Setelah acara makan malam itu, mereka pun mendatangi apartemen yang sudah disewa oleh Mr.Wil dengan mengambil koper Rafida terlebih dahulu.
Rafida yang lelah langsung masuk ke kamar utama. Ia melepas semua pakaiannya dan hanya mengambil handuk dari dalam kopernya. Rafida pun masuk ke dalam toilet untuk menyegarkan tubuhnya.
Mr.Wil menatapnya dengan aneh karena Rafida tidak mengatakan apapun sejak dari restoran itu.
"Kenapa dia masuk kamar sini sih?" gumam Mr.Wil dan masuk ke dalam kamar yang Rafida masuki. Ia merapihkan koper Rafida yang berantakan dan menyimpan pakaian Rafida ke dalam keranjang pakaian kotor.
Dert ... Dert ...
Mr.Wil mendapatkan telepon. Ia pun sibuk berbicara dengan menghadap balkon di mana malam terlihat cukup terang karena lampu-lampu jalanan dan kedai-kedai yang buka saat malam hari.
"Okay. I Agree. See you tomorrow," ucap Mr.Wil dan menutup teleponnya.
Mr.Wil menyimpan ponselnya dan membuka lemari pakaian. Ia pun mengeluarkan beberapa helai pakaian serta handuk untuk mandi.
Setelah itu jari jemarinya mulai melepaskan kancing kemejanya satu persatu dan melepas kemejanya. Namun, sebuah teriakan membuat Mr.Wil berhenti dan menoleh ke arah sumber suara.
"Arghh ... Mr.Wil kenapa buka baju di situ?" teriak Rafida yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan hanya selembar handuk yang melilit tubuh polosnya itu.
Mr.Wil hanya menatapnya datar. Tiba-tiba senyuman kecil terukir di wajah tampannya itu. Perlahan Mr.Wil pun melangkah mendekati Rafida yang mulai panik.
"Stop! Jangan mendekat!" teriak Rafida lagi dan membuat Mr.Wil terhenti. Ia mengangkat wajahnya dan menatap Rafida dalam.
"Kenapa memangnya? Bukan kah ini malam pertama kita?" ucap Mr.Wil menggoda. Ia bahkan langsung melucuti kemejanya dan melemparnya ke lantai.
Lalu melangkah cepat ke arah Rafida. Rafida yang ketakutan sampai jatuh ke lantai saking paniknya.
Brak!
"Aww ..." ucap Rafida meringis kesakitan.
Mr.Wil terus melangkah. Rafida semakin berdebar ketakutan matanya terbelalak besar. Hingga tinggal sejengkal lagi. Mr.Wil berjongkok dihadapran Rafida.
Rafida pun memejamkan matanya. Tangan besar itu menyentuh lengan Rafida. Rafida tersentak kaget. Mr.Wil mengangkat tubuh Rafida dan menyeretnya ke arah tembok.
"Ap-apa yang sedang kau lakukan?" tanya Rafida gugup. Tapi Mr.Wil hanya menatapnya tajam.
Rafida pun terdiam tak tau harus apa.
Perlahan Mr.Wil kembali mendekatkan wajahnya dengan tatapan tajam. Rafida refleks menutup matanya. Hingga satu senti lagi, smirk tersirat dalam wajah Mr.Wil dan langsung menjauhkan wajahnya.
Merasa Mr.Wil tak melakukan apapun. Rafida pun memberanikan diri untuk membuka matanya. Saat membuka matanya Mr.Wil sudah tidak ada dihadapannya.
"Hahh ...." Rafida mendesah saat merdengar suara dari dalam kamar mandi.
"Wah ... apa barusan? Kenapa dia sangat ... astaga! Kupikir aku akan habis malam ini, gumam Rafida kesal. Dan ia pun melongo saat mengetahui bahwa kamar yang ia masuki adalah kamar Mr.Wil . Rafida pun langsung membawa semua kopernya dan masuk ke kamar lainnya.
"Kenapa gak bilang sih, kalau kamarku bukan yang ini?" dengus Rafida dan membanting pintu kamarnya keras.
Mr.Wil yang sedang keramas pun bisa mendengar suara itu. Namun, ia tetap melanjutkan acara mandinya.
***
Keesokkan paginya, Rafida terbangun karena mendengar suara orang-orang yang sudah berlalu lalang dalam apartemen itu. Rafida pun keluar kamar dan berjalan ke arah ruang makan.
Mr.Wil sudah rapih dengan jas abu-abu. Duduk manis dengan membaca tablet serta kopi hitam dan roti bakar di atas meja makan.
"Pagi Mr.Wil, kenapa sudah bangun pagi sekali?" tanya Rafida dengan duduk dihadapan Mr.Wil dan langsung menyantap roti bakar.
"Bukan kah kau yang terlalu siang bangunnya?" tanya balik Mr.Wil menyindir.
"Ah maaf, aku masih belum bisa menyesuaikan jam dengan di Indonesia. Tapi, apa Mr.Wil akan berangkat kerja pagi-pagi?" tanya Rafida lagi.
"Ya dengan kau."
"Loh sama aku juga?" ucap Rafida melotot kaget.
"Mandi sana, Kita berangkat setengah jam lagi," perintah Mr.Wil dan memberikan isyarat pada para pelayan di sana yang langsung menarik Rafida untuk bersiap.
"Tidaaaak! Roti bakarku!" teriak Rafida pada roti bakarnya yang terjatuh.
***
Kini Rafida sudah tampil dengan sangat cantik. Memakai gaun selutut berwarna perak dan kembali mengenakan perhiasan yang ia pakai semalam. Sementara Mr.Wil mengganti jam tangannya dengan warna yang berbeda dari semalam.
