Chereads / My AL / Chapter 10 - Menjaga

Chapter 10 - Menjaga

Seperti biasa, di hari kerja seperti ini, Allesio harus duduk di kursi singgasana kantornya dan menyelesaikan banyak berkas yang harus ia lihat secara detail terlebih dahulu sebelum memikirkan bagaimana tindak lanjut dari berkas di tangannya ini.

Allesio pun sesekali mengecek email di PC dan laptop yang ada di atas mejanya. Tidak ada hari tanpa bekerja, bahkan hari Sabtu dan Minggu yang seharusnya bisa ia jadikan hari santai pun malah ia gunakan untuk bekerja.

Ada sebuah proyek yang sedang Allesio kejar. Proyek yang sebenarnya sudah terlalu lama ia abaikan karena banyak orang yang tidak mau bekerja sama dengannya terkait proyek ini. Masih rahasia, nanti kalian juga akan tahu.

Allesio tidak sendirian, di dekat meja kerja Allesio, ada Yasa yang juga sepertinya sedang berkutat dengan tablet yang ada di tangannya.

"Aku mungkin akan melancarkan ide brilianku, jika kau masih belum bisa memikirkan bagaimana cara untuk mendekati wanita itu," Yasa mengatakan hal itu sambil berkutat dengan kesibukannya. Banyak hal yang harus ia urus sekarang, seperti jadwal Allesio, berkas-berkas kantor, apa yang akan Allesio makan dan sebagainya. Ia adalah sekretaris sekaligus asisten Allesio dan dia sangat sibuk walaupun hanya untuk sekedar membahas masalah wanita saja.

"Apa lagi yang kau rencanakan? Sudah kukatakan kalau memang papa memintaku untuk menikahinya, maka aku akan mengunakan cara yang biasa dilakukan orang kebanyakan," Allesio memberikan pendapatnya dengan lantang. Sebenarnya, Allesio sedikit merasa ragu, ia juga tidak tahu bagaimana cara seorang laki-laki untuk mendekati seorang wanita. Apalagi wanita itu tidak mengenalnya dan mungkin saja wanita itu membencinya.

Sudah beberapa hari ini Allesio datang ke butik milik wanita itu. Seperti penguntit, Allesio malah memutuskan untuk menemui wanita itu, tapi wanita itu malah tidak mau bertemu dengannya. Allesio mungkin terlihat seperti orang yang memaksa hanya untuk bertemu dengan wanita itu. Allesio sedikit lelah hanya untuk mengikuti dan ingin bertemu dengan wanita itu saja.

Aleera. Allesio hanya tahu namanya saja. Allesio juga belum pernah bertemu dengannya. Hanya sebuah foto saja.

"Aku jamin ini bukan rencana jahat. Aku tidak akan menjebak wanita itu, aku janji kepadamu. Tapi, kau harus ingat, tuan Raesha memintamu untuk menikahinya, bukan menjadi temannya. Kau harus menikahinya dan menjaganya. Kau akan mengambil alih perusahaan milik keluarganya suatu saat nanti. Tuan Raesha juga berharap kau bisa menggabungkan perusahaan ini dengan perusahaan milik keluarganya," Okay, penjelasan dari Yasa ini memang sudah Allesio dengar sendiri dari papanya beberapa waktu yang lalu. Sudah lama.

Bukan bohong, ini sebuah kebenaran. Papa Aleera sendiri yang meminta hal itu dilakukan oleh almarhum Ryu dan dengan hebatnya Ryu mau melakukannya. Ryu masih kecil saat itu, papa bercerita kepadanya kalau Ryu sudah menanggung banyak beban di usianya yang masih muda.

Ryu dan Allesio mungkin hampir mirip, tapi beban mereka mungkin sedikit berbeda.

Oh iya, sebenarnya Allesio masih belum mengetahui mengenai alasan kenapa papa Aleera meminta hal itu kepada keluarganya. Sebenarnya juga, Allesio ingin mencari tahu hal itu, tapi Allesio rasa ini semua adalah privasi dari keluarga mereka dan Allesio merasa tidak perlu mengetahui hal itu. Ia sama sekali tidak berhak.

"Bukankah tidak harus dia yang menjadi pemimpin perusahaan besar itu? Bukankah papa wanita itu memiliki seorang adik perempuan?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Allesio begitu saja. Yasa tidak menjawab. Sama halnya seperti Allesio, Yasa juga sama sekali tidak mengetahui hal itu.

