Setiap manusia pasti pernah merasakan marah, kecewa hingga hilangnya kepercayaan karena telah dibohongi. Tidak ada manusia yang mau dan suka dibohongi. Bahkan, tak jarang kebohongan akan mengakibatkan putusnya hubungan persahabatan bahkan persaudaraan yang memiliki ikatan darah sekalipun.
Mungkin sebagian orang merasa bahwa kebohongan yang dilakukannya itu untuk kebaikan, akan tetapi apa pun alasannya, bohong itu tetap hal yang salah karena dari kebohonganlah awal sebuah permasalahan terjadi.
Benjamin dan Madeline tengah berada di depan gedung kantor kepolisian. Terlihat raut wajah Madeline yang sepertinya enggan untuk kembali ke pelabuhan namun terpaksa ia lakukan karena Benjamin.
"Kita harus segera ke pelabuhan, Maddie. Bukti ini sudah jelas bahwa tersangka kita selanjutnya adalah Nona Diana," ucap Benjamin.
"Itu benar, Ben. Tapi aku rasa sekarang bukan waktu yang tepat untuk kembali ke pelabuhan,"
"Lho? Memangnya kenapa, Maddie? Apa kau sakit?" tanya Benjamin.
"Tidak-tidak, aku baik-baik saja, Ben. Sungguh!" tegas Madeline.
"Syukurlah kalau kau baik-baik saja, Maddie."
Madeline berusaha untuk meyakinkan Benjamin agar tidak kembali ke pelabuhan namun hal itu sia-sia. Alasan Benjamin ingin segera kembali ke pelabuhan telah membulatkan tekadnya.
"Apa kau yakin ingin kembali ke perlabuhan?" tanya Madeline.
"Tentu, Maddie. Kita harus melanjutkan investigasi ini, memangnya kenapa? " tanya Benjamin.
"Tidak ada ... Baiklah, Ben. Kalau itu yang kau inginkan, aku akan menemanimu hingga kasus ini selesai,"
"Apa kau yakin, Maddie?" tanya Benjamin.
"Tentu saja, Ben,"
Madeline segera masuk ke dalam mobil dan kemudian menghidupkan mesin, setelah itu Benjamin segera masuk ke dalam mobil.
Madeline segera menginjak pedal gas dan perlahan mobil mulai meinggalkan kantor kepolisian.
"Sebenarnya, Ben. Ada yang ingin aku katakan padamu, namun aku ragu untuk mengatakannya,"
"Katakan saja, Maddie,"
"Hmm ... Mungkin lain kali saja, Ben. Ku rasa ini bukan moment yang tepat,"
Setelah beberapa saat mobil melaju, tak lama kendaraan tiba di pelabuhan.
"Hmm ... Aku tidak ingat sudah berapa kali kita keluar masuk pelabuhan, Maddie,"
"Yah begitulah, Ben,"
"Kita harus segera menemui Nona Diana, apa kau sudah siap, Maddie?" tanya Benjamin.
"Sudah, Ben,"
"Kalau begitu kita harus segera bergegas, Maddie,"
Benjamin dan Madeline segera pergi meninggalkan area tempat parkit untuk menemui Nona Diana di tempat asrama para imigran, setelah cukup lama mereka tiba di depan asrama.
"Seperti biasa tempat ini memang selalu ramai dan orang-orang disekitar sini sangat ramah," ucap Madeline.
"Sayangnya mereka semua dianggap kriminal karena tidak memiliki identitas," bisik Benjamin.
"Benar-benar kejam,"
Namun tiba-tiba tersengar sayup-sayup suara kambing di area sekitar bangunan.
"Apa kau dengar itu, Ben?" tanya Maddie.
"Dari manapun aku sangat mengenal suara itu, itu suara kambing dan sudah jelas Nona Diana berada disekitar sini," ucap Benjamin.
"Lebih baik kita segera temui dia, Ben,"
"Ayo Maddie, kita selesaikan masalah ini,"
Benjamin dan Madeline kembali melanjutkan langkah mereka yang semakin dekat dengan gedung asrama, tak lama terlihat Nona Diana tengah terduduk di kursi taman yang tidak jauh dari bangunan.
"Itu dia orangnya, Ben," bisik Madeline.
"Jangan terlalu mengejutkannya, Maddie,"
Benjamin dan Madeline mengubah haluan dengan berjalan kaki dan semakin dekat dengan keberadaan Diana, tak lama mereka tiba. tepat disamping Nona Diana.
"Suasana disini terlihat sangat nyaman untuk menyendiri," ucap Benjamin.
"Tentu saja, tuan, aku memang menyukai..."
Diana yang sadar ada seseorang disamping segera berdiri kaget.
"Astaga, Ada apa ini? Kenapa kalian mendatangiku lagi? biarkan aku dan Marry tinggal disini," ucap Diana sedikit ketakutan.
"Tenang, Nona Diana. Kedatangan kami kesini hanya ingin bertanya sesuatu, kami tidak ada urusan dengan hewan kesayangan Anda," ucap Madeline.
"Apa yang kalian katakan ini benar?" tanya Diana.
"Tentu saja, Nona. Kami tidak akan melakukan apapun baik terhadap Anda maupun hewan peliharaan Anda," ucap Benjamin.
"Ka-kalau begitu duduklah," ucap Diana.
