"Aku rasa, kau bisa sendiri untuk berkendara menuju ke rumah mereka. Kau tidak harus membutuhkanku dua puluh empat jam penuh, kan?" omel Yasa sambil menyetir mobil. Okay, ini adalah pemikiran Allesio mengenai pertemuan pertamanya dengan papa Aleera.
Sudah lama, mungkin saat itu Allesio masih semi CEO di perusahaan keluarganya. Setelah baru sampai di rumah, papa Aleera malah meminta Allesio untuk bertemu di rumahnya. Papa Allesio yang memberitahukan hal ini kepada Allesio.
Karena papa sudah menyuruhnya, Allesio pun tidak akan mungkin menolak, 'kan?
"Lagian, untuk apa kita bertamu di rumah orang semalam ini? Baru mengobrol sebentar, mungkin hari pun sudah terganti," seru Yasa kepada Allesio. Sungguh Yasa tidak mempermasalahkan mengenai Allesio yang memintanya untuk menemani laki-laki itu. Hal yang Yasa permasalahkan adalah kesehatan Allesio.
Allesio sudah sangat jarang tidur dengan baik. Bahkan ia malah mengalami gangguan tidur yang baru Yasa ketahui akhir-akhir ini. Allesio mengkonsumsi obat tidur dengan dosis tertentu dan Allesio tidak memberitahukan hal ini kepada siapapun, termasuk papanya.
Obat tidur itu adalah minuman beralkohol. Saat berniat ingin membangunkan Allesio dan memeriksa kulkas kecil yang tersedia di kamar Allesio, Yasa malah menemukan banyak sekali botol minuman beralkohol dengan berbagai macam merek.
Tidak ada yang tahu semua ulah Allesio ini, termasuk keluarganya. Allesio tidak pernah membiarkan keluarganya masuk ke dalam kamarnya. Bibi pun tidak ia perbolehkan untuk merapikan kamarnya.
"Inikah alasan kau ingin pindah dari sini?" tanya Yasa dengan tatapan marah kepada Allesio yang baru bangun tidur. Allesio benar-benar berbau alkohol, apalagi kamarnya yang biasanya berbau kopi itu. Pantas saja, setiap Yasa datang, wangi kopi di kamar Allesio ini lebih pekat akhir-akhir ini. Mungkin ia takut Yasa mengetahui kenyataan ini sehingga ia memutuskan untuk memberikan pengharum ruangannya lebih banyak dari biasanya.
"Aku hanya tidak tahu kapan aku harus tidur," jawab Allesio seadanya. Allesio selalu menganggap semua masalahnya itu enteng, sementara ia selalu mengutamakan masalah keluarga Raesha.
Sial, Yasa jadi kesal sendiri sekarang, apalagi saat mengingat kejadian itu.
"Entahlah, lagian aku juga sudah lama tidak bertemu dengan orang tua Aleera." Tiba-tiba Allesio jadi teringat dengan masa kecilnya.
Setiap papa mengajak Allesio untuk datang ke rumah Aleera, pasti Aleera tidak pernah ada di sana. Kalau tidak sedang sekolah, ia sedang les. Pokoknya selalu mengenai sekolah dan les. Aleera mungkin dididik hampir sama seperti Allesio.
Tapi sepertinya Allesio tidak separah Aleera.
"Aku hanya akan menunggu di mobil." Leo benar-benar menunggu di mobil setelah Allesio memutuskan untuk masuk ke dalam rumah Aleera.
Tidak ada pembahasan yang bisa Allesio kenang, kecuali kepasrahan papa Aleera atas perusahaan keluarga mereka.
"Sudah 6 generasi perusahaan ini dibangun. Andai saja ada yang bisa menggantikan aku untuk menjadi CEO di sana. Sebenarnya usiaku juga sudah tidak memungkinkan lagi," Allesio pun memikirkan hal yang sama. Sepertinya, usia papa Aleera lebih tua dari usia papa Allesio.
Oh iya, ada sebuah pertanyaan yang terlintas di pikiran Allesio. Kenapa papa Aleera tidak mengangkat seorang anak laki-laki saja?
Rasanya ingin bertanya, tapi Allesio takut kata-kata yang keluar dari mulut papa Aleera malah hanya menyakitinya saja. Mengingat mungkin papa Aleera tidak akan menyetujui hal itu, seperti orang-orang lainnya.