"Mau aku cari tahu?" tanya Yasa dengan nada penasaran. Yasa juga merasa aneh akan hal ini. Mungkin Yasa bisa mencari tahu hal ini sekaligus juga ia bisa mendekati wanita itu. Eh, maksudnya agar Allesio bisa mendekati wanita bernama Aleera itu.

"Tidak!" seru Allesio cepat. Allesio menghela napas panjang, sambil menatap langit yang terbentang di dekat jendela besar di ruangannya, Allesio malah memikirkan bagaimana kalau dirinya menjadi wanita itu. Apa mungkin dirinya sanggup?

Memimpin sebuah perusahaan padahal masih memiliki mimpi menjadi seorang desainer terkenal. Sebenarnya, hal ini juga menjadi salah satu alasan Allesio untuk mengiyakan perkataan papanya. Walaupun sebenarnya, apapun yang papanya pinta pasti akan Allesio kabulkan.

Bodohnya Allesio! Kenapa ia harus memikirkan orang lain? Bukankah bebannya juga masih banyak dan berat? Karena harus menikahi wanita itu, maka Allesio juga harus menjaga wanita itu seumur hidupnya.

Allesio malah tersenyum sinis. Kenapa ia bisa terjebak dengan semua hal yang berada diluar fantasi terliarnya?

"Kak!" seru seseorang yang membuat mata Yasa dan Allesio langsung beralih ke arah pintu ruangan Allesio. Seorang laki-laki baru saja masuk dari sana dan menutup pintu itu keras. Bunyinya benar-benar memekakkan telinga. Bahkan, Allesio pikir pintu itu malah memutuskan untuk menutup dirinya sendiri, saking besarnya bunyi yang dihasilkannya.

Yasa langsung berdiri. Awalnya ingin marah, tapi ia menyabarkan diri. Tidak mungkin ia marah kepada salah satu penerus perusahaan tempat ia bekerja, kan?

"Maaf, tuan muda Raesha, anda tidak dipersilahkan masuk kecuali memili—" Perkataan Yasa dipotong begitu saja. Laki-laki yang mengunakan jas itu langsung berjalan cepat menuju ke arah Allesio yang masih setia duduk di kursi kerjanya. Laki-laki itu menarik kerah baju Allesio sedikit dan memberikannya pukulan di wajahnya

Wajah Allesio langsung berpaling ke kanan, sudut bibirnya robek begitu saja dan ada sedikit darah di sana. Yasa dengan cepat langsung menarik laki-laki itu dan mendorongnya pelan agar menjauhi Allesio.

Seandainya Yasa adalah Allesio. Yasa pasti akan membalas bocah ingusan yang tidak tahu apa-apa ini dan memberikan sedikit pelajaran karena ketidaksopanannya.

Yasa berdiri di tengah. Suara napas laki-laki itu terdengar tergesa-gesa. Allesio hanya diam saja, bukannya marah, ia sibuk mengelap sedikit darah di sudut bibirnya.

"Maaf tuan muda Raesha, anda—"

"Kenapa kau memberitahu semuanya kepada papaku?! Kenapa kau malah mengatakan kepada papaku kalau aku memutuskan untuk mendekati seorang wanita miskin dan tidak memiliki harta seperti kita?! Kenapa kau bisa melakukan hal kotor itu?!" Laki-laki itu berteriak sangat kencang di depan mata Allesio. Allesio hanya diam sambil menatap ke arah laki-laki berjas itu. Kalau tidak salah, laki-laki ini sudah bekerja di perusahaan pusat Raesha Production atas izin papa Allesio.

Dada laki-laki itu terasa sesak. Matanya mulai memerah. Benar saja, tatapan kebencian mulai ia arahkan kepada Allesio, malah sejak tadi laki-laki itu tidak mendengarkan satupun kata yang dikeluarkan oleh Yasa.

"Maaf tuan muda Raesha! Bukan berarti anda memiliki nama belakang Raesha maka anda bisa melakukan hal ini kepada CEO kami," Yasa masih memikirkan masalah jabatan di saat mereka malah memilih untuk membahas masalah pribadi.

"Kau juga miskin, kan? Kau juga orang yang tidak memilih harta, kan? Lalu, kenapa kau bisa melakukan hal kotor itu kepada kekasihku?!"

Mata Allesio menajam.

***

Bersambung