Rafida sedang keliling memilih pakaian santai untuk dipakai selama perjalanan ke Korea. Ia memilih pakaian kasual serta beberapa pakaian dalam.
"Ahh ... Kenapa gak pulang dulu sih baru pergi. Kan harus beli banyak baju kayak gini. Di sana juga gak mungkin cuci baju. Hahhh musim apa sih sekarang?" gumam Rafida yang kebingungan harus beli berapa banyak helai pakaian.
"Sudah belum? Kita sudah harus boarding soalnya," tanya Mr.Wil dan mengambil semua pakain yang ada di tangan Rafida dan menaruhnya di meja kasir.
"Eh itu belum dicobain cocok atau pas gaknya!" teriak Rafida.
"Gak papa, udah kamu pilih satu dulu buat ganti. Sisanya beli di Korea saja," ucap Mr.Wil lagi dan mengeluarkan black cardnya.
Sang pelayan pun langsung membungkus semua pakaian yang dibawa Mr.Wil. Rafida melihat pakaian yang digunakan oleh manekin dan meminta untuk di turunkan.
Tak lama Rafida keluar dari ruang ganti dengan gaun yang terbuka bagian atasnya dan panjang sepanjang lutut. Dengan motif bunga-bunga Rafida tersenyum manis berjalan ke arah Mr.Wil yang hanya memakai kaos tebal dan jaket selutut.
"Kamu ... Yakin mau pakai itu?" tanya Mr.Wil merasa aneh.
"Yaps ... Aku cantik kan? Yuk kita berangkat," ucap Rafida kembali bersemangat.
"Yasudah."
Mr.Wil pun membawakan semua kantong belanjaannya dan berjalan menuju tempat tunggu keberangkatan pesawat.
Di dalam pesawat, Rafida sibuk membenarkan sabuk pengamannya. Ia juga kebingungan untuk menaruh semua barang bawaan yang entah sejak kapan berada di tangan mungilnya itu.
Ada tas kecil untuk kosmetik. Minuman dingin serta ponsel pink yang baru saja Mr.Wil berikan. Sementara tangan satunya berusaha memasang sabuk pengamannya.
Mr.Wil yang duduk di depannya merasa terganggu. Ia pun melepaskan sabuk pengaman dirinya dan berlutut di depan Rafida.
"Kenapa kau bisa begitu rumit seperti huh? Ini ada meja, kau bisa manaruh semuanya di sini," ucap Mr.Wil dan mengambil semua barang bawaan Rafida ke atas meja takas tepat di samping tempat duduk Rafida.
"Dan ini seperti ini memasangnya. Jangan sampai terbalik," ucap Mr.Wil lagi dan membenarkan posisi sabuk pengaman Rafida. Rafida hanya terdiam terpaku mendapatkan perlakuan yang cukup istimewa itu.
"Dasar bodoh!" ledek Mr.Wil setelah selesai dan kembali pada tempat duduknya.
"Apa? Siapa yang Mr.Wil bilang bodoh?"
"Saya heran, bukan kah dulu kau sangat rapih dan gesit saat menjadi sekretarisku. Tapi, baru beberapa hari saja tak menjadi sekretarisku kau sudah sangat teledor seperti ini. Apa memang ini sebenarnya karaktermu itu?" tanya Mr.Wil dan membuat Rafida terdiam tak bisa menjawabnya.
"Kenapa diam saja? Jangan bilang kau terpaksa bersikap begitu rajin, perfect dan sangat lincah karena tak ingin dipecat olehku, begitu?" ucap Mr.Wil menebak.
"Itu tau, kenapa harus bertanya. Lagi pula jika tak begitu, aku tak akan bisa bertahan hidup," ucap Rafida merasa ciut.
"Saya masih tidak mengerti. Jika para tetua sudah menjodohkan kita bukan kah seharusnya kau mengetahuinya dan tidak usah bersusah payah berpura-pura menjadi sekretarisku selama tiga tahun ini?"
