Chereads / My AL / Chapter 12 - Rasa (2)

Chapter 12 - Rasa (2)

Nero benar-benar terdiam. Apalagi saat melihat ekspresi Allesio yang sudah benar-benar berbeda dari biasanya.

Allesio sudah menahannya sejak tadi. Ia marah dan tersinggung. Allesio belum pernah marah kepada salah satu dari anggota keluarga Raesha. Tidak! Sebenarnya, Allesio marah, tapi selalu ia tahan dan tidak pernah ia ungkapkan saja kepada mereka. Tapi, kelakuan Nero kepada Yasa sudah benar-benar keterlaluan.

Allesio tidak bisa menahan diri lagi.

"Ka—Kau tidak mungkin marah kepadaku," Nero sepertinya sudah mulai ketakutan, apalagi saat ia melihat ekspresi Allesio sekarang.

Allesio yang merupakan orang tersabar di muka bumi, tiba-tiba malah marah kepadanya. Kan, Nero terkejut.

Allesio menutup matanya. Sekarang, ia bisa merasakan dadanya yang berdetak keras karena amarah yang sudah benar-benar meluap ini. Allesio mencoba untuk mengontrol emosinya, ia berusaha mengelola napasnya dan menjernikan pikirannya.

Yasa pun terkejut dengan respon Allesio. Sebenarnya ia suka saat Allesio mengungkapkan apa yang ia rasakan. Tapi, karena Allesio sudah menahan ini dalam jangka waktu yang tidak sebentar, mungkin suatu saat nanti Allesio akan kehilangan kendalinya saat marah.

"Kau harus belajar untuk menghargai orang lain, apalagi jika kau benar-benar ingin dihargai," Mata Allesio terbuka. Sekarang, wajah Allesio sudah terlihat seperti biasanya. Tidak ada mata tajam dan ekspresi ingin membunuh seseorang seperti tadi.

Jangankan Nero, Yasa pun juga ikut merasa ketakutan hanya karena ekspresi marah Allesio barusan ini.

Tiba-tiba Nero terduduk di lantai. Menundukkan kepala entah karena apa. Matanya memerah tapi Alessio dan Yasa tidak bisa melihat hal itu karena Nero masih sibuk menudukkan kepalanya.

"Aku hanya mencintainya. Bahkan, aku tidak membiarkan kak Nash ataupun siapapun tahu mengenai dirinya. Aku terkejut saat kau tahu mengenai dirinya. Tapi, aku yakin kau tidak akan menyakitinya. Kau pasti paham bagaimana rasanya jika menjadi dia. Apalagi saat dibandingkan dengan keluarga kami," Nero sepertinya sudah mulai lelah. Jujur saja, kisah cinta yang disembunyikan ini bukan hanya membuat wanita itu lelah tapi Nero pun juga lelah.

Terbukti dengan suaranya yang tiba-tiba melemah dan sedikit gemetar itu. Yasa malah membulatkan matanya, kaget. Astaga, akhirnya laki-laki ini lemah hanya karena ekspresi marah Allesio saja. Mungkin, sih!

Nero mendongakkan wajahnya, masih terduduk si lantai dengan pasrah. Ia menatap ke arah Alessio yang masih melihatnya dengan pandangan datar. Mungkin Allesio mengasihaninya dalam hati.

Seperti anak kecil yang mainnya hilang. Seperti anak kecil yang sedang bermohon. Itulah pandangan Allesio kepada Nero sekarang ini dan Allesio benar-benar tidak berdaya.

"Hanya kau yang tahu, kak! Hanya kau! Kau pernah melihat kami pergi bersama di pasar malam saat kau dan asisten bodohmu ini juga berada di sana!" Ah, Allesio ingat betul. Saat itu, Rin ingin membeli permen kapas berwarna pink. Rin ingin membelinya di pasar malam tapi papa tidak pernah mengizinkan mereka untuk pergi ke pasar malam. Akhirnya Allesio dan Yasa malah memutuskan untuk pergi ke sana dan membelikannya Rin permen kapas.

Bahkan, setelah memakan permen kapas itu, Rin mendadak sakit tenggorokan dan akhirnya Allesio merasa sedikit bersalah.

Yasa malah makin emosi dengan Nero yang mengatainya bodoh. Dia sudah berusaha untuk profesional dan tidak membunuh Nero secara diam-diam di sini.

