Betapa pun tajamnya pedang keadilan, ia tidak memenggal kepala orang yang tidak bersalah, Keadilan itu bukan terletak dalam bunyi huruf undang-undang, melainkan dalam hati nurani hakim yang melaksanakannya.
Ada orang yang paham, namun tak mau memahami. Ada orang yang mengerti, namun tak mau mengerti. Mengerti keadilan, namun tak mau adil. Terkadang lebih mudah mencari siapa yang akan dipersalahkan daripada mengakui kesalahan, itulah kenapa keadilan tak pernah adil.
Benjamin yang sudah lelah dengan hari ini memutuskan untuk menghampiri bar milik Tuan Lucas, namun ternyata mereka menemukan sesuatu yang tak terduga, bukti yang menunjuk kepada pelaku pembunuhan semakin dekat.
"Jadi pistol ini berasal dari italia? Ben, kurasa kita harus membicarakan hal ini kepada Tuan Lucas,"
"Kurasa kau benar, Maddie,"
Tak lama kemudian Tuan Lucas keluar sambil membawa beberapa barang dari dalam bar miliknya.
"Jadi Tuan Lucas apakah semuanya sudah selesai?" tanya Madeline.
"Sudah, kawan-kawan. Ngomong-ngomong terima kasih banyak kalian sudah membantuku menjaga barang-barang miliku ini," ucap Tuan Lucas.
"Tidak masalah," ucap Benjamin.
"Oh iya maukah kalian menemaniku disini sampak pengiriman minuman tiba dan aku akan memberikan kalian abisthe, ya anggap saja sebagai ucapan terima kasihku karena kalian telah membantuku tadi," ucap Tuan Lucas.
"Dengan senang hati, tuan. Kebetulan sekali aku sangat haus, bagaimana denganmu Ben?" tanya Madeline.
"Aku rasa tidak ada salahnya, Maddie," ucap Benjamin.
"Kalau begitu, tunggu sebentar kawan-kawan, aku akan mengambil minumannya," ucap Tuan Lucas.
Tuan Lucas kembali masuk ke dalam bar miliknya, sementara Benjamin dan Madeline segera duduk di kursi yang berada di halaman bar.
"Jadi, Ben. Bagaimana cara kita mengatakannya kepada Tuan Lucas?" tanya Maddie.
"Aku juga cukup bingung, Maddie. Aku rasa ini bukan moment yang tepat, tapi tidak ada salahnya mencoba,"
Tak lama Tuan Lucas kembali sambil membawa sebotol abisthe beserta tiga gelas berukuran kecil.
"Maaf karena sudah membuat kalian menunggu," ucap Tuan Lucas.
"Tidak masalah, tuan. Ngomong-ngomong ada sesuatu yang ingin kami bicarakan dengan Anda," ucap Madeline sedikit menatap ragu ke arah Benjamin
.
"Menangnya apa yang ingin kalian bicarakan denganku?" tanya Tuan Lucas.
"Eh ... Secara tidak sengaja, kami menemukan sebuah pistol ini di dalam peti berisikan botol, apa itu milik Anda?" tanya Madeline.
"Ya tentu saja ini memang senjata miliku, benda ini adalah warisan keluarga," ucap Tuan Lucas.
"Kenapa Anda menyimpan senjata api di dalam sebuah bar minuman?" tanya Benjamin.
"Aku memang sengaja menyimpan benda itu untuk berjaga-jaga saja dari orang-orang baru yang selalu membuat kerusuhan," ucap Tuan Lucas.
"Seperti Anda tidak menyukai para pendatang baru?" tanya Madeline.
"Hmm ... Sebenarnya bukan masalah jika mereka datang dengan damai, tapi mereka selalu membuat masalah dan semakin lama semakin parah.
Sudah kukatakan pada Dalton agar tidak mengizinkan orang-orang ilegal masuk ke negara ini seenaknya," ucap Tuan Lucas.
"Kasar sekali cara pandang Anda kepada para imigran itu, walaupun mereka ilegal tapi mereka juga manusia seperti kita," ucap Benjamin.
"Tuan Lucas ... Anda jangan bersikap seperti itu, keluarga Anda juga pastilah seorang imigran," ucap Madeline.
"Itu beda cerita, mereka masuk seenaknya tanpa izin sedangkan aku dan keluarga harus bekerja keras untuk bisa menjadi bagian dari warga prancis dan semua itu tidak mudah," ucap Tuan Lucas cukup marah.
"Saya harap apa yang Anda katakan ini tidak ada kaitannya dengan pembunuhan Tuan Albert karena korban tidak bisa membantu menyelesaikan masalah Anda saat ini," ucap Madie.
"Jadi kalian datang kesini hanya untuk menuduhku tanpa bukti?" tanya Tuan Lucas yang semakin kesal.
"Kami tidak bermaksud menuduh Anda, tuan. Kami hanya sedikit waspada," ucap Benjamin.
"Lagi pula apa untungnya bagiku jika membunuh pelanggan setia yang menghasilkanku uang," ucap Tuan Lucas.
Tiba-tiba dari jarak jauh terlihat sebuah truk melaju, truk pengangkut barang-barang tersebut kemudian berhenti tepat di depan bar. Dengan cepat, Tuan Lucas segera menghampiri truk tersebut.
"Menurutmu, Ben. Kira-kira Truck apa ini?" tanya Madeline sedikit berbisik.
"Aku rasa truck ini yang membawa pesanan minuman seperti yang di maksud Tuan Lucas," ucap Benjamin.