"Ah itu ... Aku pun juga tidak tau. Tiba-tiba ada seorang nenek yang mendekatiku dan mengakui bahwa aku adalah cucunya. Aku tinggal dengannya selama empat tahun ini. Bahkan kami hidup sangat pas-pasan sampai akhirnya aku tau bahwa nenek itu sangat kaya dan memiliki rumah yang sangat besar. Aku pun baru bertemu dengan para paman dan tante beberapa bulan yang lalu saja," jelas Rafida jujur.
"Kau jujur," ledek Mr.Wil.
"Tentu saja. Jika aku tau bakal begini seperti yang kau bilang aku gak akan bersusah payah melamar ke sana-ke mari dan berusaha untuk terus sempurna agar bisa bekerja denganmu. Kau sangat royal masalah gaji dan bonus. Karena itu aku bertahan," jelas Rafida.
"Ahh ... Begitu rupanya," ucap Mr.Wil dan meminum minuman orange jusnya.
"Berarti dia tidak tau soal perjanjian dan kesepakatan para tetua itu," batin Mr.Wil dengan menatap Rafida yang juga sedang asyik menyeruput colanya.
"Kau bilang mau ke mana saat sudah sampai di Korea?" tanya Mr.Wil dengan malu-malu.
"Ah itu, aku mau jalan-jalan ke lokasi syuting yang sering muncul di drama dan film mereka. Ada banyak tempat yang benar-benar bagus," ucap Rafida sangat antusias.
"Kita akan di Korea selama lima hari. Kau bisa kan jalan-jalan sendiri?" ucap Mr.Wil dan memberikan black card miliknya pada Rafida.
"A-apa ini?" tanya Rafida dengan perasaan kecewa.
"Black card. Kau bisa menggunakannya untuk membeli atau membayar sesuatu. Kau juga bisa menarik tunai saat sudah berada di sana. Bukan kah kau sudah tau akan hal ini? Apa ingatanmu juga berubah setelah tak lagi jadi sekretarisku?"
"Aku tau tentang kegunaan kartu itu. Maksudku, kenapa aku harus jalan-jalan sendiri? Apa kau benar-benar akan sibuk selama di sana?"
"Kau tau jadwal aku keseluruhannya bukan? Jangan benar-benar hilang ingatan yaa. Kau tetap masih bisa menjadi sekretarisku. Kupikir kau yang terbaik," ungkap Mr.Wil sedikit mengakui kemampuan Rafida.
"Aku gak mau!" teriak Rafida dengan mata yang berkaca-kaca.
"Astaga, kau mau aku mati karena serangan jantung huh?"
"Terserah kau saja. Jika tidak niat berbulan madu kenapa sampai membawa aku segala," gumam Rafida yang masih bisa didengar oleh Mr.Wil.
Rafida mengambil penutup mata dan memasangnya. Ia pun juga memasang headset dan bersiap untuk tidur.
Mr.Wil menatapnya dengan sendu. Ia tau bahwa Rafida patah hati dengan apa yang ia ucapkan. Tapi tak ada yang bisa Mr.Wil lakukan. Iapun mengambil selimut yang ada di sana dan menyelimuti tubuh Rafida yang mulai merasa dingin karena ac yang cukup dingin.
Mr.Wil pun membuka laptopnya dan membuka email-email yang belum sempat ia buka. Di saat Mr.Wil sibuk dengan urusan pekerjaannya. Rafida membuka penutup matanya sedikit dan mengintip ke arah Mr.Wil. Perasaannya kembali campur aduk karena Mr.Wil terlihat kelelahan.
Beberapa jam kemudian pesawat pun mendarat di bandara Incheon. Rafida sudah siap untuk turun dari pesawat. Sementara Mr.Wil yang ketiduran terbangun dengan terkejut.
"Ahh apa sudah sampai?" ucap Mr.Wil dan melihat Rafida yang sudah tak ada di depannya.
"Ke mana dia? Apa sudah turun lebih dulu?" tanya Mr.Wil dan mulai membereskan barang-barangnya lalu bergegas turun.
Terlihat Rafida yang dengan susah payah menarik kopernya. Ia terlihat masih kesal dan tidak memperdulikan ponselnya yang terus berdering karena Mr.Wil menelponnya terus menerus. Rafida menghentikan sebuah taxi dan menaikinya. Mr.Wil terus mencoba mencari keberadaan Rafida dengan sedikit panik.