Sebenarnya Allesio pun merasa ragu akan sarannya itu. Kalian bisa melihat semua itu dari kasus Allesio, kan? Semua orang menjauhi Allesio karena mereka merasa tidak mau memiliki saudara tiri dari kalangan orang tidak berada atau pernah tinggal di panti asuhan.
Padahal di negara ini masih banyak yayasan panti asuhan yang disokong oleh orang-orang kaya dan pejabat-pejabat terkenal. Okay, mungkin Allesio belum seberuntung itu.
"Om, saya bersedia jika papa juga bersedia," terang Allesio pada akhirnya. Papa Aleera juga sudah memiliki janji dengan si pemilik jantung ini, Ryu.
Ryu yang sebenarnya akan menjadi CEO di perusahaan milik keluarga Papa Aleera ini. Entah bagaimana Ryu akan melakukannya, tapi Allesio pun rasanya jadi memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan janji Ryu itu. Jantung inilah alasannya.
"Om tidak bisa memaksa kamu untuk melakukan hal yang tidak kamu sukai. Om hanya bisa berharap kalau kamu dan papamu mau membantu Om. Lebih baik perusahaan ini diambil alih oleh suami Aleera daripada harus jatuh ke tangan yang salah." Penjelasan panjang papa Aleera itu benar-benar berhasil menusuk jantung Allesio.
Apakah ini salah satu pengorbanan papa Aleera untuk putrinya?
"Aleera sudah melakukan apa yang ia mau. Menjadi seorang desainer dan mendapatkan sekolah khusus. Ia bisa berjalan-jalan kemanapun yang ia mau. Ia memiliki sebuah butik yang mungkin sebentar lagi akan dikenal banyak orang. Om sangat senang kalau dia bisa mewujudkan semua impiannya..." Papa Aleera menarik napas panjang lalu menghembusnya perlahan.
"...tapi, Om berdiri di sini bukan hanya sebagai papa Aleera saja. Om juga seorang pemimpin yang bertanggung jawab atas ribuan pekerja yang menggantungkan hidup mereka di perusahaan ini. Bahkan keluarga Om pun. Om harus mengambil keputusan," kata papa Aleera lagi.
"Aku akan bahas hal ini dengan Papa, Om. Om tidak perlu khawatir." Allesio berusaha menghibur papa Aleera, tapi Allesio lupa untuk menyakinkan dirinya sendiri.
Kalau ingin membantu papa Aleera, otomatis Allesio harus mau menikah dengan Aleera. Seorang anak perempuan yang sekarang sudah menjadi wanita dewasa cantik itu. Wanita yang belum pernah Allesio temui sebelumnya.
Seharusnya, Allesio menyiapkan tekad untuk dirinya sendiri terlebih dahulu. Pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa ia main-mainkan. Apalagi untuk seorang wanita, pernikahan adalah sesuatu yang sangat berharga.
"Apa om tidak keberatan? Maksud Al, mengenai latar belakang dan—"
"Kamu adalah anak baik, saya tahu akan hal itu. Pertama kali melihatmu saat di rumah sakit itu, pikiranku langsung mempercayaimu seratus persen. Sungguh, perasaan dan instingku tidak pernah meleset," kata papa Aleera sambil tersenyum hangat kepada Allesio. Senyuman yang tidak pernah Allesio jumpai di manapun, hanya keluarganya dan Yasa yang mau tersenyum hangat kepadanya.
Oh iya, ngomong-ngomong, kapan Allesio bertemu dengan Papa Aleera di rumah sakit, ya?
"Om, jika om bersedia, aku akan menikahi Aleera dan mengemban kewajiban yang seharusnya Ryu tanggung. Aku juga belum mengucapkan terima kasih kepada Ryu atas jantung yang ia berikan kepadaku ini," jujur Allesio pada akhirnya. Allesio tidak tahu, apakah papa Aleera paham akan maksud perkataannya atau tidak.
Tapi, Allesio hanya ingin membuat Papa Aleera yakin kalau Allesio mau membantu mereka. Apalagi kalau ini juga merupakan keinginan Papa kepada Allesio. Allesio tidak akan mungkin menolak semudah itu.
Melihat wanita itu tepat di depannya sekarang malah membuat Allesio sedikit pesimis. Bagaimana caranya membuat wanita itu menyukainya atau mau menikah dengannya?
***
bersambung