Benjamin meminta Madeline untuk duduk dikursi taman karena memang tidak cukup ruang untuk bertiga. Madeline segera duduk bersama dengan Diana sementara Benjamin
hanya berdiri disamping mereka berdua.
"Kami ingin bertanya sesuatu kepada Anda, Nona," ucap Madeline.
"Tenang saja, Nona Diana. Kau tidak perlu panik," ucap Benjamin yang terus menenangkan Nona Diana.
"Nona Diana, kemarin Anda berkata kepada kami jika Anda tidak pernah bertemu dengan Albert Dalton, tapi kami menemukan bulu kambing yang menempel di sarung tangannya ... Jadi kami tahu hanya Anda yang membawa hewan ternak," ucap Madeline.
"Yah mengenai hal itu murni kesalahan saya ... Uhm ... Seharusnya saya berkata jujur," ucap Diana.
"Jadi apa pembelaan Anda, Nona?" tanya Benjamin.
"Sebenarnya saya bertemu dengan korban saat sedang menunggu diwawancarai di kantor imigrasi, namun saat itu dia melihat Marry,"
"Lalu setelah itu apa yang terjadi?" tanya Madeline.
"Tentu saja dia murka lalu dia berkata keberadaan hewan ternak di kantor imigrasi itu tidak higienis dan dia harus segera di karantina," Jelas Diana.
"Apa yang dilakukan Tuan Albert setelah itu?" tanya Benjamin.
"Tuan Alber, Merenggut Marry dariku, itu sebabnya saya dimasukan ke area asrama ini, saya berusaha mendapatkan Marry dan pada akhirnya saya berhasil merebut kembali,"
"Apa kau yakin dengan apa yang katakan itu?" tanya Benjamin.
"Tentu saja, ini semua sangat tidak adil, Marry tidak bersalah seharusnya saya saja yang dihukum saat itu, seluruh uang saya habis untuk bisa membawa Marry kesini," ucap Diana.
"Kami turut prihatin mendengar kejadian yang kau alami,"
"Untuk pertama kalinya aku mengalami hal mengerikan seperti ini," ucap Diana sambil sedikit menitikan air mata.
"Mungkin ini pasti berat bagimu, kau tidak punya siapa-siapa untuk membantumu disini ditambah lagi ini bukan tanah kelahiranmu," ucap Madeline.
"Terima kasih banyak atas empati kalian, aku benar-benar bersyukur bisa bertemu kalian berdua, lagi pula kedatangan saya kesini untuk menyusul kakak saya dia sudah lama tinggal di prancis," ucap Diana sambil mengusap air matanya.
"Kami akan membantu Anda untuk menemukan kakak Anda jika kasus ini sudah beres tapi ingat ini baik-baik jangan harap kami membantu jika ternyata kami menemukan bahwa Anda telah membunuh Albert Dalton akibat ia mengkarantina Marry," ucap Madeline.
"Tentu saja, Nyonya. Aku tidak akan melakukan hal sekejam itu, aku masih memiliki hati nurani," ucap Diana.
"Baiklah kalau begitu kami berdua permisi karena ada hal yang harus kami lakukan," ucap Benjamin.
"Baiklah," ucap Diana.
Madeline segera beranjak dari kursi taman, Benjamin dan Madeline segera meninggalkan Diana kembali sendirian di taman tersebut.
"Lalu sekarang apa yang akan kita lakukan?" tanya Madeline.
"Lebih baik kita segera kembali ke pelabuhan, Maddie,"
Mereka melanjutkan perjalanan mereka untuk kembali ke pelabuhan, setelah sepuluh menit berjalan mereka tiba di pelabuhan.
"Setelah mendengar semua ini, aku jadi merasa kasihan padanya, tapi sayangnya kita tidak memiliki waktu untuk membantunya," ucap Benjamin.
"Kau benar, Ben. Kurasa Diana bukan dalang dibalik kematian Alber Dalton," ucap Madeline.
"Hmm ... Mari kita tinjau apa saja yang sudah kita dapatkan pada investigasi selama ini, hmm ... Sepertinya Tuan Albert Dalton memiliki sifat keras hati," ucap Benjamin.
"Sepertinya begitu, Ben. Pastor bilang Albert Dalton memperlakukan para imigran disana layaknya seperti hewan yang hina, dia juga bahkan mengkarantina kambing milik Diana," ucap Madeline.
"Dan pastor juga bilang dia membiarkan orang sekarat dibiarkan begitu saja tanpa bantuan medis," ucap Benjamin.
"Apa kau merasa semuanya aneh, Ben. Alasan orang menginginkannya mati jelas semakin terlihat, aku tidak mengira dimasa hidupnya berliau melakukan hal yang keji," ucap Madeline.
"Aku merasa setiap orang yang kita temui sebelumnya, mereka pernah bertemu dengan Albert Dalton karena suatu masalah yang cukup merepotkan mereka,"
"Semakin lama semakin rumit saja kasus ini, entah kenapa tiba-tiba menurutku kematian yang dialami Albert Dalton dirasa sudah setimpal dengan apa yang ia lakukan selama ini,"
"Walaupun memang seperti itu, keadilan tetaplah keadilan, Maddie. walaupun korban memiliki sifat yang tidak manusiawi tapi dia tetap seorang manusia yang harus mendapatkan keadilan atas kematiannya,"