"Hmm ... Aku rasa kita tidak bisa lama-lama disini,Ben. Hari juga sepertinya mulai semakin sore dan sebaiknya kita segera kembali ke kantor,"
Terlihat Tuan Lucas bersama supir dan anak buahnya sedang melakukan percakapan negosiasi. Terlihat beberapa anak buah dari supir mulak mengangkut beberapa keranjang yang berisikan botol minuman dan membawa masuk ke dalam bar. Tuan Lucas pun kembali menghampiri Madeline dan Benjamin
"Sepertinya Anda sedang sibuk, tuan?" tanya Madeline.
"Begitulah, tampak seperti yang sedang kalian lihat saat ini," ucap Tuan Lucas.
"Aku rasa waktu kami disini tidak banyak, kami harus segera kembali ke kantor," ucap Madeline.
"Terima kasih banyak karena Anda sudah mentraktir kami minuman," ucap Benjamin.
"Tidak masalah, kalian tidak perlu mengkhawatirkan hal itu dan juga kalian tidak perlu malu untuk mampir kesini sambil menikmati minumanku," ucap Tuan Lucas.
"Terima kasih banyak, tuan. Kalau begitu kami berdua permisi," ucap Madeline.
"Baiklah kalau begitu, hati-hati dijalan," ucap Tuan Lucas.
Benjamin dan Madeline segera meninggalkan Tuan Lucas bersama para pekerja yang lain, mereka berdua mulai menyusuri jalanan disekitar pelabuhan.
"Astaga, Ben. Kita lupa menanyakan kepada Tuan Lucas tentang toples yang berisikan koin itu miliknya atau memang itu milik Luigi,"
"Tadinya aku ingin menanyakan hal itu,Maddie. Tapi aku khawatir Tuan Lucas semakin tersinggung karena kita terus-terusan mengganggunya,"
"Terganggu? Memangnya salah jika kita bertanya hal itu kepada Tuan Lucas, siapa tahu hal itu membukakan jalan dalam petunjuk kasus ini, Ben. Lagi pula jika dia merasa terganggu dengan kedatangan kita bisa saja ia sebetulnya mengetahui sesuatu tentang kematian korban, bukan?" tanya Madeline.
"Kurasa kau ada benarnya, Maddie. Tapi jika kita kembali sekarang sepertinya semuanya akan sia-sia,"
"Yah mau bagaimana lagi, lagi pula aku sudah lelah dengan kasus ini, Ben. tidak tahu apa lagi yang harus kita lakukan untuk membereskan kasus ini," ucap Madeline.
"Sebaiknya kita putuskan nanti saja jika sudah kembali ke kantor," ucap Benjamin.
Tak lama mereka tiba di tempat parkir, Madeline segera menghidupkan kendaraan begitu juga Benjamin yang segera masuk ke dalam.
"Aku sudah lelah, semua waktu dan tenagaku sudah aku kerahkan untuk menuntaskan kasus ini, tapi sepertinya semua itu tidak ada hasilnya," ucap Madeline yang mulai menjalankan mobilnya.
"Begitu juga denganku, Maddie. Aku baru tiba dua hari yang lalu namun sepanjang waktu aku habiskan untuk menuntaskan ini,"
"Hmm ... Kau juga belum memiliki tempat tinggal yang layak untuk beristirahat, mungkin sebaiknya sekarang waktu yang tepat untuk mencari tempat untukmu beristirahat,"
"Aku rasa itu bukan ide yang buruk, Maddie. Lagi pula waktu hampir semakin sore dan sepertinya tidak akan cukup jika dipakai untuk melanjutkan kasus ini,"
"Baiklah kalau begitu, Ben. Sebaiknya kita mencari tempat tinggal yang nyaman dan tidak jauh dari kantor,"
"Oh iya, Maddie. Lagi pula barang-barangku masih tertinggal di kantor, apa tidak masalah jika terlalu lama di simpan disana?" tanya Benjamin.
"Aku rasa sebaiknya kita mencari apartemenya terlebih dulu, jadi kau tidak perlu repot-repot membawa barang-barangmu kesana kemari dan aku rasa pak kepala akan mengerti hal itu,"
"Baiklah, Maddie. Aku ikuti nasihatmu saja,"
Tanpa banyak kata lagi, Maddie segera menambah kecepatan mobil tersebut. Empat puluh lima menit telah berlalu, namun Benjamin dan Maddie masih berkeliling di kota sambil mencari tempat tinggal yang cocok untuk Benjamin.
"Beberapa tempat tinggal sudah kita datangi, Ben. Tapi sepertinya beberapa dari bangunan itu sudah penuh dan tidak ada ruangan yang kosong untukmu,"
"Sudahlah, Maddie. Kau tidak perlu membantuku sampai sejauh ini, aku bisa mencari tempat tinggal sendiri,"
"Tidak, Ben. Kau sudah banyak memberikan waktu dan tenaga ..."
"Cukup, Maddie. Aku akan mencari sendiri, lagi pula kau harus segera kembali, bukan? Hari semakin gelap,"
"Kau yakin bisa mencari tempat tinggal sendirian, Ben?" tanya Madeline.
"Tentu saja, Maddie," ucap Benjamin yang berusaha meyakinkan Madeline.
"Baiklah jika itu yang kau mau, Ben,"
Madeline memutuskan untuk kembali ke kantor setelah cukup lama mencari tempat tinggal untuk Benjamin, setelah beberapa saat mereka tiba di kantor. Benjamin segera keluar dari mobil,
Madeline segera memasukan mobilnya itu kembali ke tempatnya, setelah beberapa lama Madeline kembali menghampiri Benjamin yang berada di depan kantor kepolisian.
"Kalau begitu, aku permisi, Ben. Karena waktu sudah semakin malam,"
"Baiklah, Maddie. Berhati-hatilah,"