Ah, atau mungkin Nero benar-benar ingin dibunuh di sini. Nero benar-benar memancing kesabaran banyak orang, terutama dirinya.

"Aku dari awal tidak meminta banyak kepada papa. Aku tidak ingin jabatan atau apapun milik keluarga Raesha. Aku hanya ingin diberikan pekerjaan yang baik agar aku bisa menikahinya suatu saat nanti. Tapi, nama Raesha malah membuat semuanya makin sulit. Kenapa aku harus lahir di keluarga ini? Kenapa aku harus memiliki nama belakang Raesha," Ekspresi Nero benar-benar di luar dugaan. Sekarang, ia malah terlihat seperti orang yang kesenangan karena diberikan es krim dengan rasa vanilla yang nikmat.

Nero tidak bersyukur, itu yang sekarang Allesio lihat. Atau mungkin dia bersyukur tapi ia kebinggungan. Hal mana yang harus ia syukuri di saat ia tidak bisa mendapatkan kedua hal yang ia inginkan.

Pasti rasanya sakit sekali, pikir Allesio. Tapi, kebenaran adalah kebenaran dan Nero harus tahu itu.

Nero yang benar-benar rapuh. Hanya karena masalah ini saja sudah berhasil membuatnya tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.

"Memang aku yang mengusir keluarganya dari sana. Aku meminta wanita itu untuk menjauhimu dan melupakanmu," Kata-kata Allesio berhasil membuat Yasa mengelengkan kepalanya. Sementara itu, Nero malah menatap Allesio dengan tatapan kebencian.

Tidak! Salah, ini tidak benar! Kenapa Allesio harus menanggung hal-hal seperti ini, lagi.

"Kau benar-benar keparat!!" Nero langsung berdiri dari posisinya dan berlari menuju ke Allesio. Bersamaan dengan hal itu, pintu ruangan Allesio terbuka dan memperlihatkan seorang laki-laki lain yang sepertinya sudah memiliki janji dengan Allesio.

Yasa tidak perduli dengan tamu itu sekarang. Hal yang terpenting adalah memisahkan Nero yang sudah benar-benar terlihat tidak terkendali agar mau menjauhi Allesio.

Kalian harus lihat ini, bahkan Nero dengan beraninya menduduki Allesio yang sudah tidak berdaya di lantai dan memukuli wajahnya hingga puas.

Sial, mungkin masalah ini akan sampai di telinga tuan besar Raesha. Yasa tidak bisa membayangkan apa yang akan Allesio lakukan kepada dirinyas sendiri, jika tuan besar Raesha malah mengatakan kalau ia kecewa kepada Allesio.

"Kau bajingan! Kau. Harusnya. Sadar diri. Kau itu. Miskin. Dan Tidak punya. Apapun." Sambil memukuli Allesio, sepatah dua patah kata itu Nero lontarkan kepada Allesio.

Allesio bisa melihat wajah Nero yang benar-benar marah kepadanya. Bagus! Bukankah artinya Allesio sudah berguna untuk orang lain?

Yasa sudah berusaha untuk memisahkan mereka dan menjauhi Nero dari Allesio, tapi sepertinya tidak bisa.

"Nero!"

Seruan itu. Suara itu.

Gerakan Nero terhenti, bersamaan dengan langkah kaki seseorang yang langsung menarik Nero menjauh dari Allesio.

Allesio terbatuk, bukan hanya memukulinya, bahkan Nero juga mencekik lehernya. Seharusnya Nero bisa melanjutkan hal itu tadi dan kita akan melihat akhir dari seorang Allesio Aten.

"Maafkan Nero, tuan Allesio. Dia hanya tidak tahu dengan apa yang ia lakukan sekarang," Papa Nero sudah ada di depan mata mereka. Sebenarnya, hari ini Allesio ada rapat dengan papa Nero terkait internal perusahaan dan berbagai macam hal lainnya.

Papa dan kedua saudara papanya sudah menjadi pemilik perusahaan sekaligus pemilik saham terbesar di perusahaan ini. Tapi, papa Allesio tetaplah yang memiliki andil terbesar di perusahaan ini. Bahkan, saham yang dimiliki kedua adik papa masih lebih sedikit dari saham yang dimiliki oleh Allesio.

"Kau picik, hebat sekali kau sempat menelpon papa dan membuatku jadi makin buruk di depan pa—"

"Jaga bicaramu, anak sialan!" Teriak papa Nero dengan kencang. Mereka semua langsung terdiam.

***

Bersambung