Keduanya berjalan ke acara pameran yang perusahaan Mr.Wil adakan. Bahkan Said pun sudah berada di dalam sana.
Acara pameran itu akhirnya dimulai. Mr.Wil menggandeng Rafida dan hendak masuk. Tapi tiba-tiba ia berhenti di tengah tangga.
"Tunggu sebentar," ucap Mr.Wil dan menatap dasinya pada cermin yang ada di sana.
"Ada apa lagi sih?" tanya Rafida heran.
Mr.Wil menoleh dan menatap Rafida dengan serius. Rafida yang mulai ketakutan sedikit memundurkan langkahnya. Namun, langkah Mr.Wil terlalu cepat. Tangannya pun perlahan melayang ke arah wajah Rafida. Refleks Rafida langsung menutup matanya.
Namun, Mr.Wil hanya manarik pita rambut Rafida dan membuat rambut Rafida tergerai dengan indahnya. Dan menyulap pita itu menjadi dasi kupu-kupu yang serasi dengan tuxedo yang ia pakai.
Rafida pun membuka matanya dan menatap tidak percaya.
"Kenapa menatap begitu? Apa ... kau sedang mengharapkan sesuatu?" goda Mr.Wil dan membuat Rafida semakin kesal dibuatnya.
***
Jauh dari keduanya, seorang wanita terlihat sedang menghampiri seorang pria.
"Anyeong, Kim Min Seok?" ucap wanita itu.
"Astrid?" ucap Min Seok kaget.
"Kupikir kau sudah melupakan aku. Hanya karena kau kembali ke Korea dan hidup enak di sini sebagai anak angkat konglomerat," ucap Astrid dengan membenarkan posisi dasi Min Seok.
"Aku lihat, kalung itu sangat indah. Bagimana menurutmu? Akan kah lebih indah jika kalung itu terpasang di leher jenjangku?" tanya Astrid dengan percaya diri.
"Tidak, kalung ini tidak cocok untukmu soalnya kalung ini kecil sementara kau kan berasal dari keluarga kaya raya. Lebih bagus kalau kau pakai permata yang lebih besar. Sebesar bola pimpong," ucap Min Seok sinis dan berlalu dari sana meninggalkan Astrid.
"Aish! Apaan itu tadi!" dengus Astrid kesal.
Saat ia hendak berbalik, tiba-tiba lampu menyoroti kedatangan Mr.Wil dan Rafida. Para tamu kontan bertepuk tangan menyambut mereka, tapi Min Seok menatap mereka dengan penuh emosi.
Rachel dan Rafael ternyata juga menghadiri acara itu. Mr.Wil tidak menyadari kehadiran mereka, tapi mereka menyadarinya. Rachel langsung kesal melihatnya. Rafael menggenggam tangannya menenangkan.
"Tenangkan dirimu Rachel, ingat kau tidak boleh menunjukkan sikap kekanakkanmu lagi," tegur Rafael dengan tajam.
"Aku tau! Kau pikir aku anak-anak?" jawab Rachel menapik tangan Rafael.
***
Saat Mr.Will sedang sibuk mempromosikan perhiasan-perhiasannya pada para tamu, Rafida yang bosan memutuskan berkeliling sendirian hingga ia melihat sebuah kalung mewah yang menarik perhatiannya.
"Wah yang ini sangat bagus. Kenapa dia tidak memberikan aku yang ini. Tapi berapa tahun aku harus menabung hanya untuk bisa membeli kalung itu?" gumam Rafida.
Min Seok tiba-tiba mendekati Rafida.
"Apa anda tau bahwa awal mula berlian bisa menjadi secemerlang seperti sekarang ini berkat Ratu Catherine yang menyuruh para pengrajin untuk menemukan cara baru membuat berlian jadi makin cemerlang. Tapi kulihat kau datang bersama Mr.Wil. Apa .. kau yakin kau cocok dengannya?" celoteh Min Seok tiba-tiba.
"Apa?" tanya Rafida heran.
"Maksudku, penampilan dan wajahmu itu sangat tidak cocok dengan Mr.Wil yang sangat cermelang bagai berlian di atas sana," jelas Min Seok lagi dan menunjuk ke arah Mr.Wil yang sangat bersinar mengalahkan berlian-berlian itu.
"Ah ... kau benar. Bagaimana bisa ada orang yang sangat berkilauan seperti itu?" ucap Rafida termenung sedih.
"Dan kudengar, kau menikahinya karena maksud tertentu. Apa yang kau rencanakan? Kau pasti ingin mendapatkan peran utama untuk menjadi ikon Group Wil ... atau mungkin kau punya rencana yang lebih dari pada itu? Kusarankan sebaiknya kau menyerah karena Mr.Wil punya banyak pilihan lain," ucap Min Seok sinis.
"Apa yang kau tau hah? Jangan merendahkan orang hanya dari penampilannya saja. Tidak kenal tapi sudah berbicara macam-macam. Menyebalkan," hardik Rafida dan meninggalkan Min Seok yang tertohok terkejut mendengar ucapan Rafida.
Tapi Min Seok dengan cepat mencengkeramnya. Tepat saat Astrid baru kembali dan melihat ke arah Min Seok.
"Ada banyak wanita ambisius. Kalau kau jujur, mungkin aku bisa membantumu. Untuk mendapatkan yang lebih bisar lagi," ucap Min Seok menyindir Rafida dan Astrid.
Jelas saja Astrid menjadi kesal dan langsung pergi. Rafida yang juga kesal padanya dan langsung menginjak kaki Min Seok keras-keras.
"Argh ..." meringis Min Seok.