. Tepat saat Mr.Wil juga baru keluar dari kamar.
"Ah pagi Mas Wildan. Kupikir mas sudah berangkat. Bukankah biasanya mas berangkat kerja jam 8?" tanya Rafida kikuk.
"Hari ini aku bangun kesiangan," jawab Mr.Wil gugup.
"Oh. Kemarin aku mabuk. Apa aku melakukan hal yang aneh-aneh?" tanya Rafida lagi dengan wajah polos.
"Kau ... tidak ingat?" tanya Mr.Wil heran dengan menaikkan alisnya sebelah.
"Ini pertama kalinya aku mabuk tanpa ingat kejadian semalam."
"Kau muntah padaku."
"Sungguh? Maaf, maaf. Ini pertama kalinya, lain kali aku akan lebih hati-hati."
"Tidak ada lain kali. Tidak boleh ada alkohol lagi," ucap Mr.Wil melarang dengan tegas.
Rafida tak percaya mendengarnya.
"Apa? Kemarin mas bilang batas waktu jam malam adalah jam 10, sekarang melarang minum-minum. Terus apa lagi nanti? Katakan saja semuanya sekarang!" teriak Rafida kesal.
"Tergantung sikapmu, nanti kuupdate."
"Eh, tunggu. Bajuku ini..."
"Ada apa?" tanya Mr.Wil dengan menatap tajam.
"Tidak hahha."
Rafida mengelak dan kembali masuk ke dalam kamarnya.
Mr.Wil menelpon Said bahwa ia akan mengcancel semua acara hari ini.
"Apa? Tapi bagaimana dengan pertunjukan musikalnya? Mereka tidak bisa datang kemarin. Dan hari ini adalah hari terakhir. Jika kita tak datang, maka tuan Park akan sangat marah," jelas Said.
"Haah ... Baiklah. Aku akan pastikan datang. Tolong atur kembali semua jadwal untuk lusa."
"Apa? Lusa? Tapi-"
"Jangan menelponku jika tak ada yang penting!" perintah Mr.Wil dan menutup teleponnya.
Said yang sedang berada di rumah makan ayam goreng tertunduk lesu. Ia benar-benar sudah tak kuat lagi.
(B.Korea)
"Ada apa? Apa bosmu memarahimu karena berada di sini sepanjang hari?" tanya pelayan wanita di sana. Said mengangkat kepalanya dan menggeleng.
"Lalu, apa dia memecatmu?"
"Akan lebih baik begitu. Aku akan sangat beruntung jika dia benar-benar memecatku. Sayangnya, dia tak bisa hidup tanpaku. Permisi," ucap Said dan pergi. Pelayan wanita itu menatapnya iba.
"Kasian sekali," ucapnya.